Day 013

40 3 0
                                    

2018.03.19
Menagerie
Kesayangan

Dayeon mengibas sepotong konfeti yang menempel di roknya dengan sebal. Pesta pernikahan itu sudah selesai beberapa jam yang lalu, tetapi Dayeon masih saja merasa kesal. Bahkan kepada potongan konfeti yang malang itu.

Masalahnya adalah... Shin Ayoung ---yang tidak lebih cantik darinya-- akhirnya menikah. Kim Aera juga.

Tinggal Dayeon dan Seol. Tapi Seol mungkin tidak perlu dipikirkan. Dia itu, kecuali yang melamarnya adalah Gong Yoo, dia tidak akan mau menikah. Itu keputusannya. Itu keinginannya. Dan keluarganya yang terbuka seperti orang Amerika juga tidak banyak memedulikan pilihannya. Sangat berbeda dengan situasi Dayeon.

Sebenarnya, usia Dayeon masih terbilang muda. Tiga puluh dua. Ya, usia dua puluhan sudah dia lewati dengan banyak sekali peluang untuk menikah.

Tidak, dia bukan menunggu dilamar Gong Yoo, Lee Min Ho atau Park Hae Jin. Dia hanya... merasa menikah bukanlah prioritasnya. Dia masih putri kecil keluarganya, bayi ibunya. Sampai ibunya mulai terserang penyakit ibu-ibu tetangga yang sering menjebaknya ke kencan buta atau bicara --menyindirnya-- tentang bayi-bayi lucu.

Ibunya mendadak jadi penuntut. Padahal Dayeon cuma akan menikah jika dia rasa waktunya sudah tepat, bukan karena dia merasa terdesak.

Tapi belakangan dia memang cukup kelimpungan sampai agak frustrasi. Bukan cuma ibunya, atau kakak-kakak perempuannya, melainkan juga teman-teman dekatnya. Ayoung dan Aera. Dayeon muak dengan sikap mereka yang berlebihan tentang keharusan menikah, seolah menikah adalah trofi yang harus didapatkan sebelum populasi pria muda kaya raya semakin menipis di permukaan dunia. Atau kasarnya, sebelum rahim mereka rongsok karena tidak ada yang membuahi.

Ah, Dayeon jadi ingin makan tahu untuk melunturkan kesialannya. Mereka bilang akan lebih baik kalau dia punya pacar. Setidaknya dia tidak perlu mengikuti kencan buta. Punya pacar adalah cara berinvestasi yang bagus. Untuk mencegah ibunya merecokinya di depan tetangga atau untuk membungkam mulut teman-temannya. Apalagi kalau pacarnya tampan, seperti Park Bogum.

Berkencan. Pacaran. Ya, dia akan melakukannya juga kalau dia punya waktu.

Apartemen Dayeon masih jauh, tapi kakinya sudah pegal-pegal. Ini semua gara-gara Seol diterima menjadi kartunis dan butuh tempat yang tenang untuk menggali ide, makanya Dayeon setuju saja waktu dia diajak pindah ke lingkungan ini. Kalau tahu bakal begini, dia pasti sudah menolak. Jalanannya juga agak menanjak dan jauh dari stasiun. Kalau mau ke halte, dia harus melewati lorong-lorong yang agak gelap ---tapi tenang, dalam arti bagus-- selama sepuluh menit.

Nah, coba lihat. Hidup Dayeon saja setiap hari sudah penuh perjuangan. Bagaimana dia bisa mengambil resiko terlibat dalam kehidupan orang lain --dengan menikah?

Urg, itu mengerikan.

Dayeon berjalan terbungkuk-bungkuk dan kaget setengah mati saat mendengar suara anjing menyalak di dekatnya. Dia mencari anjing itu ---untuk memakinya. Dan menemukan seekor golden retriever sedang menggonggonginya tanpa ampun dari balik pagar.

Dayeon balas berteriak. "Aku cuma lewat! Aku cuma lewat!!"

Tapi anjing itu tidak juga berhenti. Dayeon melemparkan sebuah kerikil kecil sambil menyumpah, dan anjing itu mengira Dayeon melemparkan makanan kepadanya. Binatang itu mengendus-endus, menjulurkan lidahnya untuk menjilati kerikil itu dan segera terlihat kecewa. Dia menggosokkan badannya ke pagar yang tertutup itu lalu mengeluarkan suara yang aneh seperti mau menangis.

"Oh, maaf. Aku tidak bawa makanan." kata Dayeon agak bersalah.

Anjing itu sudah berhenti menggonggong dan sekarang duduk dengan dua kaki belakangnya sambil melihat ke arah Dayeon. Anjing itu terlihat sangat kurus, walaupun bulunya cukup lebat. Dia pasti sangat lapar.

Meraki [ Short Story Compilation ]Where stories live. Discover now