MTMH || 05

194K 14.2K 1.4K
                                    

Mereka bilang cinta bisa datang tanpa kau sadari seperti angin musim dingin atau tetesan air hujan.—Vana

**

Jam menunjukan pukul 5 sore, ibunya Vana sudah pulang tadi sore.

Kini Vana tengah memakan cemilannya seraya menonton televisi dengan siaran anak-anak. Vana benar-benar seperti anak kecil saat ini, ia terus tertawa saat melihat spons kuning itu berbicara dengan bintang laut, sampai akhirnya ia mendengus kecil saat mendengar suara bel pintu yang berbunyi. Ia pun beranjak dari sofa dan membuka-kan pintunya.

Vana merengut kesal, dihadapannya terlihat Irana yang tengah tersenyum kecil, dan kemudian menerobos masuk dengan tidak sopannya.

"Bisa sopan dikit gak?" tanya Vana yang menahan kesal.

"Terserah gue, bikinin gue minum dong," pinta Irana seraya duduk di sofa, dan hal itu membuat Vana mendengus kecil.

"Gue bukan babu, dan sekarang pergi dari sini," ujar Vana yang mengusir Irana.

"Gue mau ketemu sama pacar gue, mana pacar gue? Suruh keluar dong."

"Enggak ada."

"Gak usah bohong, tadi Sean nyuruh gue kerumah," ujar Irana.

"Kerumah mana? Kerumah sakit jiwa kali, lo kan enggak waras," celetuk Vana yang berhasil membuat Irana kesal.

"Kurang ajar lo ya sama gue."

"Menurut lo? Istri sah harus sopan gitu sama pelakor? Najis banget," balas Vana, lalau ia tertawa remeh.

"Disini lo ya yang pelakor, Sean udah pacaran sama gue sebelum kalian menikah," ujar Irana seraya menunjuk wajah Vana dengan jari telujuknya.

"Baru pacaran aja bangga! Gue sih baru beberapa hari kenal Sean aja langsung di halalin. Kalau lo? Betah banget lo mesra-mesraan sama suami orang, murahan banget sih."

Irana meradang, ia berdiri dan hendak memukul Vana, namun Sean yang baru saja datang membuat Irana mengurungkan niatnya.

"Eh Sayang, udah dateng," ujar Sean seraya tersenyum kecil, dan Irana langsung memeluk Sean dengan manja.

"Murahan," desis Vana, lalu ia kembali ke ruang tengah dan melanjutkan menonton televisinya, ia berusaha sabar agar tidak terpancing lagi dengan perkataan Irana, toh posisinya disini lebih tinggi ketimbang pelakor seperti Irana.

Vana sesekali berdecak dan mendumal saat mendengarkan percakapan Sean dan Irana yang menurutnya berlebihan dan menjijikan. Tak lama kemudian Sean masuk ke dalam kamar untuk menerima Telpon, sepertinya telpon penting.

"Ah kayaknya lo rajin bersih-bersih, rumah ini sampai bersih dan rapi, lo cocok jadi babu," ujar Irana seraya berjalan memasuki ruang tengah dengan mata yang melirik kesana kemari.

Vana tak menyahut, ia masih fokus pada tayangan di depannya, dan juga cemilan di tangannya. Tiba-tiba Vana menatap tajam saat Irana menghalangi televisinya.

"Lo denger gak? Lo tuh cocok jadi babu. Jadi setelah lo diceraiin Sean, gue bakal ngijinin lo buat tetap tinggal disini, tapi jadi tukang bersih-bersih. Gimana?"

My Teacher, My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang