Rembulan

61 6 1
                                    

Malam ini bulan bersinar terang. Tapi entah mengapa sinarnya tidak begitu terang, tidak ceria seperti biasanya.

Aku mendongak dan bertanya kepadanya,

"Apa yang terjadi bulan? Apa yang terjadi padamu? Mengapa kamu tidak ceria seperti biasanya?"

Bulan tidak menjawab. Dia hanya diam. Dan semakin meredupkan cahayanya.

Hingga akhirnya awan pekat menyelimuti langit dan kemudian menumpahkan seluruh isinya.

Maafkan aku. Aku tidak berhasil menjaga perasaanmu padanya. Aku tidak berhasil menyampaikan rasamu padanya. Aku tidak berhasil membawanya kepadamu karena dia lebih memilih perempuan lain.

Ah ternyata rembulan sedang menangis. Dia merasa bersalah atas hal yang sebenarnya bukan salahnya.

"Tidak bulan. Ini bukan salahmu. Dari awal aku lah yang salah. Aku yang terlalu bodoh hingga berharap kepada sosoknya yang sampai kapan pun tidak mungkin bisa aku jangkau. Bukan salahmu bulan. Aku tahu kamu pasti lelah karena setiap malam mendengarkan kisah dari ribuan pasang mata. Maafkan aku."

Rembulan semakin terisak. Tangisnya semakin deras.

"Sudahlah bulan, jangan menangis. Aku baik-baik saja. Sungguh. I'm totally okay."

Namun, sekeras apapun aku mencoba, nyatanya aku tidak bisa menahan tangisku lebih lama. Ya, aku menangis di depan rembulan yang juga sedang menangis.

Malam itu, tangisan mewarnai kesunyian yang ada. Dengan rembulan yang juga menemaniku.

Malam itu, aku dengan keputus asaanku, menangis bersama rembulan. Bahkan sampai rembulan menghentikan tangisannya, air mataku tetap memaksa keluar.

Malam itu, lagi, lagi, lagi, dan lagi, aku dengan bodohnya menangisi dia yang tidak seharusnya menjadi alasan tangisku.

Talk the TalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang