Ethan baru saja pulang dari sekolah langsung masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan salam.
Cowok itu melemparkan tasnya juga jaket jeansnya diatas sofa ruang tengah. Sebelum kakinya melangkah menuju kulkas untuk mengambil sebotol air minum.
Ia membuka tutup botol minuman dan langsung menenggaknya dengan tegukan besar-besar. Matanya terpejam menikmati aliran air dingin memenuhi kerongkongan nya. Keringat mengalir dari dahinya lalu turun ke leher dan membasahi seragamnya.
Setelah menandaskan sebotol air dingin itu Ethan membawa tubuhnya ke ruang tengah dan menghempaskan dirinya di sofa.
Tubuhnya ia sandarkan pada bahu sofa. Matanya ikut terpejam merasakan penyejuk ruangan mulai mendinginkan tubuhnya.
Hening.
Ethan menikmati keheningan yang selalu tercipta seperti ini. Keheningan yang selalu menyambutnya setiap hari. Keheningan yang selalu setia bersamanya.
Bunyi detak jarum jam yang berada di pojok ruangan ikut menemani Ethan dalam kesunyian. Mencoba mengisi kekosongan. Kekosongan yang menyesakkan dada. Kekosongan yang menyakitkan.
Membawanya kembali masuk ke kubangan penuh luka. Perih itu kembali menghantamnya telak.
Terkadang apa yang terlihat baik-baik saja belum tentu sama seperti yang terlihat. Dibalik senyum ada setitik luka yang bersembunyi.
Suara deru mobil yang masuk ke perkarangan rumah membuat Ethan membuka matanya. Itu pasti mobil Sanjaya Rasyaad, Ayahnya.
Ethan mengusap wajahnya lelah. Suara langkah kaki terdengar. Ethan mengangkat wajahnya dan melihat Ayahnya yang baru saja masuk ke dalam rumah.
Ayahnya melangkah menghampirinya dan langsung duduk di sofa tepatnya di depan Ethan. Lalu meletakkan tas kerjanya disamping tas sekolah Ethan.
"Kamu kenapa?" tanya Ayahnya saat melihat wajah lelah Ethan.
Ethan mengulas senyum tipis. "Hai, Pa. Ethan gapapa."
Ayahnya kemudian memanggil Bibi Lina untuk membawakannya segelas air. Setelah wanita paruh baya itu berlalu Ayahnya kembali menghadap kearahnya.
"Cerita ke Papa kalo ada masalah. Jangan diem-diem. Kamu tau Papa selalu ada buat kamu." kata Ayahnya sambil tersenyum.
"Iya Pa." Ethan kembali memejamkan matanya.
"Jadi apa yang sedang yang kamu pikirkan?" tanya Ayahnya lagi.
Ethan tidak lantas menjawab. Ia diam dengan mata yang masih terpejam.
Hubungan Ethan dan Ayahnya memang akrab. Jauh lebih akrab dibanding anak-anak jaman sekarang yang lebih memilih mengurung diri kamar.
Ayahnya selalu berkomunikasi dengan baik. Memberikan perhatian yang cukup pada anaknya walaupun seorang Sanjaya yang terkenal dengan kesibukannya di dunia bisnis.
Ayahnya tau apa yang dilakukan Ethan setiap harinya. Seperti membuat masalah disekolah, keluyuran bersama teman-temannya, juga sering terlibat perkelahian. Karena Sanjaya selalu mengontrol kegiatannya setiap hari dengan jasa orang kepercayaannya.
Maka dari itu Ethan tidak bisa berbohong pada Ayahnya.
"Ethan gapapa, Pa. Cuma lagi kecapean aja."
Ayahnya menyipitkan matanya. Mata hitam pekat yang juga diwariskan padanya.
Bi Lina datang membawakan segelas air yang di minta Ayahnya kemudian kembali kebelakang.
"Kamu sekarang sudah kelas 12 kurangin main-main." Ucap Ayahnya setelah meneguk minumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Badboy[FRIEND]
أدب المراهقين[18+] (Private) "Bibir lo kering banget, sini biar gue basahin." "Kurang ajar. Dasar setan bangsat!" "Nama gue Ethan Rasyaad bukan setan bangsat." "Tai bangke! Minggir lo!" "Jangan sebut-sebut tai dong, CintaQ. Tai gak bersalah." "Argh!!!" #107 in...