Part 2

5.4K 296 0
                                    

⭐ VOTE please ⭐

***

Masih dengan menikmati suasana Jerman, Mama Deri coba menghubungi anaknya untuk percobaan yang dia yakin bakal dituruti.

Nada sambung hingga terputus dua kali menandakan Deri sedang sibuk dengan pekerjaannya karena saat ini jam Indonesia menandakan sekitar pukul 15.00 WIB.

Bunda Melan tidak kalah cepat dengan segera menghubungi putrinya. Beberapa detik tersambung...Melan pun mengangkat.

"Halo Bunda, sehat? Kenapa Bun? apa sekarang Bunda lagi kesepian ditinggal Ayah kerja? Jam segini biasanya Bunda lagi jalan-jalan di taman, apa Jerman lagi nggak bersahabat?"

"All is well sayang, Bunda lagi ngopi-ngopi aja ini, terus keinget kamu. ", sambil cengingisan dan melirik ke Mama Deri.

"Melan yakin, keinget yang dimaksud Bunda ini bukan sekedar inget. Udah, Bunda ngaku aja, mau kasih kabar apa? Bukan jenis berita kedua seperti sebelumnya, kan?"

"Putri Bunda pinter banget sih, tapi selamat karena pernyataan terakhirmu memang benar. Bunda ada calon nih, Bunda harap kamu mau coba untuk kenalan ya?"

"Tuuh kan? Bunda please, Melan lagi banyak kerjaan banget, lain kali aja ya? Takutnya malah ngga fokus, Bun."

"Jangan banyak alasan Mel, Bunda cuma minta kamu buat kenalan dulu, bukan langsung nikah. Jadi ngga perlu alasan fokus-fokus apa itu..."

"Melan tahu, kalau udah masalah ini Bunda bakalan ikut campur terus, Melan nggak bisa misal harus ditelponin Bunda tiap hari buat laporan."

"Ehm....gini deh, kali ini kamu turuti Bunda dan Bunda bakal nuruti kamu. Deal?"

Menghela nafas dalam, dan terlebih dahulu menjawab dalam hati 'di iyain aja dulu deh, daripada jadi panjang'.

"Oke Bun, Melan akan coba ketemu, tapi Bunda jangan ikut campur apapun ya, Melan lagi pusing bulan ini. Melan nggak mau Bunda berharap lebih, Melan takut ngecewain Bunda. Ini calon kesekian kali yang Bunda bawa buat Melan."

"Oke oke, Bunda setuju. Kalau gitu minggu depan di restoran hotel Edelweiss, jam makan siang. Kamu pergi ke sana, nemuin yang namanya Deri. Reservasi atas nama Ayah ya, meja nomor 10."

Di ujung telepon, Melan menggeleng-gelengkan kepala.

"Sudah Melan duga, Bunda tetep kan, terlalu siap. Tapi Melan mengingatkan ya, Bunda jangan berharap tinggi sama apapun yang terjadi nanti. Seperti sebelumnya."

Terang Melan yang sudah kesekian kalinya gagal mendapat pendamping karena pilihan Bunda ada yang terlalu sombong, ada yang terlalu pasif, ada yang masih punya pacar, dan lainnya. Belum jodoh, itu hal yang bisa membuat Bunda mampu menerima keputusan Melan.

Dari samping, Mama Deri mengajukan pertanyaan ke Bund.

"Gimana ini Deri malah belum jawab? Melan yang kata Jeng Eti bakal susah aja ternyata nurut gitu. Seneng deh dengernya."

"Sabar Jeng, Deri lagi sibuk mungkin. Tapi kalau boleh saya tanya, apa keluarga Jeng Anggi ngga keberatan besanan sama keluarga sederhana kami?"

Mengatupkan bibirnya, lalu tersenyum halus, Mama Deri menjawab pertanyaan yang mengejutkan tersebut.

"Kita ini udah sama-sama tua ya Jeng, udah tau bagaimana kenyamanan itu adalah hal utama yang dicari dari sebuah keluarga. Bagaimana Jeng Eti dan Mas Dirga, saya dengan Papanya Deri bisa bertahan sampai sekarang dan semoga seterusnya adalah modal yang bagus untuk berbesan. Semoga bisa menjadi teladan untuk anak-anak kita. Jangan menghitung materi Jeng, biar laki-laki yang mikirin itu, kita hanya harus mempertahankan fondasinya tetap kokoh. Yang terpenting adalah hati, dan saya melihat keluarga Jeng Eti sangat romantis dan terhormat. Itu melebihi apapun. Bahkan keluarga kami belum pasti mendapat kehormatan seperti kalian. Semoga Deri sama Melan bisa cocok, dan aku pastiin Deri bakal menuhin kebutuhan Melan Jeng, dia bukan anak manja kok, Jeng Eti harus percaya sama saya ya?"

MELANDERI ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang