lima

870 70 11
                                    

Matahari kembali ke peraduan.
Kini sang rembulan beringsut datang perlahan. Seorang wanita paruh baya dengan rambut acak-acakan, baju lusuh, wajah pucat pasi dan tatapan yang kosong melihat ke arah jalanan yang ramai dipenuhi orang-orang yang berlalu lalang.

Ia duduk bersimpuh dengan beralaskan kertas karton yang ditemukannya di tempat pembuangan sampah.

Gelandangan. Begitulah panggilan yang melekat pada wanita itu sejak lima belas tahun terakhir.

Setelah ia memutuskan untuk keluar dari istana megah milik mantan suaminya yang kini telah direbut oleh seorang wanita pelakor yang membuat rumah tangganya hancur.

Bahkan anak kandungnya sendiri diambil paksa oleh sang mantan suami sebelum ia hendak pergi dari istana megah itu.
Ia keluar dari rumah itu saat buah hatinya masih berusia dua tahun.

Kebahagiaannya secepat kilat direnggut oleh seorang pelakor yang biadab itu.

Kekosongan hati dan hidup sebatang kara membuatnya hilang akal (gila).

Kesedihan yang mendalam membuat dirinya tak sanggup menjalani hidup.

Sementara di sebuah rumah megah bernuansa klasik seorang wanita berpakaian minim sibuk menikmati sebotol Wine dengan seorang pria muda yang tampan wajahnya murung. Ia menatap nanar figura foto seorang anak perempuan cantik yang terpajang di dinding rumah itu.

"Anakku!. Kenapa kau terlihat murung?". Wanita itu bertanya.

"Tak apa ibu. Aku baik-baik saja. Hanya saja aku merindukan dirinya!" jawab Anak laki-laki itu sambil menunjuk figura foto yang berada di depan dinding tempat ia duduk.

"Sudah!! .Kau tidak perlu buang-buang waktu untuk merindukan anak pembawa sial itu!!!" hardik wanita itu.

"Tapi ibu. Dia juga adikku. Wajar bila aku merindukan mendiang adikku" balas pria muda itu tulus, matanya berkaca-kaca.

"Dia bukan adik kandungmu!!!" kata wanita itu sarkatis.
Gelas berisi wine ditangannya tadi dilemparnya hingga beling-beling itu berderai di lantai.

"Sudah dua tahun bu! Apakah ibu tak merasa sedih ataupun kehilangan Lania?. Aku dan dia memang bukan saudara sedarah. Tapi aku tulus menyayanginya bu!" ucap remaja pria itu tulus.

Ia duduk bergeser mendekati wanita itu dan meraih tangannya
Digenggam erat tangan ibunya itu lembut sambil berlutut.

"Bu, aku mohon beritahu dimana pusara Liliana. Aku ingin mengunjungi makamnya" Pria muda itu bertanya lembut.

Sementara wanita itu hanya diam dan menatap mata pria muda itu sayu.

"Lupakanlah dia!. Dia tak akan bisa kau datangi!" jawab wanita itu.Sambil melepas genggaman pria itu.

Pria muda itu tersenyum kecut.

"Sekarang aku sungguh menyesal karena telah setuju waktu itu untuk sekolah di Canada. Kalau aku tahu setelah kepergianku aku akan kehilangan adikku aku tidak akan mau menyetujui keinginan ibu!" ucap pria itu lantang.

"Aku melakukan semuanya sampai sejauh ini hanya untuk kebahagiaanmu. Anakku!" ucap wanita itu lirih.

"Tapi kenapa ibu sampai se-tega itu membunuhnya!!!" teriak pria itu marah.

"Kenapa bu!?". Bulir bening itu jatuh membasahi pipinya.

Wanita itu terdiam kaku. Ia terkejut bagaimana bisa anak laki-lakinya ini tau tentang apa yang telah ia lakukan.

"Ternyata benar ucapan Pak Sadip. Ibu telah membunuhnya!"

"K-kau darimana k-kau tahu?" ucap wanita itu terbata-bata.

"Aku mengetahuinya dari Pak Sadip. Mantan supir kita!" jawab Pria muda itu sedih.

"Ibu mengajaknya jalan-jalan melihat bintang diperbukitan lalu ibu mendorongnya sampai ia jatuh ke jurang kan?!!" kata Pria itu dengan amarah yang kini telah memuncak.

"Aku menemui Pak Sadip dua hari lalu. Untuk menanyakan kenapa ia mengundurkan diri" kata Pria itu menjelaskan.

"Kalau ibu pikir, aku akan bahagia dengan semua harta ini ibu salah besar. Aku tidak menginginkan semua harta ini bu. Yang aku inginkan adalah keluarga yang utuh dan bahagia!" ucap remaja pria itu.

Wanita itu menangis tersedu-sedu.

***

"Oi Nakhun!".

"Hm". Nakhun berdehem pelan.

"Kapan kita akan pulang?. Aku sudah lapar!" tanya Anna lemas.

"Apa kau bilang tadi. 'Kita'?" Nakhun terkekeh pelan.

"Iya. Kita. Aku dan kau!" balas Anna kesal.

"Dan kau bilang kau lapar?" tanya Nakhun heran.

"Hum. Iya aku sudah lapar!" jawab Anna malas.

"Kau itu seorang arwah Anna. Kau tidak bisa makan atau minum apapun!" ucap Nakhun.

"Aku bisa melakukannya!" balas Anna.

"Bagaimana bisa. Arwah seperti kau makan?" tanya Nakhun heran.

"Aku makan bukan dengan mengunyah makanan itu. Tetapi aku bisa merasa kenyang hanya dengan mencium aromanya saja" kata Anna menjelaskan.

Arwah gentayangan yang aneh. Baru kali ini aku bertemu dengan arwah selucu dan seunik dia.
Seorang arwah minta makan?
Hahaha.Sungguh lucu.

"Kenapa kau tersenyum?" tanya Anna karena ia melihat senyum
-an manis milik Nakhun.

"Bukan apa-apa. Ayo kita pulang dan makan!" ajak Nakhun sembari menutup buku-buku yang ia baca sedari tadi.

Bersambung...

Jangan lupa vote dan komen nya yaaa readers 😊😘








Beautiful ghostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang