bab 4

4.8K 559 12
                                    


*

*

Menma menangis keras saat tidak mendapati Naruto datang. Dia sudah mnunggu selama dua jam, tapi gurunya itu tak kunjung datang. Neneknya Mikoto bahkan kualahan menenangkannya,  bahkan nenek dari pihak ibunya pun sama.

" Mikoto, telfon Sasuke agar cepat pulang... Aku takut Menma kenapa-napa "

Ia menatap sang cucu yang duduk di atas sofa tengah di tenangkan oleh Minato yang berjongkok di depan sofa, dimana sang cucu duduk.

Fugaku menghela nafas berat. Ia meraih tubuh sang cucu ke gendongannya dan membawanya keluar. Cari angin katanya.

" kita tunggu papamu datang, hn? "

" Naru-nee... Menma mau nee-chan..  Hiks "

Fugaku meringis... Mana mungkin Naruto bisa datang kemari, jika orangnya saja sudah pergi jauh.

Ia membawa sang cucu ke depan kolam ikan miliknya. Tangannya tak henti-hentinya mengelus punggung sempit sang cucu.

*

*

Sasuke berlari tergopoh-gopoh memasuki kediamannya. Ia mendapat panggilan dari sang ibu jika putranya tengah menangis hebat, saat ia sedang ada pertemuan penting dan orang rumah tidak ada yang bisa menenangkannya.

" ibu? "

" dia ada di samping rumah dengan ayahmu "

Ia kemudin menggeser pintu kaca samping rumah dekat ruang keluarga. Ia bisa melihat punggung sang ayah, tangan renta itu tengah mengayun-ayun tubuh putranya. Bahkan isak tangis Menma sudah terdengar serak dan tersenggal.

Ya tuhan... Berapa lama anaknya menangis.

" Menma? "

Menma yang sejak tadi menangis dengan kepala yang di cerukkan ke pundak sang kakek, mendongak. Ia menatap sayu kearah sang ayah.

" papa ~ "

Sasuke yang tak tega, meraih tubuh sang putra ke gendongannya. Fugaku yang merasa sudah tidak di butuhkan lagi, berbalik pergi, setelah memberikan tepukan di bahu sang putra.

Fugaku yang barusaja kembali masuk, mendapati istri dan besannya yang menatapnya ingin tau.

" jangan ganggu mereka dulu "

Pria paruh baya itu merebahkan punggungnya pada sandaran sofa di samping sang istri.

" anata ?"

" hn ?"

" bagaimana jika kita.... Kita hubungi Naru-chan ?"

Manik tajam yang semula tertutup itu terbuka, dan melirik kearah sang istri yang memandangnya dengan gugub.

" jangan ganggu dia.... Ini urusan keluarga kita dan itu tak ada sangkut pautnya dengan Naruto "

Ia menatap ke sofa di seberang, dimana sang besan berada. Tatapan datar itu menusuk kearah keduanya.

" kalian ingat.... Dia bukanlah keluarga kita..  Kalian sudah membuangnya, jadi jangan ganggu dia "

Ia kembali memejamkan matanya. Mengabaikan semua orang yang tengah tertunduh sedih di sana.

*

*

Sasuke mengelus punggung sempit sang putra yang tengah tertidur karena lelah menangis. Wajah itu masih memerah dengan mata bengkak, saat ia memindahkan tubuh gembul itu berbaring di kasurnya.

duda galak samping rumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang