"Bongpay, bongpay mati..." Apoh memukul-mukul tiang listrik dengan stick drum cucunya Si Atang. "Bongpay mati, bongpay mati..." Tiang listrik bertalu-talu semakin beringas, Apoh begitu bersemangat.
Seluruh warga kampung datang mengerubungi rumah Seruni, macam ada pembagian emas satu kilo.
"Mati?" Atang bertanya-tanya.
"Dimakan kunti?"
"Hush,"
"Bongpay mati bunuh diri," timpal Pohang ngeri.
"Kata siapa lu?"
"Haji Gofur! Saksi tuh Haji Gofur!"
"Idih, bongpay mati?"
Mati? Syahman juga ingin memberitahu, tak perlu pada setiap jiwa yang hidup. Cukup pada Seruni seorang, "Bongpay sudah mati, Mak!"
Tak setetes pun air mata jatuh menggenangi cekungan mata Seruni, diam-diam Syahman melihat Seruni tersenyum miring dalam sepi. Syahman mafhum, pemakaman Sieng Lu di kuburan Mulia adalah hari paling besar dalam hidup ibunya. Setelah mengantarkan Sieng Lu ke neraka, selanjutnya Syahman dan Seruni akan merayakan hari-hari tanpa Sieng Lu. Sunyi itu begitu semarak, begitu dinanti-nanti.
"Bongpay baru sudah ada, Mak!"
"Kali ini tandanya apa, Man?"
"Bukan arak, Mak, bukan!"
Ah... Syahman, untung saja malam itu Seruni tak menolak menjadikanmu.
T A M A T
KAMU SEDANG MEMBACA
Bongpay
General FictionSeruni termenung, kalau saja Syahman tak menendang-nendang dinding rahimnya, kalau saja Syahman tak membuncit dibawah berlapis-lapis kain bajunya. Seruni tak akan menenteng rantang berisi nasi kuning ke rumah Sieng Lu. Seruni pasti punya foto perkaw...