1 . D - Jason

7.4K 739 33
                                    

"Kau sedang apa?" tanyaku pada Chad yang sedang menulis daftar. Satu hal yang menjadi karakter sobatku yang satu itu adalah ia selalu menulis daftar.

"Kecuali kau mau membantuku, kau boleh bicara," gumam Chad tanpa menatapku. Matanya memandang ke arah lain seolah pikirannya melayang. Ia mengetukkan pena ke meja besi hingga bunyinya luar biasa mengganggu. "Menurutmu, apa yang Hilda sukai?"

Pertanyaan macam apa itu? Menurutnya aku tahu apa yang Hilda sukai? Aku sering melihat Hilda di toko roti milik kakak ipar Emily, tapi aku ragu makanan favorit Hilda adalah roti. "Aku tidak tahu."

"Hilda suka teh hijau. Kau tahu itu?"

"Tidak."

Chad tersenyum bangga. "Aku tahu."

Aku tidak bertanya bagaimana ia bisa tahu. Aku menyambar kertasnya dan di sana telah tertulis tujuh poin tentang Apa saja yang Disukai Hilda Abelard. "Bung, kau baru mengenalnya selama kurang dari tiga puluh enam jam."

"Sebenarnya, tiga puluh tujuh jam." Chad nyengir. "Maaf mengecewakanmu, Jace."

"Jangan panggil aku Jace," dengusku. "Kubunuh kau."

Chad kembali menyambar kertas dan berpikir.

"Aku tak mengerti mengapa kau melakukan itu," tukasku.

Chad menurunkan penanya lagi dan menatapku dengan serius. "Kurasa aku tahu apa yang terjadi padaku, Jason. Aku... sedang jatuh cinta pada Hilda Abelard."

Aku yakin mulutku sempat terbuka beberapa saat. "Kau... gila? Kau baru mengenalnya kurang dari tiga hari. Bukan berarti karena dia jadi pasangan kencanmu malam ini, itu artinya kau jatuh cinta. Kita bukan lagi anak ingusan yang jatuh cinta setiap saat."

"Aku tidak jatuh cinta setiap saat. Aku hanya jatuh cinta pada Hilda."

Terkadang aku bingung pada diriku yang masih saja mau berteman dengannya. "Faktanya, Hilda lebih tua darimu. Aku tak yakin Hilda punya perasaan yang sama denganmu." Aku ingin menambahkan, jangan patah hati nanti, tapi aku mengurungkannya. Aku belum pernah melihat Chad seperti ini terhadap seorang gadis.

"Kau tak tahu." Chad tersenyum penuh arti dan mengapa senyum itu membuatku merinding. "Aku akan membuat Hilda jatuh cinta padaku. Tambahan: setengah mati."

Sementara aku, setengah mati tak mengerti dirimu, sobat. Lagi-lagi aku tak mengutarakan itu.

Aku menyesap sodaku dan kembali memandang pintu masuk kafetaria. Emily seharusnya berada di sini pada jam ini. Hari ini kuperkirakan ia akan kemari bersama Hilda, karena itulah yang terjadi setiap hari Jum'at. Itu sebabnya Chad bersemangat ikut denganku duduk di sini. Ia bahkan berpikir sambil menatap pintu, menanti kehadiran Hilda.

"Kau tahu apa yang berbeda dari Hilda?" tanya Chad padaku.

Aku menatapnya―lagi-lagi dengan keprihatinan. Sungguh Chad bukan seorang yang berpengalaman soal ini.

Namun demikian, Chad terus tersenyum seolah ia sedang berada di hadapan Hilda. Kuyakin gadis pirang itu ada dalam benaknya. "Aku menghargai hal-hal sepele, Jace. Segala sesuatu yang dianggap orang tidak penting. Dan Hilda juga demikian. Kurasa kami cocok."

Aku mengangguk saja. "Tapi aku benar-benar siap membunuhmu jika kau memanggilku Jace lagi." Aku menepuk bahunya sedikit kasar. "Semoga berhasil dengan Hilda. Taklukan dia malam ini."

Chad merona dan menulis: taklukan Hilda malam ini di kertasnya.

Kemudian orang yang sedang kami bicarakan sudah berdiri di depan kami dan mengambil tempat seraya menghela napas. "Hai, Jason. Hai, Chaddy."

FIGHT FORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang