Chapter 2: First Meet

75 4 1
                                    

Chapter 2: First Meet

Tasha POV

“Pesawat dengan tujuan Indonesia-Inggris akan segera lepas landas, bagi para penumpang harap segera memasuki pesawat.”

Suara petugas bandara yang memberitahu bahwa pesawat ku akan segera terbang terdengar. Aku segera berdiri dari duduk ku. Mama, Kak Vanno, Tere dan Kak Andin, menatap ku dengan tatapan yang berbeda-beda.

“O-kay, Tasha harus segera berangkat sekarang.” ucap ku. Walaupun agak sedih sih karena harus meninggalkan Indonesia dan orang-orang didalamnya. Tapi, mau bagaimana lagi? Seperti kata Kak Vanno tadi, ini semua sudah menjadi keinginanku sejak dulu.

Tere memeluk ku dengan erat. Aku bisa mendengar isakan kecil yang keluar dari mulutnya. Uh-oh, sahabat ku menangis. Aku mengelus punggungnya lembut dan itu malah membuatnya semakin terisak.

“Tere, udah ah. Jangan nangis, nanti gue ikutan sedih.” Bisik ku. Tere menarik tubuhnya dariku. Bisa ku lihat bahwa pipi nya basah karena air mata. “Pokoknya, lo harus jaga diri lo baik-baik. Setelah sampai sana lo harus segera hubungin gue. Lo juga harus selalu on Skype, update Twitter, Facebook, Path, Instagram, semuanyaaaaa”

“Iya, iya, lo tenang aja. Gue selalu inget kok, lo udah bilang itu berkali-kali.”

Tere menghapus air mata nya dan tersenyum kearahku. “Oh, iya, satu lagi, kalo lo ketemu One Direction, lo harus bilang sama gue dan suruh mereka memfollowback gue, ok? Ehehehe” Cengirnya saat aku memberinya tatapan tajam. “Ah ilah, itu mulu lo. Iya, iya gue inget semuanya Tere.”

Lalu aku beralih pada Kakak ku satu-satunya yang sudah merentangkan kedua tangannya di hadapan ku. Aku segera berhamburan kepelukannya. “Jaga diri baik-baik ya, Dek. Hubungin Kakak selalu. Jangan macem-macem, Dek, disana. Ingat negara orang. Lo sendirian pula.” Aku mengangguk dalam pelukan Kak Vanno. “Iya, Kak, aku inget semua pesan Kakak.”

Aku menarik diriku dan berdiri menatap Kak Vanno. “Kakak juga jangan nakal di rumah. Jagain Mama sama Papa, kalo ada apa-apa jangan lupa kasih tau gue.” Kak Vanno tersenyum dan mengacak-acak rambut ku.

Aku beralih pada Kak Andin—calon Kakak Ipar ku—yang sedang tersenyum kepada ku dengan mata yang berkaca-kaca. Aku langsung memeluknya. “Jaga diri ya sayang, belajar yang bener. Jangan sampai ikut-ikutan pergaulan disana ya.” Aku melepaskan pelukan kami.

“Iya, Kak. Kakak juga baik-baik ya sama Kak Vanno. Kalo dia bandel, jewer aja kupingnya atau ngga tarik aja idungnya. Asal jangan cubit perutnya, keras.” ucapku dan membuat Kak Andin terkekeh, tapi tetap mengangguk. Aku melirik ke arah Kak Vanno yang sudah menatap ku tajam. Ku julurkan lidah ku kearahnya.

Kini giliran ku dengan Mama ku tersayang yang sedaritadi diam saja. Langsung saja aku memeluk beliau erat, sangat erat malah. Mama pun membalas pelukan ku tidak kalah eratnya. “Duh, Mama bingung mau bilang apa lagi. Abisnya semuanya udah dibilangin sama mereka huuhh.” Aku terkekeh mendengar ucapan Mama yang terdengar kesal. Duh, Mama ku ini. “Pokoknya kamu jangan macam-macam aja disana. Ingat kami selalu disini menyayangimu.”

“Iya, Ma, iya. Tasha ingat kok. Tasha juga sayang sama Mama dan semuanya selalu dan selamanya.” Aku pun melepaskan pelukan kami saat panggilan kedua terdengar. “Tasha pergi dulu, ya, Ma, Kak Vanno, Kak Andin, Tere. Jaga diri kalian semua disini. I will miss you. I love you, always and forever.”

Lalu aku berjalan perlahan menjauh dari mereka sambil melambaikan tangan ku. Sesekali aku menengok kebelakang dan melihat mereka yang masih melambaikan tangannya kepada ku sambil tersenyum dan aku pun membalas senyuman mereka. Tiba ditempat pemeriksaan tiket, aku kembali menoleh kebelakang dan mendapati mereka masih disana. Sekali lagi aku melampaikan tanganku sambil tersenyum. Lalu melangkah menuju pesawat.

Selamat tinggal Indonesia, sampai jumpa beberapa tahun lagi.

**

Heathrow Airport, London, Inggris.

Setelah menempuh perjalanan berjam-jam lamanya, akhirnya aku sampai juga di bandar udara International yang terkenal di London ini. Hah, sangat melelahkan sekali.

Tiba-tiba saja aku mendengar ponsel ku berdering. Segera saja aku mengambilnya didalam tas dan melihat siapa penelpon pertama ku di Inggris.

Papa calling...

Oh, Papa, aku kira siapa.

“Hallo?”

“Hallo, sunshine. Where are you?”

“Aku baru saja turun dari pesawat, Pa. Kenapa?” tanya ku.

“Oh, ngga, Cuma mau ngasih tau aja. Papa udah nunggu kamu di pintu keluar ya, kamu cepatan kesini, Papa udah laper nih.” Bisa aku rasakan kalau Papa disana sedang nyengir-nyengir ngga jelas.

Dengan handphone masih menempel dikuping, aku berjalan cepat menuju pintu keluar, dimana Papa sudah menungguku.

“Yailah, Papa, aku kira kenapa. Oh, iya, emang sekarang jam berapa, Pa? Jam ku masih settingan Indonesia nih.”

“Ini sudah jam 1 siang waktu London sayang. Yaudah, cepetan ya kamu kesini. Papa udah laper banget. Bye, sayang.”

Bye, Papa.” Klik. Sambungan telpon terputus.

Saat aku sedang memasukan ponselku, tiba-tiba saja ada yang menabrak ku dengan cukup keras dan membuat ku mendaratkan bokong ku degan cantik ke lantai.

Aw, sakit.

“Kalau jalan lihat ke depan jangan menunduk. Memangnya jalannya dibawah.” Omel orang yang menabrak ku itu. Kalau dari suaranya sih, sepertinya dia ini seorang laki-laki

Aku mendongak untuk melihat laki-laki-yang-sudah-menabrakku. Aku melongo menatapnya. OMG! Aku ngga salah liatkan? Mata ku ngga katarak kan? Aku mengerjapkan mata ku berkali-kali. Meneliti setiap inchi wajah laki-laki tampan didepanku.

“Za-Zayn?” tanya ku memastikan.

“Ck, seorang fans ternyata. Kau sengaja ya menabrakkan diri agar aku melihat mu, huh?” Lalu setelahnya ia pergi meninggalkan ku yang kembali melongo seperti orang bodoh.

Hei, dia sudah menabrak ku dan tidak meminta maaf? Malah mengataiku sengaja menabrakkan diri agar dilihat olehnya? Sombong sekali artis itu. Ugh, tapi, bagaimana pun juga dia tetap menjadi Idola ku.

“Cih, dasar artis.” Seakan tersadar, aku mengalihkan pandanganku kesekeliling. Semua orang sedang memandangku penuh arti. Apalagi segerombolan perempuan yang seusia dengan ku dan dengan terang-terangan menatap ku sinis.

Kalian iri dengan ku karena berhasil menabrakan diri dengan idola kalian? Cih.

Aku mendengus dan segera pergi dari tempat kejadian itu. Segera menemui Papa sebelum orang tua itu mencak-mencak padaku.

**

Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang apartement, setibanya aku di apartement baru ku di London. Setelah dari bandara tadi, Papa mengajak ku makan disalah satu restaurant yang cukup terkenal di London. Dan setelahnya, bukannya mengajak ku istirahat, Papa malah mengajak ku keliling London. Kata Papa, biar aku hafal semua tempat disini. Yakali, badan udah remuk, mana fokus merhatiin jalan. Sekarang Papa sedang istirahat di kamar sebelah kamar ku di apartemen ini.

Ternyata Papa membelikan apartement yang memiliki dua kamar tidur, agar kalau Papa sedang dinas di London, beliau tidak usah buang-buang uang untuk menyewa kamar hotel. Tinggal pergi ke apartemen ku dan selesai. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya mendengar alasan Papa itu.

Saat aku ingin memejamkan mata ku, terdengar teriakan Papa dari kamar sebelah.

“TASHA, MAMA KAMU MAU BICARA NIH SAMA KAMU. KESINI CEPET!”

Dengan langkah gontai aku menghampiri Papa.

**

Tau kok kalo ini absurb banget wkwk

Tapi, yaudah lah ya~

London In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang