Tanpa Judul

20.3K 1.9K 497
                                    

 "Assalamulalekuuum..."

"Wa'alaikumsalaam." Seperti hari sekolah pada biasanya, pada pukul 11 siang anak-anak akan tiba di rumah. Mumpung Alif masih mendapat jatah libur, ayah tiga anak itu wajib menjadi ojek buat si kembar mereka.

Naya kala itu sedang memberikan susu pada Al. Padahal Al baru saja makan beberapa menit yang lalu. Tak tanggung-tanggung, Naya yang biasanya hanya memberinya bubur nasi itu, tadi iseng memberinya nasi biasa dengan sayur bayam dan wortel. Satu piring tandas. Padahal, gigi anak itu baru ada empat biji, dan dia mengunyah nasi serta sayurnya tanpa kendala. Sekarang, Al kembali merengek mau mimik sama bunda.

Luar biasa sekali, Al.

"Bunda... Kakak hali ini seneng bangeet." Aya duduk di depan bunda yang sedang baring di permadani bulu-bulu di ruang tengah. Jilbab yang anak itu kenakan ketika sekolah entah sudah menghilang ke mana. Mungkin saja ada di bawah kursi mobil sekarang.

Naya mengernyit, "o, ya? Ada apa?"

"Kata bu gulu, nanti akan ada pisahan. Pisahan itu apa, Nda?"

"Pisahan?" Naya bertanya tak mengerti, dan Aya mengangguk membenarkan kata yang diulang sang bunda.

Tak lama, Andra masuk sembari menenteng tas transformer yang ayahnya beli langsung dari Kanada dua bulan lalu, kemudian duduk di lantai sembari berusaha membuka kaus kakinya sendiri.

"Bang, di sekolah ada apa? Kata Kak Aya ada pisahan? Apa tu?" Naya kahirnya bertanya pada Andra yang bisa memberikan penjelasan lebih baik dibanding Aya.

"Pisahan? Pisahan apa?" Kali ini Naya menaikkan kedua alisnya, menatap Aya untuk menjelaskan kembali.

"Itu lho, Bang. Yang kata bu gulu yang nanti ada pisahan sama bu gulu Pau." Aya berusaha menjelaskan yang bisa ia jelaskan menurut pemikirannya sendiri.

Andra dan sang bunda kompak ber 'oh' panjang. Keduanya mengerti maksud pisahan yang Aya katakan. Jadi, bu guru Pau adalah kepala sekolah PAUD mereka. Nama aslinya Fauziah, tapi anak-anak lebih sering memanggilnya dengan nama bu guru Pau. Singkat dan mudah ketika diucapkan.

"Bukan pisahan, Kakak. Pel.pi.sa.han. Ish, ndak tau ngomong." Andra bahkan mengeja satu persatu suku katanya agar saudara kembarnya yang rada-rada itu agar paham dan tak salah bicara lagi. Sudah mau 6 tahun kok masih tidak bisa ngomong.

"Ish Kakak maksud 'kan juga itu!" Aya membentak Andra, tak terima mendapat kritikan. Padahal jelas dia yang salah kok.

"Iya, iya. Bunda udah ngerti. Kakak jangan marah, dong. Abang hanya bilang untuk membenarkan apa yang Kakak maksud, bukan Abang menyalahkan." Naya menengahi. "Jadi, Bu Pau mau ke mana? Udah nggak di sekolah Kakak sama Abang lagi?"

Aya mengerutkan dahinya bingung. "Loh, emang Bu Pau mau ke mana, Nda? Pisahan itu altinya bu Pau mau pegi? Kok ndak bilang-bilang Kakak sih Bu Pau-nya?"

Naya menggaruk lehernya yang tiba-tiba gatal kala putri cantiknya yang satu itu malah bertanya padanya. Naya sudah lama tak ke sekolah anak-anak. Jadi, Naya sudah jarang mendengar informasi apapun di sekolah sana selain informasi yang dibutuhkan anak-anaknya. Naya mendengar mereka akan mengadakan perpisahan saja Naya baru tahu dari Aya, kok. Bagaimana dia bisa tahu Bu Pau mau ke mana?

"Abang tau Bu Pau mau ke mana?"

Andra juga menggeleng. Guru di kelasnya tak mengatakan lebih jelas mengenai hal itu.

"Ooh... Jadi, yang bikin Kakak seneng tu apa? Kan Bu Pau mau pergi. Nggak jadi dong senengnya?"

Aya garuk-garuk kepala. Apakah dirinya harus senang atau sedih sekarang? Kata bunda, bu Pau akan pergi. Jadi, Aya harus bagaimana, ya?

Oh, Kids!!! (Terbit) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang