7

898 35 5
                                    

Maria tengah menyiapkan makan malam untuk dirinya, Alexa, dan Edward. Daging sapi panggang dengan saus pedas dan sayuran rebus merupakan menu kesukaan keluarga kecil ini. Terkadang ia dan putrinya memetik apapun yang bisa dimakan di kebun mereka, atau pergi ke pabrik jagal paman Hein bersama Ed. Maria akan membuat menunya lebih sedap dari ibu manapun. Dan ia juga bukan tipe ibu yang tak suka sendiri saat memasak. Ia bahkan rela melakukannya sendiri daripada mendapat bantuan dari Alexa. Karena percuma. Bukan berarti Maria memanjakan anak-anaknya, hanya saja ia lebih suka melakukan segala hal sendiri.

Ketika semua sudah siap Maria akan memangil Ed turun lebih dulu, namun kali ini ia sengaja memanggil putri cantiknya. "Alexa... keluarlah. Makan malam sudah siap" panggil Maria. Tetapi yang muncul lebih dulu malah putranya yang tampan, Edward. 

Ed adalah anak yang ceria dan cerdas. Dia sudah banyak memenangkan perlombaan akademik-tingkat desa-. Edward termasuk anak yang keren karena tingginya yang pas dan warna rambutnya hitam legam, serta tahi lalat yang terlihat jelas di lehernya membuat Edward terlihat tampan dan patut menjadi anak yang bisa disombongkan. Ia sering disebut sebagai kembaran Asa Butterfield.

"Mana kakakmu?" Tanya ibu.

"Entahlah...? aku makan duluan ya..." Edward meraih piring dan mengambil daging panggang di dalam mangkuk.

"Aku di sini, bu.." sahut Alexa sambil menuruni tangga. Langkah kakinya berat dan menimbulkan suara getar kuat pada lantai.

"Tapi sebelum kamu makan, tolong antarkan kue ini ke rumah tuan Robert. Ibu baru tahu kalau mereka kembali"

"Apa ?! ibu kenal mereka? Siapa yang memberi tahu ibu?" Alexa terkejut. Semalam ia sengaja tak memberi tahu Maria karena ia merasa tetangganya itu tidak beres. Untuk apa berteman dengan tetangga seperti itu. Misterius dan aneh, Alexa bahkan belum pernah melihat wajah mereka. Dan sekarang, ibunya malah kenal?

"Apa maksudmu? tentu saja mereka yang datang langsung ke rumah untuk memberi salam" jelas ibu "Sudah.. cepat antarkan kue ini"

" Tapi –bisa saja mereka sekelompok perampok yang akan membunuhku- baiklah bu" jawab Alexa lesu.

...

Kurang dari lima menit, Alexa sudah berada di depan pagar tuan Robert. Berdiri sambil mendongak ke atas, berharap dapat melihat keadaan di dalam. Alexa menekan bel. Sudah pasti tak ada jawaban, begitulah biasanya. Selama ia kecil, tuan Robert tak pernah menyambutnya atau ibunya yang mau mengantarkan kue pie, sama sekali. Mungkin masuk akal karena tuan Robert sudah tua dan tuli, tapi mereka masih cukup muda untuk bisa mendengar bel bukan? Ia masih menahan egonya untuk tidak menerobos, berusaha tak mencoreng image tetangga ramah dan sopan santun untuk mereka. Alexa menekan bel sekali lagi, namun tak ada yang menjawab. Persetan dengan image,  lalu ia masuk kedalam .

Membuka pagar besi nan kokoh itu, dan melangkah menuju teras. Alexa teringat saat terakhir kali iya bertemu dengan tuan Robert, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ia ingat tuan Robert sering mengajaknya ke perpustakaan pribadi miliknya. Dan ia ingat pula tuan Robert selalu menyembunyikan kunci rumahnya di bawah pot bunga mawar putih, yang kini sudah tak lagi putih. Diangkatlah pot mungil berwarna hitam yang tak layak disentuh itu, akar mawarnya sudah keluar dari pot tak karuan dan dikerubungi semut merah. "Mustahil kau masih disana bukan?" gumam Alexa.

Dan terang saja, kuncinya tak lagi disana. Jika masih, maka semakin aneh. Tiga orang itu tak mungkin bisa masuk, kecuali mereka membobolnya. Sekali lagi, persetan dengan sopan santun, Alexa masuk, maju beberapa langkah. Penuh hati-hati. Agar tak menimbulkan bunyi –tunggu, kenapa aku mengendap-endap? Ayolah panggil mereka dan berikan kue sialan ini- gumamnya. Kini ia sudah berdiri di bawah tangga ukir dan berlapis karpet merah. Pegangannya sudah berdebu, dulu ia bisa berkaca di sana sambil berpose senyum, namun kini telah sirna. Apalagi karpetnya yang telah berubah warna menjadi abu-abu.

"Permisi tuan.. atau nyonya? Saya tetangga sebelah ingin mengantarkan kue –tidakkah ini terbalik? Seharusnya mereka yang memberi kue-" namun tak ada jawaban. Tak ada yang berubah, Alexa berdiri kaku tak bergeming. "Hallo, apakah ada orang?"

-Pulang sekarang juga! Bilang saja pada ibu bahwa mereka tak ada-. Alexa berbalik menuju pintu keluar dengan degup jantung yang kencang. Hawa rumah tuan Robert sudah berbeda, tak lagi hangat seperti dulu. Ia mempercepat langkahnya dan tiba di kenop pintu. Tiba-tiba Alexa teringat sesuatu, ia menoleh kearah kirinya. Pintu ukir yang sangat rumit, masih kokoh dan mulus. Ia ingat dulu disanalah tempatnya bermain, tempatnya menghabiskan waktu bersama tuan Robert. Lalu ia mendekati pintu itu dan membukanya. Perlahan tapi pasti, tanpa menimbulkan suara –oke, sekarang akulah yang aneh, kenapa aku berlagak seperti penyusup?- Ruangan itu tak punya lampu. Remang, tapi cukup untuk melihat buku-buku yang ada disana. Hanya ada satu lampu di meja membaca, itupun jika lampunya masih berfungsi sekarang. Ia sedang mencari buku unik yang pernah dilihatnya dulu. Buku yang bisa bersinar terang di kegelapan. Buku yang sangat istimewa bagi tuan Robert.

Buku itu masih disana, ditengah ruangan. Dengan berani dan tegas, seolah menunjukkan bahwa dialah inti dari semuanya. Kacanya sudah berdebu, namun tak mengurangi keagungan sang buku. Alexa mendekat, mencoba melihat teman masa kecilnya. "Kau masih sama seperti yang dulu" ujarnya. Mata Alexa berbinar, ia tak menyangka buku ajaib itu benar adanya. Dulu, ia merasa seperti di dunia dongeng saat tuan Robert bercerita tentang makhluk mitos di Penville sambil menyisiri rambutnya. Dan Alexa kecil akan sibuk membolak-balikkan halaman per halaman buku tanpa mengerti apa isinya. Kini ia percaya, bahwa itu nyata. Wajah tuan Robert terbayang di benaknya. Wajah penuh kehangatan namun kesepian. Hampir tiap hari Alexa menemani tuan Robert di perputakaan pribadinya. Bukan paksaan, tapi Alexa menyukai tuan Robert. Beliau sosok yang disegani di Penville. Tegas, berkharisma, dan cerdas. Namun kini beliau menghilang, entah kemana. Alexa percaya jika memang tuan Robert telah pergi dari dunia bersama ayahnya, mereka pasti berada ditempat yang lebih baik. Pasti.

Alexa hendak membuka penutup kaca itu sampai seseorang menarik tangannya dan menghempaskan tubuh Alexa ke rak buku. Orang itu menahan tubuh Alexa sehingga ia tak bisa bergerak. Mengunci geraknya dengan kuat. Sekan-akan tak mungkin lagi meloloskan diri. Wajah Alexa dan wajah orang itu begitu dekat. Namun, ia sama sekali tak dapat melihat wajahnya. Alexa merasakan nafasnya, menghembus dengan penuh emosi. Cengkramannya semakin menjadi.

"Siapa kamu?! apa yang kamu lakukan disini?!!" teriaknya.

"Aku sedang melihat-lihat saja. Dan aku dari tetangga sebelah ingin mengantarkan kue." jelas Alexa yang masih gugup. Orang itu menyadari bahwa perempuan yang ia kira seorang penyusup ternyata adalah Alexa, sontak melepaskan cengkeramannya.

"Mana ada tetangga yang menyusup diam-diam?"

"Tadi aku sudah membunyikan bel, tapi tak ada yang keluar" Ia masih mencoba melihat wajah lelaki itu, namun percuma. Ruangannya terlalu gelap. "Ini, ambilah agar aku bisa segera pergi" ketus Alexa.

Lelaki itu menjauh, memberi ruang yang cukup bagi Alexa. Tapi masih terlalu dekat. Kini wajahnya semakin jelas, ia berjalan menuju meja baca dan menghidupkan lampunya. Lelaki itu memakai celana panjang dan kaus hitam khas anak rumahan. Dan dia memakai jam tangan. -Di rumah? Memakai jam tangan? Oke, dia aneh-.

"Tinggalkan kuenya disana dan pergilah" ujarnya ketus.

"Kau bercanda? Dimana sopan santunmu. Kau pendatang disini, entah kau benar pendatang atau siapa, tapi kau benar-benar tak sopan. Aku hanya mengantarkan kue untuk menyambutmu dan keluargamu" ujar Alexa masih gemetar.

"Kami tak memintanya, oke? cepat pergi atau aku yang akan menyeretmu keluar" ucapnya dengan nada mengancam. Suara lelaki itu berat dan maskulin. Suara yang cukup khas untuk membuat Alexa mulai menerka sang pemilik. Terdengar familiar namun kurang pasti. Alexa maju beberapa langkah untuk memastikan, dan benar saja. Alexa pernah bertemu dengannya, dia adalah Jason.





Ps : Manteman, kalimat yang dicetak miring adalah kalimat yang diucapkan dalam hati tokoh ya. kali aja kalian kurang paham ^^

Terima kasih... ><

Mr. Vampire and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang