"Pernah sakit, tapi tak pernah sesakit ini. Karena pernah cinta, tapi tak pernah sedalam ini"
***
Semalam, Alex bilang dia tidak bisa berangkat dengan Onna karna ingin menjemput Resa. Cindy juga katanya berangkat bareng Steve. Yasudahlah, Onna bisa naik angkutan umum kan?
Onna berjalan menuju jalan raya. Di daerah komplek nya jarang sekali angkutan umum lewat. Jadi Onna memutuskan untuk menunggunya didepan jalan.
Onna menyerit saat mobil berwarna hitam melaju kepinggir, lebih tepatnya didepan Onna. Onna terkejut saat melihat Gifan yang ada dibalik kemudi.
"Lo ngapain disitu,Na?" Tanya Gifan.
"Nungguin angkot." jawab Onna.
Gifan menaikkan sebelah alisnya, "Emang Alex kemana? Gak sekolah?"
Onna menggeleng pelan, "bareng kak Resa,katanya."
"Lah si anjir tuh bocah." Gifan menatap Onna.
"Bareng gue aja yuk?" Tawar Gifan.
Onna tampak berpikir. Tapi tidak ada salahnya kan? Mereka searah ini.
Onna mengangguk. "Boleh deh."
Gifan tersenyum. Onna membuka pintu mobil yang disebelah kemudi lalu masuk kedalam. Gifan pun melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.
Setelah sampai diparkiran dan mematikan mesinnya. Gifan pun turun diikuti Onna.
"Makasih ya,Fan. Udah ditebengin,hehe."
Mereka berjalan beriringan.
"Santai aja kali."
Mereka memasuki kelas dan langsung duduk ditempat masing-masing.
----------
Onna berjalan menuju kantin,sendiri. Iya, hanya sendiri. Cindy bersama Steve. Sedangkan Alex? Dia tidak tahu kemana lelaki itu pergi. Saat bel berbunyi, Alex langsung melesat keluar kelas.
Onna mencari tempat yang kosong, tapi tidak ada. Akhirnya Onna hanya membeli es teh manis dan kembali ke kelas.
Saat berjalan di koridor, banyak murid-murid berlarian menuju taman belakang. Onna menyerit bingung. Dia memberhentikan salah satu murid yang ia tahu namanya Sisi.
"Ada apa si? Kok pada lari-larian?" Tanya Onna.
"Itu ,Alex nembak kak Resa!" Seru Sisi lalu langsung kembali berlari.
Tubuh Onna menegang saat itu juga. Dia terdiam di koridor yang sudah mulai sepi, karna hampir seluruh murid pergi ke taman belakang. Mengingat Alex yang cukup terkenal.
Ingin dia melihat kejadian itu. Tapi hati kecil nya menolak keras. Onna menundukkan kepalanya. Lalu berjalan pelan menuju kelas. Di kelas, hanya ada dirinya. Dia pun duduk di bangku nya. Menenggelamkan wajahnya dilipatan tangan di atas meja.
Satu persatu air matanya menetes. Tidak bersuara, hanya air mata. Susana yang sunyi membuat Onna semakin bebas menurunkan air mata sepuasnya.
Sampai suara derap langkah membuat Onna mengangkat kepalanya lalu menyeka kasar air matanya. Teman-temannya sudah mulai memasuki kelas.
Onna mengalihkan perhatiannya saat Alex masuk kelas dengan meminum es teh manis nya yang masih ada setengah.
"Na!" Alex menepuk pundak Onna.
Onna pun menoleh sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Gue se-- eh kok mata lo sembab si." Alex menatap Onna panik.
"Siapa yang udah buat lo nangis? Bilang sama gue biar gue hajar tuh orang."
Lo lex, lo yang bikin gue nangis. -batin Onna.
Onna hanya menggeleng pelan. "Gue cuma kangen mama kok." alibi Onna.
Alex menghela nafas. Lalu senyum lebar kembali tercetak diwajahnya. Dia menggenggam kedua tangan Onna.
"Gue udah resmi jadian,Na!"
Onna mencoba untuk tersenyum lebar. Walau matanya menggambarkan kesedihan.
"Wah! Bagus dong. Sama kak Resa pasti ya?" Tanya Onna.
Alex menyengir. "Iya dong! Hehe."
"Selamat ya!" Onna mengulurkan tangannya.
"Makasih, Onna ku sayang." Alex menerima uluran tangan itu.
"Jangan lupa pj! Hehe."
"Siap kapten!"
----------
Lagi, Onna menangis, lagi. Kamar ini, menjadi saksi bisu tangisan Onna. Sudah hampir setengah jam Onna menangis. Dia meremas selimut bergambar panda, menyalurkan rasa sakitnya.
Dia mengabaikan ponselnya yang terus berbunyi. Dia terus menangis tanpa suara. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
Sampai suara seseorang mengejutkannya.
"Onna!" Pekik Cindy saat dia melihat Onna menangis.
Onna yang mendengar itu pun langsung berlari ke arah Cindy dan memeluk Cindy erat. Cindy pun membalas pelukan itu sambil mengusap punggung Onna.
Tangisan Onna pecah seketika. Cindy yang mendengar itu hanya bisa memeluknya. Berusaha memberikan kekuatan.
"Alex, Cin. Alex." ucap Onna ditengah isak tangisnya.
"Iya,iya. Gue udah tau kok, makanya gue kesini."
Onna melepas pelukannya perlahan. Dia mengusap air matanya.
Cindy menuntun Onna untuk duduk di kasur. Cindy mengusap pelan punggung Onna yang masih gemetar.
"Sabar ya,Na. Gue ngerti kok perasaan lo gimana." Cindy tersenyum berharap senyuman itu menular ke Onna.
Tapi nyatanya tidak. Onna masih diam, sesekali isak tangisnya terdengar.
"Habis ujian gue pindah aja kali,ya? Biar bisa lupain Alex."
Cindy melotot kaget. "Lo jangan gitu dong, Na! Nanti gue sama siapa?"
Onna tersenyum tipis. "Gue gak yakin bakal kuat kalo lihat Alex sama cewe lain,cin. Lagian lo kan ada Steve."
Cindy menatap Onna sedih. "Yaudah deh. Terserah lo. Gue ngerti kok."
"Lo nginep disini lagi,ya?"
Cindy tersenyum lebar lalu mengangguk cepat.
"Oke!"
---------------
Cindy sudah tertidur dari satu jam yang lalu. Tapi tidak dengan Onna. Matanya masih terjaga. Dia masih terus memikirkan Alex.
"Alex pasti bakal jarang bareng sama gue." gumam Onna pelan.
Onna melirik Cindy yang sudah tertidur pulas. Onna bangun lalu berjalan keluar kamar menuju dapur. Dia haus.
Saat ingin menuangkan air, dia mendengar ketukan pintu. Onna menyerit sebentar lalu melirik jam dinding yang ada di dapur.
"Jam sebelas." Onna kembali menengok ke pintu saat suara ketukan semakin keras.
Dengan perasaan takut sekaligus penasaran, Onna berjalan menuju pintu. Dia mengintip di jendela, terlihat sekitar tiga orang berpakaian serba putih disana. Onna pun membuka kunci lalu pintu utama dengan perlahan.
"Cari siapa?" Ucap Onna. Pintu hanya dia buka sedikit, sesuai dengan tubuhnya.
"Apakah benar ini tempat tinggal nyonya Chika?" Ucap orang yang paling tinggi.
Chika adalah nama mamah Onna. Chika Putri lebih tepatnya.
"I-iya, kenapa?" Tanya Onna gugup.
"Saya ingin memberitahu bahwa nyonya Chika mengalami kecelakaan dan sedang ditangani dirumah sakit."
-----------
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
Fiksi RemajaEmang benar kata orang. Setiap persahabatan antara laki-laki dan perempuan akan ada salah satu dari mereka yang jatuh cinta. Dan sialnya, kenapa harus gue yang jatuh cinta? Lebih sialnya lagi, kenapa cuma gue yang cinta dia? Kenapa dia engga? Starte...