(Author POV)
Keesokan harinya Vandy beserta dengan Istrinya, Jennie, pergi mengunjungi rumah sakit yang sebelumnya sudah pernah dikunjungi oleh Vandy untuk memeriksakan ‘vitamin’ milik Jennie waktu itu. Mereka akan melakukan pemeriksaan terhadap penyakit yang diderita oleh Jennie.
Dalam perjalanan, Vandy tidak henti-hentinya menggenggam tangan Jennie. Dia bahkan enggan melepasnya hingga sekarang, dimana keduanya tengah duduk di ruang tunggu rumah sakit.
Jennie takut menjalani pemeriksaan. Sedari tadi yang ia lakukan di ruang tunggu adalah menggoyang-goyangkan kakinya, gugup, dan Suaminya, Vandy mengetahui hal tersebut. Dia kemudian mengatakan, “Ga usah takut, aku disini.” kepada Jennie untuk meyakinkan Istrinya tersebut.
Setelah memeriksakan keadaan Jennie, mereka memutuskan untuk kembali ke Jakarta karena Dokter menyarankan Jennie agar banyak-banyak beristirahat dan mengikuti kemoterapi dengan rutin, namun Jennie meminta satu hal ini kepada Vandy, “Jangan kasih tau yang lain soal ini.” Katanya.
Sebenarnya Vandy keberatan, sangat keberatan akan hal tersebut, namun ia dapat memakluminya. Jennie mungkin membutuhkan waktu untuk membiarkan semuanya mengetahui tentang penyakitnya ini, termasuk keluarganya, kecuali Kakaknya, Felix.
< Flashback <
Sehari sebelum pernikahannya dengan Vandy diselenggarakan, Jennie mengungkapkan rahasia terbesarnya kepada Felix, kakaknya. Ya, ini mengenai penyakit ‘mematikan’ yang ia derita.
“Kenapa lo baru bilang sekarang, hah? Apa lo mau mati, iya?!” Tanya Felix yang mulai emosi.
Walaupun Jennie adalah pribadi yang benar-benar menyebalkan, Felix tetap menyayanginya, menyayangi adik semata wayangnya tersebut. Jennie– ah, dia sangat berarti untuk Felix, itulah ia menahan ego-nya untuk memiliki Vandy demi Jennie. Dia benar-benar menyayangi Jennie.
Kini ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana, terlebih lagi sang adik meminta Felix agar merahasiakan mengenai penyakitnya kepada orang lain, termasuk pada keluarganya sendiri, kecuali Felix.
“Gue takut..” Jawab Jennie. Dia– benar-benar penakut.
Felix kemudian menghela nafasnya kasar lalu keluar dari ruangan itu, membanting pintunya sangat keras..
< Flashback END <
“Hanimunnya kok cepet banget?” Tanya Mamanya Jennie pas gue sama Jennie baru nyampe rumah (?) ,. disebelahnya ada Papanya Jennie.
“Kata Jennie hanimunnya disini aja, ya kan ay?” Jawab gue asal sambil nyenggol Jennie. Jennie cuma ngangguk-ngangguk doang sambil senyum, ter–paksa?
“Lagian pemandangan disini ga kalah dari hawaii sama seoul he-he.” Kata gue. Jennie’s parents kemudian terkekeh, gue juga, sementara Jennie masih dengan wajah “flat”–nya.
“Yaudah,. kalian istirahat dulu sana, pasti capek banget.” Kata Papanya Jennie. Gue kemudian ngangguk lalu ngode-ngode Jennie (?) ,.***
(Author POV)
“Istirahat aja sana,. biar aku yang nyusun barang-barangnya.” Kata Vandy sembari meraih barang-barang yang dipegang oleh Istrinya tersebut untuk ia susun di tempatnya. Tanpa menjawab kata-kata dari Suaminya tersebut, Jennie langsung melakukannya.
Keesokan paginya Felix seperti biasa menjalani rutinitas paginya, joging.
Ketika ia joging melewati taman kota, matanya tidak sengaja menangkap sosok pria, F– Felix? Pria tersebut ternyata belum kembali ke Dubai. Vandy kemudian menghampirinya.
“V– kapan lo pulang?”
Belum Vandy membuka suara, Felix membuka suara duluan.
“Semalem.” Jawab Vandy.
“Cepet banget?” Heran Felix.
“Jennie ga betahan.” asal Vandy.
Felix kemudian mengangguk-angguk sembari terkekeh.