CH. 39

157 21 31
                                    

Malam sudah berada pada puncaknya tetapi Raja Yin masih belum tidur. Dia terus memandangi wajah Haru yang tertidur pulas dan menimbang-nimbang akan membangunkannya atau tidak. Raja Yin sebenarnya tidak tega kalau harus membangunkannya. Seharian ini Haru kelelahan karena latihan menari. Makan malam pun hanya sedikit. Karena terlalu lelah, Haru juga tidur lebih awal.

Raja Yin mengusap kepala Haru lembut membuatnya semakin masuk kedalam pelukannya. Hatinya sunggguh tidak ingin mengganggu tidur Haru yang begitu tenang. Tetapi jika tidak membangunkannya, Raja Yin tidak bisa memperlihatkan sesuatu pada Haru. Dengan berat hati Raja Yin berbisik membangunkan Haru dan sedikit mengguncang tubuhnya.

"Haru, ayo bangun," bisik Raja Yin ditelinganya.

"Ngg..."

Haru mengusap-ngusap telinganya yang terasa gatal dan membalikkan tubuhnya memunggungi Raja Yin. Raja Yin menghela nafas dan kembali membangunkan Haru. Dia terus bersabar membangunkannya sampai Haru kembali mengubah posisi tidurnya menjadi telentang.

Raja Yin sudah menyerah untuk membangunkan Haru. Tidurnya yang begitu nyenyak membuat Haru sulit untuk dibangunkan. Awalnya Raja Yin ingin langsung tidur tetapi melihat bibir Haru yang mungil, timbul niat untuk menciumnya. Raja Yin menyentuh dagu Haru pelan dan mendekatkan wajahnya.

'Sebentar juga tidak apa-apa kan? Setidaknya ini tebusan karena susah membangunkannya,' batin Raja Yin.

Raja Yin langsung mencium bibir Haru dengan lembut. Lama-lama ciuman Raja Yin berubah menuntut dan membuat Haru bergerak-gerak gelisah. Raja Yin mengubah posisinya menjadi di atas Haru dan menahan kedua tangan Haru yang ingin mendorongnya.

Dengan mata terpejam, Haru merasa kalau dadanya sesak dan ada sesuatu yang berat menimpanya. Merasa tidak bisa bernafas, dengan sekuat tenaga Haru mendorong sesuatu yang menimpanya sambil membuka matanya.

Raja Yin langsung tersentak begitu Haru terbangun dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Haru mengeluh perih sambil memegangi bibirnya. Raja Yin melihat bibir Haru yang basah dan bengkak karena perbuatannya. Dia jadi merasa bersalah tapi berkat itu Haru menjadi terbangun. Setelah Haru tenang, dengan perlahan Raja Yin mendekat dan menggenggam tangannya.

"Maaf, aku menganggu tidurmu. Apa bibirmu masih sakit?"

Haru menggeleng sekali untuk menjawab. Kepalanya menunduk tidak mau menatapnya. Gemas melihat tingkah Haru, Raja Yin menangkup wajah Haru lalu mendongakkannya.

"Apa kau marah?" tanya Raja Yin lagi.

"Tidak. Haru tidak marah."

"Kalau begitu kenapa tidak menatapku?"

"Itu, karena bibir Haru masih perih. Haru juga masih mengantuk."

"Maaf, aku menciummu dengan kasar. Aku juga sudah membuatmu terbangun padahal kau sangat lelah."

"Bukan salah A Kuang. A Kuang tidak bersalah. Haru juga tidak marah."

"Sebenarnya aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Apa kau ingin melihatnya?"

Haru merenung sebentar melihat ke arah pintu yang gelap lalu beralih ke Raja Yin. "Sekarang masih malam. Apa harus sekarang?"

"Karena pada malam harilah waktu yang tepat untuk melihatnya. Ini tidak bisa dilihat di siang hari."

"Haru mau," jawab Haru cepat. Dia sangat tertarik dengan apa yang ingin diperlihatkan Raja Yin.

Raja Yin tersenyum dan beranjak dari ranjang mengambil dua buah mantel. Dia terlebih dulu memakaikan mantel pada Haru lalu dirinya. Dengan perlahan, Raja Yin membuka pintu kamar dan mengamati sekelilingnya. Setelah melihat tidak ada siapapun di sekitar kediamannya, Raja Yin menggenggam tangan Haru dan membawanya keluar dari istana.

Dearly BelovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang