Day 009

56 4 0
                                    

2018.03.15
Animal
Binatang

Lisa memastikan sekali lagi semua pintu dan jendela di flatnya sudah terkunci. Sial, rutuknya. Sudah seminggu ini dia merasa diikuti oleh seseorang. Dia sudah menceritakannya pada Dave, bosnya di toko bunga seberang jalan dan lelaki itu setuju bahwa seseorang benar-benar menguntitnya. Dave pernah mendapati seorang pria berdiri di depan gedung flat Lisa, memakai hoodie gelap, bertopi dan masker hitam. Orang yang mencurigakan.

Gara-gara itu, Lisa tidak bisa tidur dengan tenang. Sesekali dia memeriksa jendelanya dan melihat ke bawah, ke jalanan yang remang. Ada beberapa mobil terparkir tapi tidak ada siapapun disana. Dia merasa lega. Mungkin penguntitnya tidak mengetahui di lantai berapa Lisa tinggal. Beruntung keamanan di gedung ini lumayan ketat. Dia hanya gelisah karena merasa harus berjaga-jaga.

Pukul dua dini hari. Lisa keluar dari kamarnya untuk minum sekaligus memeriksa keadaan sekali lagi. Dia membuka tirai jendelanya dengan takut-takut. Mengintip sedikit. Tidak ada siapa-siapa. Itu melegakan.

Tanpa menyalakan lampu, Lisa bergerak menuju dapur. Dia membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral dingin dan mencongkel sedikit kue eskrim sisa kemarin.

Saat dia menutup kulkas dan berbalik itulah, dia mencium bau yang asing seperti angin lembut yang tiba-tiba lewat di depan wajahnya. Bukan bau busuk atau anyir. Ini bau cologne pria. Sedikit aroma musky dan sitrus. Oh, Lisa tidak pernah menyukai sitrus. Jelas bebauan ini bukan berasal dari bagian manapun dari dirinya.

Bulu kuduknya meremang. Nafasnya berat dan keringat mulai membahasi punggungnya. Bagaimana jika seseorang yang bersembunyi di suatu tempat yang gelap di salah satu sudut dapurnya ini tiba-tiba membekapnya dan menghadiahinya beberapa tusukan lalu meninggalkannya mati terkapar tak berdaya?

Ini gila.

Kejadian seperti itu sudah sering terjadi pada gadis-gadis yang tinggal seorang diri di perkotaan besar. Dibunuh, dimutilasi, diperkosa atau diambil organ dalamnya untuk dijual di pasar gelap.

Lisa makin berkeringat dan gugup. Kakinya terasa terlalu berat untuk bergerak. Ya, dia masih berdiri sekaku pohon mahoni di depan kulkas, tidak tahu harus berbuat apa.

Lisa sangat yakin, siapapun penguntit mesum itu, dia pasti sedang bersembunyi di belakang Lisa, mengendap-endap dan bersiap untuk membunuh gadis malang itu jika dia berteriak.

"Aku tahu kau ada disana!" Lisa berkata dengan keberanian setipis kulit ari. Dia menjilat bibirnya yang kering, mengambil ancang-ancang untuk melarikan diri di saat genting.

Tidak ada sahutan. Tentu saja. Mana ada perampok yang menjawab saat ditanya si empunya rumah.

"Aku tidak takut padamu, dasar kau bedebah kecil! Apa maumu?" Lisa meninggikan suaranya.

Dia bersumpah mendengar seseorang tertawa mengejek. Lisa meraih pisau buah di atas konter dapurnya, menodongkannya ke sembarang tempat.

"Keluar atau aku akan membunuhmu!" ancam Lisa.

Suara tawa itu semakin nyaring, menimbulkan kengerian yang menjalar sampai ke ubun-ubun Lisa.

Dari sudut gelap di seberang Lisa, sesuatu tampak bergerak waspada. Benda yang menyerupai manusia; tinggi seperti lelaki dewasa, kurus namun tegap. Benda mirip manusia itu menekan sakelar lampu dan segera saja, sebuah teriakan penuh kengerian menghambur kesenyapan malam.

_

Lisa tidak percaya ini. Lelaki itu adalah Larry, orang yang ditemuinya di kencan buta beberapa minggu yang lalu. Lisa memutuskan untuk tidak melanjutkan kencan mereka karena Larry, yang bermata sebiru samudra itu, terlalu sempurna untuknya. Maksud Lisa, Larry lebih seperti tokoh dalam novel roman yang keluar ke kehidupan nyata.

Meraki [ Short Story Compilation ]Where stories live. Discover now