Burung Merpati

15 0 0
                                    

Curhat bentar ya. Pas nulis ini, saya senangnya bukan main karena jarang saya dapat inspirasi segini banyaknya sampai bisa nulis sampai 8 ato 7 chapter, yaah.. walaupun ada jeda sehari dua hari. Tapi itu alhamdulillah banget soalnya biasanya saya ini cepat bosan dan kurang telaten dengan sesuatu yg berjangka panjang. Lalu, ketika saya membaca cerita pengarang lain yg bertema sama dengan saya, terdapat suatu scene yg mirip dengan cerita saya dalam ch. ini. Saya menjiplak? Tidak, saya tidak sehina itu untuk menjiplak keringat orang. Ia juga tak mungkin menjiplak punya saya kan punya saya waktu itu belum dipublish sedangkan si pengarang ini sudah mempublish dan dibaca oleh banyak orang. Mungkin kejadian ini juga akan terjadi lagi, tapi naudzubillah yaa.. nanti cerita saya B aja dong kalo sama seperti yg lain, hehe. Mungkin aja otak kami sejalan sehingga memiliki ide yg sama. Jadi, jika para pembaca, jika ada yg membaca, merasa sedikit kurang nyaman karena merasa ada scene yg mirip mohon maaf yg sebesar-besarnya dan untuk mengurangi rasa was-was saya, maka ceritanya sedikit saya ubah, tak semua hanya scene yg menurut saya bakal menyebabkan masalah. Terima kasih ☺️

----------------------------------------------
Satu minggu berlalu sejak perkenalan itu, lebih tepatnya pertemuan para orang tua. Dan dalam beberapa menit lagi Olfi dan Adi akan resmi menjadi pasangan suami istri. Terlalu cepat? Tidak. Karena memang tidak ada hal khusus yang perlu dilakukan. Tidak ada tamu undangan yang membludak karena memang tak ada resepsi pernikahan. Lamaran telah diadakan enam hari yang lalu dengan hantaran yang entah sejak kapan disiapkan oleh pihak keluarga Adi. Acara ijab kabul dilaksanakan sederhana di kediaman Burhan. Dengan dekorasi minimalis nuansa serba putih cukup memeriahkan pagi itu. Siapa yang menyiapkan? Tentu saja orang tua mereka. Hebat bukan, inilah yang disebut dengan kekuatan emak-emak. Karena memang sebagian besar diatur oleh bunda Adi dan Kinanti. Kinanti memang akan menjadi 'emak-emak' jadi anggap saja begitu.

"Adeek... eh, kok nangis sih? Udah dandan cantik loh. Sayang dong uangnya kalo belum sampai sejam kamu tampil cantik tapi udah luntur," Kinanti yang memasuki kamar Olfi yang awalnya serba biru menjadi dominan warna putih dan bunga karena dekorasi untuk kamar pengantin seketika panik dengan sikap Olfi.

"Iih kakak juga waktu menikah dulu pake nangis juga kok, malah sebelum didandanin sama periasnya. Lama lagi." Kakaknya langsung menatap tajam ke arahnya, yang ditatap malah cengengesan.

"Lagian kata periasnya ini make up mahal dan enggak bakal luntur kecuali emang dihapus pake pembersih,"

"Sekarang aku tahu gimana perasaan kakak waktu dulu," Olfi menunduk lesu. Sedangkan sang kakak jadi salah tingkah. Bukan ini alasan utama ia menangis kala itu. Yang adiknya rasakan adalah perasaan sedih, tidak rela meninggalkan keluarga tercintanya karena akan menjadi istri orang dan perasaan berbunga-bunga. Lain halnya Kinanti, ia menangis karena sebenarnya tak ingin menikah dengan suaminya dulu. Ada cerita kelam yang tak perlu diungkit dan sikap adiknya semakin meyakinnya untuk mengubur cerita itu dalam-dalam. Toh, memang sudah terselesaikan saat mereka mengetahui bahwa ia tengah mengandung buah hati mereka.

"Ya udah, jangan dipikirin lagi. Ini impian kamu kan, menikah di usia muda, walaupun kemudaan sih. Sekarang kamu pikirin gimana jadi istri yang baik dan solehah buat suami. Ingat ya, kehidupan rumah tangga itu susah-susah gampang." Olfi hanya mengangguk meresapi petuah kakaknya.

Sementara itu, di ruang tamu, penghulu sedang menjabat tangan mempelai pria dan menuntunnya mengucapkan kalimat suci yang dapat menyatukan dua insan. Bukan, dua keluarga. Begitu Adi telah mengucapkan bagiannya, penghulu berbicara lagi.

"Bagaimana saksi? Sah?"

"SAH!"

"ALHAMDULILLAH," ucap semua orang yang hadir di sana tanpa terkecuali sang mempelai wanita dan kakaknya yang saat ini tengah berpelukan di dalam kamarnya. Mereka dapat mendengarnya karena selama ijab kabul mereka menggunakan mikrofon. Sesaat kemudian, suara ketukan pintu kamar terdengar. Itu adalah bunda yang sedang menjemput Olfi untuk turun ke ruang tamu.

OKE SAYA TERIMA KAMU (slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang