Alexa merasa segar dan seakan terlepas dari beban setelah mandi. Ia sangat menikmati momen saat mengeringkan rambutnya dengan handuk. Sambil mendengarkan lagu dari playlistnya dan segelas susu coklat yang baru saja ibu antar, sudah cukup untuk membuat Alexa merasa di surga. Angin terasa sangat dingin dan menyejukkan malam ini, hingga membuat Alexa memutuskan untuk keluar dan menikmatinya. Alexa berjalan perlahan menuju kebun belakang tanpa menimbulkan suara, karena ibu dan adiknya sudah tidur.
Ada semacam tempat duduk sederhana dengan kaki rendah yang terbuat dari bambu dan ada senderannya. Tempat duduk itu berada di tengah kebun tanpa terhalang apapun, namun itu membuatnya terlihat indah karena seakan bebas dan mengundang.
Alexa menyenderkan tubuhnya dan sedikit mendongak menatap langit malam. Tak banyak bintang, hanya beberapa titik berkilau yang tampak. Namun masih cukup untuk menenangkan dan menjernihkan pikiran. Suara serangga dan ilalang tinggi menggerisik yang mengelilingi rumah Alexa dari luar mengisi telinganya. Sesekali angin berhembus perlahan membawa serta dingin yang menusuk tulang. Alexa menggigil, merasakan tiap-tiap udara dingin yang masuk melalu pori-pori nya.
"Ahh..." desah Alexa.
"Udara malam kurang baik untuk kesehatan" sebuah suara tajam membuat dirinya memandang ke samping kiri atas dengan terkejut. Ternyata itu suara Jason yang tengah berdiri di balkon kamarnya sambil memandangi Alexa. Jason mengenakan sweater berwarna putih gading dengan corak hitam bergelombang di bagian dada dan celana panjang hitam khas anak rumahan. Rambutnya turun hampir menutupi mata dan dia mengenakan sandal rumah. Wajahnya sendu dan telinganya merah karena kedinginan. Ada sedikit embun keluar saat dia berbicara.
Penville berada di ketinggian lima ratus kaki dari daratan. Itu cukup menjadi alasan mengapa udara malam di desa ini sangat dingin.
Alexa memandangi Jason sebentar lalu kembali menatap langit. "Aku bukan orang yang terlalu memperhatikan kesehatan" ujar Alexa.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Jason sambil memegang pagar balkon dan sedikit condong kedepan.
"Tidak ada. Aku hanya duduk dan mengosongkan pikiran"
"Kau sangat merepotkanku. Masuklah ke kamarmu" tegas Jason.
"Apa maksudmu merepotkanmu?" tanya Alexa, namun Jason tak menjawab dan hanya memasang wajah marah.
(lagi-lagi wajah marah itu).
"Bung, kau ternyata orang yang rewel ya... kemarilah, aku akan membuatkan segelas susu coklat untukmu. Kau bisa masuk lewat pintu samping yang tak terkunci."
"Mengapa kau belum mengunci pintunya?"
"Wahh, kau tidak bercanda saat kubilang orang yang rewel. Kau mau atau tidak?"
"Jangan terlalu manis... tolong?"
Alexa hanya tersenyum dan berjalan masuk kedapur. Ia mengambil mug putih yang biasa adiknya pakai dan membuka sebungkus susu bubuk coklat instan lalu menyeduhnya. Alexa menambahkan banyak air karena permintaan Jason yang tak ingin susunya terlalu manis. Tiba-tiba, brukkk.
Terdengar suara jatuh yang cukup keras dari kebun. Alexa keluar dan mendapati Jason sedang menepuk-nepuk tangannya dan sedikit membersihkan lutut celananya. Jason juga sudah mengenakan outer berbahan wol berwarna hitam gelap dangan rajutan yang sangat rumit namun indah.
"Apa kau baru saja terjun dari sana?" tanya Alexa dengan mata melotot.
"Hmm... yeah"
"Apa kau ingin mematahkan kakimu? dasar gila"
"Ini bukan apa-apa dibandingkan saat aku menggendongmu tadi. Lenganku terasa mau patah" goda Jason.
"Aku tidak memintanya" Alexa menyodorkan mugnya "Ini susumu.." dan kembali duduk. Jason menyusul Alexa dan duduk di samping kirinya sambil menyeruput susu coklat.
Angin berhembus cukup kencang. Alexa melipat kakinya ke atas kursi bambu karena ia hanya mengenakan celana pendek dan kaus putih transparan. Tanpa diminta, Jason melepas outernya dan menutupi tubuh Alexa. Entah memang sifatnya atau dia sengaja melakukan itu, ini sudah kesekian kalinya Jason membuat kejutan bagi Alexa dalam hari ini saja.
"Tidak... aku tidak apa-apa dengan anginnya" ujar Alexa gugup. Siapa yang menyangka Jason akan melakukan hal seperti itu. Bahkan alam bawah sadar Alexa pun tak menyadarinya. Ada sedikit sengatan mengalir dalam diri Alexa yang membuat jantungnya berdetak aneh.
"Apa kau baik-baik saja setelah kejadian hari ini?" tanya Jason sambil memandangi Alexa lekat.
Mata hitam itu seolah ikut bertanya hal yang sama. Alexa terserobok dan terkunci dalam momen saling pandang dengan Jason. Lagi-lagi sengatan listrik terasa di sekujur tubuh Alexa. Namun entah mengapa, Alexa menikmati sengatan itu.
Angin kembali berhembus, namun lebih pelan, lebih lembut, dan lebih berperasaan. Tidak mengganggu dan tidak membuat kedinginan. Kedua insan itu masih terperangkap dalam momen yang mereka ciptakan. Tidak ada canggung sama sekali. Seolah-olah mereka sudah mengenal satu sama lain.
Perlahan-lahan Alexa mendekat secara alami dan menutup matanya. Semakin dekat hingga merasakan hembusan nafas Jason. Dingin dan menyejukkan. Alexa tahu betul bahwa ia melakukan kesalahan. Namun sejujurnya dia ingin seseorang merengkuhnya, mengerti dirinya, dan menjadi sandarannya saat ini.
Selepas kejadian paling mengecewakan datang dari pria yang paling ia percaya, Alexa sakit hati begitu mendalam. Dia ingin menangis, ingin menjerit, ingin membunuh siapapun yang bersalah atas hal ini. Tapi Alexa tahu bahwa semua ini merupakan kesalahannya. Salahnya karena terlalu berharap. Salahnya karena terlalu percaya. Salahnya karena membiarkan rasa itu tumbuh.
Alexa butuh pelukan.
Alexa butuh sandaran.
Tanpa Alexa sadari, air matanya mengalir jatuh melalui celah bambu dan akhirnya sampai ke tanah. Matanya masih tertutup, namun air asin itu jatuh deras seakan tanpa penghalang. Alexa mulai terisak. Sulit baginya untuk menangis tanpa mengeluarkan suara. Terlalu pahit dan menyakitkan.
Jason ikut terhanyut. Ia melihat jauh kedalam benak Alexa dan merasa bersalah atas apa yang dilihatnya. Kenangan demi kenangan bersama Jevin bermunculan. Dari mulai pertemuan pertama mereka ketika di bangku sekolah dasar, hingga visualisasi yang Alexa ingat ketika memergoki Jevin bersama si pirang.
Terbesit emosinya untuk kembali menghajar Jevin seperti yang ia lakukan tadi pagi, namun Jason menahannya. Ia tak ingin Alexa tahu bahwa kenyataan benar-benar pahit untuknya. Yang ingin dia lakukan hanyalah melindungi Alexa. Sesuai dengan wasiat kakeknya. Sejak pertemuan pertama mereka, Jason menyadari bahwa Alexa harus berada di bawah kuasanya. Terlalu bahaya membiarkan Alexa sendirian.
Meskipun Alexa dikenal sebagai perempuan yang tegar, namun Jason tahu bahwa ia sangatlah rapuh. Kehilangan sosok ayah dan panutan yang ia banggakan tentu sangat berat dan menyedihkan. Untuk itu jason hadir. Masuk perlahan kedalam hidupnya. Mungkin tanpa Alexa sadari.
Jason tahu bahwa ini semua hanyalah misi dan obsesi. Tetapi menghadapinya secara langsung tidaklah mudah. Terutama ketika dirinya sendiri terperangkap karena Alexa.
Jason perlahan menggerakkan kedua tangannya dan memegang wajah Alexa. Menghapus air mata Alexa perlahan. Namun itu tak cukup. Ia mendekatkan dirinya dan membiarkan dada bidangnya menjadi sandaran untuk Alexa. Dan tanpa basa-basi Alexa menjatuhkan tubuhnya kedalan pelukan Jason.
Jason mendongak. Memberikan ruang untuk kepala Alexa di lehernya. Menciptakan ceruk yang pas dan nyaman untuk ditempati. Tangan kirinya merengkuh pundak Alexa, sedang tangan kanannya mengelus kepala. Jason menarik napas dalam-dalam. Lalu dengan lembut Jason berkata
"Sshh.. jangan menangis gadis bulanku"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Vampire and Me
VampireKamu yakin jika vampir itu hanya makhluk mistis? maka kamu satu pemikiran dengan Alexa. Namun, tahukah kamu jika Alexa kini menyesali pemikiran itu? Vampir itu ada.