"Lepas, Will!" kukibaskan lengannya yang menyeretku hingga ke lantai dua, tepatnya di depan kamarku karena dua kamar lainnya ditempati oleh William dan Leon, sementara satu kamar lagi kosong.
William berbalik dan menatapku tajam.
"Kau kenapa sih? Main seret seenaknya!" gerutuku mengusap pergelangan tanganku yang memerah,
"Kenapa kau dekat-dekat dengan Leon? Membicarakan apa?" William menyipitkan matanya penuh curiga.
"Tidak ada apa-apa. Hanya bicara hal-hal umum," jawabku mengedikkan bahu.
"Bicara hal umum? Apa harus sedekat itu? Sampai bisik-bisik segala?"
"Will? Jangan bilang kau cemburu! Benarkah? Kau cemburu pada Leon?" seringaiku. Masa iya William cemburu? Pada Leon?
"Tidak! Siapa yang cemburu? Aku hanya mengingatkanmu, Jen. Kau belum terlalu mengenal Leon. Dia memang sahabat Carlos, tapi aku sendiri belum mengetahui karakternya. Kuharap kau tidak terlalu dekat dengannya," ujar Will dengan wajah datar.
"Benar kau tidak cemburu?" ledekku mencibir.
"Untuk apa aku cemburu pada Leon? Aku hanya tidak terlalu suka jika kau dekat-dekat dengannya," sungutnya menggerutu.
"Iya iya... kau tidak cemburu. Sudah, jangan marah-marah tidak jelas begini," lucu sekali melihatnya cemburu tapi tidak mau mengaku seperti ini. Meskipun sangat menyebalkan jika mengingat ia dekat-dekat dengan pengacara itu.
"Jangan membuat pikiranku bercabang, Jen. Aku masih harus fokus pada perusahaan almarhum Carlos. Aku masih harus belajar banyak memimpin perusahaan itu, meski Leon juga ada di sana, tapi ia punya perusahaan penerbangan yang harus ia pikirkan juga," jelasnya membuatku berkedip. Sekaya apa orang-orang yang mencintai Evelyn? Carlos? Leon? Mereka semua laki-laki muda yang kaya raya!
"Apa aku membuat pikiranmu bercabang?"
"Jika kau masih terus dekat-dekat dengan Leon, ya, kau menambah beban pikiranku," jawabnya mendengus.
Kusandarkan punggungku ke pintu kamarku yang tertutup. Kutatap wajah Will.
"Aku menjadi bebanmu ya?"
"Kau tau bukan seperti itu maksudku. Saat ini memang aku harus fokus pada perusahaan yang mendadak harus kuurus. Kalau kau dekat-dekat dengan Leon, aku tidak tau ia pria seperti apa. Aku mengkhawatirkanmu," William menghela nafas. Dahinya berkerut, terlihat lelah.
Aku tersenyum mengusap kerutan di dahinya, lalu melingkarkan lenganku mengunci lehernya dan berjinjit. Kukecup bibirnya perlahan dan menempelkannya berlama-lama.
Perlahan kugerakkan bibirku. Hanya gerakan kecil, seperti kecupan-kecupan yang membuat Will kemudian meraih pinggangku dan mengeratkan pelukannya, menahan tubuhku.Bibirnya kini bergerak membalas kecupanku dengan ciuman dan akhirnya ia mengulum bibirku lebih dalam. Mendorong bibirku dengan lidahnya agar terbuka. Dan dengan senang hati aku memberikan akses agar ia bisa mengeksplorasi rongga mulutku dengan lidahnya.
Aku mendesah pelan ketika ia menurunkan jilatannya ke leherku dan mengisap kuat tepat di bawah telingaku, lalu menyusur hingga ke leher depan turun sampai tulang selangkaku.
"Kiss me more, Will," pintaku serak.
William menggeram, meraih bibirku lagi, bersamaan tangannya meraih belakang pahaku, menariknya hingga kedua kakiku melingkari pinggangnya. William mendorongku sambil membuka pintu kamarku, menutup dengan kakinya, lalu membaringkanku di atas ranjang.
"Uhh... kau membuatku gila, Jen," geramnya sebelum kembali membungkamku dengan bibirnya. Tangannya menyusuri pinggang, perut dan naik ke dadaku, meremas pelan dari luar pakaianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Senior (Sudah Terbit)
RomansaWARNING 21++ LAPAK DEWASA JUST FOR ADULT. NOT FOR CHILDS ANAK KECIL DILARANG MENDEKAT! MENDING BIKIN PR DAN BELAJAR DULU BIAR SEKOLAHNYA PINTER. SOAL GINIAN MAH PASTI NANTI ADA WAKTUNYA SENDIRI. BIKIN SIM DULU... NONTON TOM AND JERRY KAN LEBIH BAI...