Chapter 3: Oxford University

58 6 2
                                    

Chapter 3: Oxford University

Tasha POV

Aku mengerang saat tubuhku terguncang. Eh? Terguncang? Apa ada gempa di London?

Aku berusaha membuka mata ku. Tapi, sinar matahari yang masuk melalui jendela kamar ku langsung menyilaukan penglihatan ku. Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum mata ku terbuka sempurna.

Aku menatap sekeliling kamar. Warna dinding, tata barang, semuanya terasa asing di mata ku. Satu yang baru aku sadari. Sekarang aku sudah tidak berada di kamar ku lagi. Aku sudah berada di London sekarang.

Berarti ini pagi pertama ku di London? Duh, aku tidak mau melewatkan pagi pertama yang cerah di London. Karena sangking terburu-burunya, kaki ku dengan sukses membentur nakas yang berada di kamar ku.

“Adaaaww!” ringis ku. Salam pagi yang baik untuk hari ini.

Aku mendengar suara pintu terbuka, lalu terdengar suara seorang pria yang sangat ku hafal. “Aduh, sayang, kamu kenapa?” tanya orang itu. Benarkan dugaan ku, pasti Papa. Yaiyalah, siapa lagi pria di apartement ku selain Papa.

“Kaki ku terbentur nakas, Pa, sakiiiiittt.” Rengek ku pada Papa. Kebiasaan ku sejak kecil kalau aku terjatuh atau terluka. Papa jongkok dihadapan ku dan melihat kaki ku. “Kamu sih grasak-grusuk aja. Coba sini Papa liat.” Aku melihat kaki ku sebentar. “Oh, ini sih ngga apa-apa, Cuma merah doang, nanti juga ilang.”

Udah? Cuma gitu doang? Tanpa sadar aku mendengus. “Sakiiitt, Paaaaa” rengek ku lagi. Hihihi sekarang giliran Papa yang mendengus. Aku tau, Papa pasti akan melakukan kebiasannya.

Cup.

“Tuh, udah Papa cium lukanya, biar cepet sembuh.” Benarkan tebakan ku. Hahaha.

Aku hanya nyengir-nyengir lucu sambil mengedipkan mata ku kepada Papa. Beliau hanya menggelengkan kepalanya dan keluar dari kamar ku. Aku menyusul Papa dari belakang. Ia masuk kedalam kamarnya dan langsung menutup pintunya tepat didepan wajah ku dan mengunci. Ahahaha Papa ku satu itu memang ajaib.

Aku berjalan menuju dapur yang jadi satu dengan ruang makan. Diatas meja makan, sudah tersedia dua piring yang masing-masing berisi satu sandwich. Segelas susu cokelat dan segelas orang juice disebelah piring satunya. Ah, pasti Papa yang menyiapkan semua ini.

Aku segera duduk di hadapan sepiring sandwich dengan segelas susu sebagai pasangannya. Nah, sandwich aja punya pasangan, masa aku ngga? Haaa, aku terkikik geli. Bisa-bisanya otak ku terkontaminasi dengan iklan-iklan yang tayang di Indonesia.

“Makan sarapannya, jangan diliatin terus.” Tiba-tiba saja Papa sudah duduk dikursi sebrangku. Eh? Sejak kapan Papa masuk ke dapur? “Makanya, jangan ngelamun terus, sampe ngga sadarkan kalo Papa nya yang ganteng ini udah ada disini?”

Untuk kesekian kalinya dipagi yang cerah ini aku mendengus. Tuhkan benar kata ku, Papa ku yang satu ini ajaib. Tanpa menjawab pertanyaan Papa, aku memakan sandwich ku. Aku melirik ke arah Papa dan ia pun mulai makan dengan tenang.

“Papa balik ke Indonesia hari ini.”

Pernyataan Papa barusan membuat ku tersedak dengan daging yang aku makan. Kalian harus tau, kalau biasanya sandwich itu ada sayurannya, tapi, di sandwich ku kali ini tidak ada sama sekali. Karena apa? Karena aku tidak suka sayuran. Catat itu.

Aku segera meminum susu yang ada disebelah piringku. “Makanya, kalo makan itu pelan-pelan Tasha.”

“Papa kenapa ngga bilang sih kalo mau pulang? Mendadak banget.” tanya ku setelah meminum setengah gelas susu cokelat ku. “Loh? Kan memang seharusnya Papa pulang hari ini. Ngga sih, sebenernya Papa pulang kemarin pas kamu datang. Jadi, Papa ulur sekarang deh pulangnya.”

London In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang