Awal

45 0 0
                                    


Suara gemuruh tepuk tangan yang meramaikan panggung mengiringi alunan musik band yang kian membakar semangat manusia di dalam stadion yang tak peduli bahwa waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Waktunya untuk menginstirahatkan raga dan pikiran manusia yang sejak pagi telah dipakai. Begitu pula dengan gadis manis berjilbab merah hati yang sudah menguap sedari tadi, matanya terasa seperti dilem, tak mampu terbuka lebar. Bukannya gadis ini adalah anak mama yang selalu punya jam tidur tetap lalu sekarang berusaha bandel terhadap mamanya, tidak sepenuhnya salah. Untuk kata anak mama, benar. Jika perlu ditambah jadi anak rumahan punya mama. Tetapi, ia bukan gadis yang tidur sore dengan jam yang tetap. Bahkan, ia sering bermain kucing-kucingan dengan mamanya yang kadang-kadang suka membuka pintu kamar Olfi hanya untuk memastikan bahwa gadis berkulit kuning langsat itu sudah tidur atau belum.

Bagaimana tidak demikian, mendiang mamanya ini sering memergoki Olfi bersandar manis pada sandaran kasurnya sambil memainkan ponsel atau laptopnya sambil cekikikan tidak jelas pada pukul satu bahkan pernah juga ayahnya melihat putri bungsunya itu masih terjaga pada pukul tiga dini hari. Olfi yang merutuki dirinya pun tak ingin disalahkan, salahkan alur cerita dan pria tampan yang menurutnya lebih menarik karakter dalam komik yang ia baca daripada manusia 3D yang jelas-jelas sering mengajaknya basa-basi, baik di sekolah maupun di tempat bimbingan belajar. Intan yang melihat sahabatnya itu langsung memutar bola matanya jengah.

"Lo itu ya, baca komik aja betahnya minta ampun sampai bela-belain nggak ngerjain tugas Pak Wanto yang killernya naudzubillah. Nah, ini lihat konser perayaan ultah sekolah sendiri yang kata orang-orang meriah banget sampai ngundang penyanyi luar negeri aja malah ngantuk pengen tidur!" Ucapnya menggebu-gebu yang terdengar seperti balapan dengan suara musik yang begitu keras. Olfi tak ambil pusing dengan ocehan Intan yang terus saja berbicara sambil menatapnya dengan tatapan garang dari samping.

Sontak semuanya berdiri saat vokalis band yang sedang menyanyi di atas panggung menyuruh para penonton untuk berdiri. Tidak, hampir semua. Olfi yang masih terduduk di bangkunya langsung meregangkan ototnya dengan merentangkan kedua tangannya ke atas kemudian ia tarik ke belakang dengan sedikit hentakan. Tak sengaja ia menyenggol sesuatu di belakang kursinya dan mendengar suara menyegarkan seperti siraman air. Dan benar saja, ketika ia menoleh ke belakang sepasang mata yang menatapnya nyalang dengan ekspresi wajah datar dengan sentuhan air yang membasahi wajahnya dan botol air mineral yang masih dipengangnya tinggal separuh.

"Astaghfirullah haladzim! Maaf, aku enggak sengaja," cicitnya pelan dengan wajah bersalah yang sedalam-dalamnya, jauh dari lubuk hatinya yang dalam ia merutuki perbuatanya terhadap manusia di depannya ini. Ia langsung memberikan sapu tangan yang kebetulah hari ini ia bawa, lebih tepatnya terbawa, yang harusnya membawa sekotak tisu malah mengambil sapu tangan karena tergesa-gesa tadi di rumahnya. Beruntung ia belum menggunakan sapu tangan itu untuk menyeka peluh keringatnya.

Sadar dari lamunannya, ia menyadari bahwa laki-laki itu telah pergi dari bangku penonton dan keluar dari stadion. Dengan gegabah ia pun meminta izin kepada temannya ini untuk keluar dengan alasan ingin mencuci mukanya yang sudah tak tahan ingin tidur. Intan hanya menganggukkan kepala dan membiarkan Olfi pergi, ia pikir memang itu yang dibutuhkan kawannya saat ini.

"Haduuh! Ke mana dia?! Masa cepet banget ilangnya, ya kali dia pake jubah tak terlihat punya Doraemon. Aku juga mau pinjam kalo gitu biar enggak ketahuan mama." Olfi melihat sekeliling sambil memicingkan matanya karena ia juga memiliki minus yang seharusnya membuat dia menggunakan kacamata tapi ia lupa kacamatanya tertinggal di dalam tasnya yang ia tinggalkan di dalam gedung.

"Woi." Olfi sangat mengenali suara itu. Bagaimana tidak, seseorang yang memanggilnya saat ini adalah kakak kelasnya yang tampan dan terkenal seantero sekolah bahkan luar sekolah yang kabar buruknya adalah ia memiliki fans yang menjadi bodyguard bayangan jika ada seseorang yang mengganggunya, lebih tepatnya mereka. Dan kabar terburuknya adalah Olfi yang menyenggol botol minum kakak kelas itu.

Tarik napas... buang... oke, kamu pasti bisa, jadilah orang yang bertanggung jawab kata gadis itu dalam hati dengan selingan doa-doa ia membalikkan badannya mengarah pada sumber suara. "Kakak enggak papa? Enggak ada lecet kan? Ato luka kebam? Berdarah? Biar saya cuci bajunya kak-" rentetan kalimat Olfi terhenti karena dehaman orang ini.

"Gue gak papa. Dengan sikap lo yang kayak gini berarti udah nunjukin kalo lo orang yang bertanggung jawab. Gue pulang," ia pergi berlalu begitu saja. Olfi masih terdiam di tempatnya. Meresapi sengatan listrik yang datang dan pergi bersamaan dengan setiap kata yang diucapkan dia. Dia enggak bakal balas dendam ato apapun kan? Itu yang pertama kali ia pikirkan setelah sadar dari lamunannya.

Tbc.


curhat sekilas:

saya hampir dibuat jantungan karna kegiatan ulang tahun sekolah saya di malam Senin sama seperti prolog ini. padahal cerita ini saya buat setahun yang lalu. alhamdulillah hanya harinya saja yang sama dan tidak ada kejadian lain yang sama dengan cerita ini.

OKE SAYA TERIMA KAMU (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang