London In Love

350 4 0
                                    

Chapter 1: Prologue

Malam ini sangat cerah. Bintang bertaburan diangkasa menerangi malam. Aroma tanah yang bercampur air hujan masih terasa. Ya, sore tadi hujan mengguyur kota Jakarta dengan kapasitas sedang.

Seorang perempuan terlihat sedang asik melihat-lihat album foto keluarganya bersama dengan wanita paruh baya disampingnya, yang tak lain adalah Mama nya sendiri. Ia menceritakan kepada anaknya tentang masa kecil nya hingga sekarang ia dewasa.

“Tasha lucu ya, ma, waktu kecil.” Pujinya pada diri sendiri. Agak narsis sih memang, tapi, ya memang begitu adanya. Mamanya tersenyum dan membelai kepala putri bungsunya dengan sayang.

“Liat deh, ma, Kak Vanno tuh emang udah jail dari dulu. Masa pipi aku dikasih tepung kayak gini sih.” Lagi, ia berkomentar tentang foto yang ia lihat. Didalam foto itu, terlihat seorang perempuan berusia tiga tahun sedang cemberut sambil mendelik sebal kearah Kakak laki-lakinya yang sedang tertawa. Muka anak perempuan itu putih, penuh dengan tepung.

Kaina—Mama perempuan bernama Tasha itu hanya tersenyum menanggapi setiap komentar yang putrinya lontarkan. Sejujurnya, ia sedang memikirkan tentang hari esok. Hari dimana putri bungsunya akan pergi ke London, Inggris untuk melanjutkan pendidikannya. Masih ada rasa khawatir untuk membiarkan anaknya pergi dan menetap disana seorang diri.

Tanpa sadar, air mata mengalir dari kedua matanya dan jatuh tepat diatas lengan Tasha. Ia cukup terkejut melihat ada setitik air menetes dari atas. Ngga mungkin air hujan kan? Jelas-jelas hujannya udah berenti daritadi. Terus apa dong? Batinnya. Jangan-jangan...

Ia mendongakan kepalanya untuk melihat sang Mama. Dan benar saja, mata wanita itu basah, tapi, masih tetap ada senyuman di bibirnya. Tasha segera bangun dari posisi tengkurapnya dan memposisikan dirinya duduk disebelah Mama nya.

Ditatapnya mata cokelat Mama nya. “Mama kenapa nangis? Tasha bawel ya daritadi ngomentarin foto mulu?” Mama nya menggeleng. Masih dengan senyuman diwajahnya. “Terus kenapa dong? Kalo Tasha salah, Tasha minta maaf ya, Mama jangan nangis.”

Kaina membelai rambut anaknya, “Tasha ngga salah kok. Mama Cuma ... Cuma terharu aja. Putri kecil Mama sekarang sudah besar. Sudah lulus SMA dan besok akan pergi ninggalin Mama. Ke beda negara dan benua pula.”

Tasha menjadi cemberut mendengar ucapan Mama nya. Ia menjadi sedih dan ragu akan keputusannya untuk kuliah di Inggris. “Ah, Mama, Tasha jadi ikutan sedih kan. Tasha kan pergi kesana untuk kuliah, Ma, bukan untuk jalan-jalan.”

“Mama tau, sayang. Cuma ... Mama khawatir sama kamu. Nanti kalau terjadi sesuatu disana sama kamu gimana? Kalau kamu sakit, siapa yang akan ngerawat kamu nanti?”

“Mama ngga usah khawatir, Tasha udah besar Ma, udah bisa jaga diri Tasha sendiri. Mama percaya kan sama Tasha?”

Mama Tasha menghela nafas, lalu menganggukan kepala. “Iya, Mama percaya kok sama kamu. Asal kamu jangan macam-macam disana dan jaga kepercayaan Mama.”

Tasha mengangguk semangat dan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya ke udara, membentuk huruf V. “Tasha janji, Ma.” Lalu Tasha menghapus sisa air mata yang membasahi pipi Mama nya.

“Iyaudah, sekarang kamu tidur gih, besok kamu telat bangun loh.” Tasha mengangguk dan segera membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur. Mama Tasha menarik selimut sampai dadanya. Mengecup dahinya lama.

“Good night, sweetheart.”

“Good night, Mama.”

**

Keesokan harinya...

“Dek, udah siap semuanya?” Seorang laki-laki dengan berpakaian rapih masuk kedalam kamar Tasha.

Tasha mendongakan kepalanya dan menatap Kakak laki-laki nya sudah berdiri di depan pintu kamarnya. “Udah kok, Kak. Tunggu ya.” Tasha menghela nafas sedih, lalu berdiri dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Vanno. “Jangan sedih gitu dong, Dek. Ini kan emang keinginan lo kuliah di luar negeri, iya kan?”

“Iya sih Kak, Cuma sedih aja. Kamar ini jadi kosong deh. Awas ya lo kalo ngeberantakin kamar gue selama gue ngga ada.” Ancam Tasha kepada Kakaknya. Sedangkan Vanno tertawa geli melihat tampang marah Adiknya.

Lalu ia menarik Tasha kedalam pelukannya. “Gue bakal kangen banget sama kebawelan lo itu, Sha.” Katanya, lalu mengacak rambut Tasha.

Tasha mempererat pelukan pada Kakaknya itu dan membuat Vanno terkekeh. “Nanti ngga ada yang gue jailin lagi deh.” Dan Tasha langsung menghadiahi dengan cubitan disekitar perut Vanno dan membuatnya meringis. Bukan Vanno yang meringis, melainkan Tasha. Karena perut Vanno yang keras dan tidak mempan dicubit.

“Tuh perut keras banget sih kayak batu.” Cibirnya membuat Vanno kembali tertawa. Tasha mendengus kesal karena ia selalu ditertawakan oleh Kakaknya.

“VANNO, TASHA, UDAH BELUM? AYO KITA BERANGKAT, NANTI KETINGGALAN PESAWAT! MAMA NGGA MAU YA NGEJAR-NGEJAR PESAWAT NANTINYA.” Teriak Mamanya dari bawah. Tasha dan Vanno tertawa mendengar ucapan Mama nya.

Ngejar pesawat? Tasha juga ngga mau kali, Ma. Batin Tasha geli.

Vanno menarik tangan Adiknya untuk turun ke bawah menemui Mama nya. Di ruang tamu, Mama nya terlihat sedang mengobrol dengan seorang perempuan seumuran dengan Tasha dan seorang perempuan lagi yang seumuran dengan Vanno.

Kedua Kakak beradik itu pun segera menghampiri mereka bertiga. “Nah, itu mereka udah dateng tante.” Seru salah satunya. Membuat Mama nya menoleh kepada kedua anaknya. “Ngapain aja sih diatas? Lama banget.” Seru Mama nya sebal.

Vanno terkekeh melihat raut wajah Mama nya yang merengut kesal. “Tasha ngejampe-jampe kamarnya dulu Ma, biar ngga ilang.”

“Eh? Emang siapa yang mau ngambil kamar kamu coba, Sha? Ada-ada aja sih.” Lalu pecahlah tawa dari keempatnya. “Mama ih, percaya aja sama omongan Kak Vanno.”

“Udah deh, mending sekarang kita berangkat aja. Gue ngga mau ya ngejar-ngejar pesawat nanti.” Kata Tere—sahabat Tasha—dengan nada geli dikalimat terakhir.

“OH IYA? Ayok kita berangkat! Mama juga ngga mau ngejar-ngejar pesawat nantinya. AYOK CEPET!” dengan agak berlari, Mama Tasha keluar dari rumah menuju mobil mereka yang sudah siap di halaman depan.

Melihat tingkah Mama Tasha, membuat mereka berempat tertawa. “Nyokap lo, Sha, Sha.”

“Ada-ada aja sih, tante.”

Tasha hanya tersenyum. Gue bakal kangen suasana kayak gini disana. Batinnya sedih.

***

Niatnya sih pengen gaya-gaya gitu kayak cerita-cerita yang lain pada buat Prologue segala, padahal mah ngga bisa buatnya ahahaha

Jadinya, ya, begini lah, abstrak wkwk

Ini cerita London In Love yang baru, yang lama udah gue musnahin. Ngga tau deh bagus atau ngga, ada yang suka atau ngga ahahah Alur ceritanya bener-bener diubah. Semoga ada yang suka lah ya, kalo ngga ya, paling cuma jadi file aja di dokumen wkwk

Leave vomments guys! :)

London In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang