Sesampainya dirumah, Vana segera merebahkan tubuhnya di atas sofa, sedangkan Sean langsung pergi ke kamarnya.
Saat di perjalanan tadi, Irana turun di perempatan setelah ia mendapat telepon entah dari siapa, maka dari itu ia langsung turun di jalan.
"Van." Sean memanggil Vana dari dalam kamarnya.
"Apa?" tanya Vana dengan suara keras dari ruang tengah.
"Sini masuk," pinta Sean, Vana pun dengan malas beranjak dari sofa, kemudian memasuki kamar Sean yang tak terkunci, terlihat Sean yang tengah mengetikkan sesuatu di ponselnya seraya berdiri di dekat kamar mandi.
"Apa?" tanya Vana lagi dengan nada malas.
"Kalau ada Irana suruh tunggu aja, aku mandi dulu."
"Kamu mau pergi?" tanya gue asal tebak.
"Iya, udah sana keluar. Aku mau mandi," usir Sean, dan Vana pun keluar dari kamar Sean dan kembali ke ruang tengah untuk memainkan ponselnya.
Sekitar 30 menit kemudian, bel pintu pun berbunyi, menandakan ada seseorang yang datang. Vana mendengus sebal, ia pun berjalan menuju pintu utama, kemudian membuka pintu tersebut.
Benar, Irana yang datang, ia tersenyum dengan tipis pada Vana, sementara Vana menatapnya dengan tatapan malas.
"Masuk aja, Sean lagi mandi," gumam Vana dan hendak pergi, namun Irana menahan lengannya, membuatnya menoleh dengan tatapan malas.
"Apa?" tanya Vana.
"Gue mau ngomong sama lo."
"Ngomong apa?"
"Santai aja, mending duduk dulu," ujar Irana yang membuat Vana mendengu sebal, ia yang punya rumah, kenapa Irana yang menyuruhnya duduk?
Vana pun duduk berhadapan dengan Irana di atas sofa.
"Lo sama Sean udah itu?" tanya Irana yang membuat Vana mengerutkan dahi, Vana bingung dengan pertanyaannya yang kurang jelas.
"Maksud lo?" tanya Vana yang memang kurang paham.
"Oh okay gue ngerti! Lo masih bocah, enggak mungkin Sean ngelakuin itu sama lo."
Sontak Vana mengangguk keci, sekarang ia paham dengan apa yang Irana maksud.
"Gue enggak suka lo deket-deket sama suami gue," ujar Vana secara tiba-tiba, membuat Irana menatap Vana dengan tatapan remeh.
Vana sudah bertekad, ia tidak akan membiarkan Sean menceraikannya dan menikahi Irana, ia harus menyingkirkan Irana dari hidup Sean.
"Gue enggak peduli lo istrinya Sean, gue Cuma mau ngasih tahu aja, kalau Sean enggak mungkin tertarik sama bocah kayak lo, dia lebih suka cewek yang lebih tua kayak gue," ujar Irana.
"Dih, ngaku tua? Udah tua enggak tahu diri, udah tahu Sean punya istri masih aja di deketin."
"Terserah lo mau ngomong apa, yang pasti lo enggak bakal bisa dapetin Sean, kayaknya beberapa minggu lagi juga Sean bakal ceraiin lo," ujar Irana dengan senyuman remehnya.
"Terlalu berharap! Gue tuh cewek pilihan orang tuanya Sean, kalau lo apaan? nyokapnya Sean aja enggak suka sama lo, gimana mau jadi istrinya Sean?" balas Vana.
"Gue dan Sean bisa kawin lari, gue punya banyak cara buat dapetin Sean, dan menurut gue itu mudah, karena cinta pertama dan terakhir Sean tuh cuma gue!"
"Kawin lari? Kalau lo kawin lari sama Sean, otomatis Sean dihapus dari daftar keluarga, terus Sean enggak bakal dapet warisan. Kalau udah kawin lari lo sama Sean jadi miskin, baju enggak ganti-ganti, enggak punya beras, makan tuh kegantengan Sean, kalau ganteng enggak berduit buat apaan?" ujar Vana seraya menatap Irana dengan remeh, dan hal itu membuat Irana terlihat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Teacher, My Husband
Teen Fiction"Gue cuma mau nikmatin masa remaja dengan senang-senang, bukan ngurus suami macem Sean yang setiap hari bawa selingkuhannya ke rumah!"