Bagian Enam

2.2K 15 0
                                    

ENAM

Malammakin larut, Fitri tak bisa tidur meskipun jam dinding sudahmenunjukkan pukul dua belas malam. Dia hanya memandang buku bacaan dimasa kecilnya, buku pemberian Sebastian saat bermain dengannya.Pikirannya kacau tak tentu arah. Tiba-tiba saja rasa bersalah yangluar biasa besar muncul dalam pikirannya. Kini pikirannya tak lagiberfokus pada bersedia atau tidaknya dia dijodohkan dengan Sebastian,melainkan beralih ke masalah ketidakperwanannya. Dengan kondisiseperti itu secara otomatis dia telah menipu suaminya kelak, siapapunsuaminya nanti, itulah yang kini ada dalam pikiran Fitri.

Bayanganwajah Sholeh yang dulu memperkosanya pun muncul kembali. Hatinyakembali sakit. Bagaimanapun dia telah merampas kehormatan danperasaannya bertahun-tahun selama ini, rasa sakit hati yangberkepanjangan, pilu yang yang bersarang begitu dalam.

"Lampunyakok belum dimatikan Fit, apa kamu belum tidur?" ucap emaknya dariluar kamarnya.

"IyaEmak, ini mau tidur."

Hatiemaknya tahu bahwa Fitri pasti sedang memikirkan tentang lamaran PakBroto untuk Sebastian itu. Sebagai seorang ibu dia dapat merasakanbahwa Fitri tampaknya agak berat menerima itu. Tampaknya ada sesuatuyang ingin diucapkan oleh Fitri. Tapi tak bisa diucapkan.

Pagimenyeruak dengan indah. Fitri sedikit kaget ketika Sebastiantiba-tiba mengajaknya keluar untuk makan di cafe of coffe di seberangjalan depan gerbang perumahan. Dia tahu bahwa Sebastian pasti takmungkin mau dengan perjodohan ini. Satu hal yang dia lupakan. Sesuatuyang tak ditanyakannya kepada ndoro menggungnya.

"Fit,kamu mau dijodohkan denganku? Apa jawabanmu?" tanya Sebastian tidaksabar.

"Akubelum menjawabnya."

"Hah...bagus.Aku suka itu. Fit, kita ini tak mungkin bisa menjadi suami istri. Akuini sudah punya pujaan hati Fit."

"Iyaaku tahu itu Bas. Baiklah, kalau begitu nanti malam dengan mantap akuakan mengatakan kepada ndoro bahwa aku menolak perjodohan ini."

"BagusFit, Bagus," ucap Sebastian sambil masih berjalan mondar-mandir kekiri dan ke kanan.

"Apaperlu aku sampaikan sekarang?" tanya Fitri.

"Eh..jangan-janganFit. Nanti malam saja. Jam segini Papaku kan sedang siap-siapberangkat ke kantor, waktunya tidak tepat Fit."

"Yakalau gitu nanti malam saja, sekarang aku mau mandi dan berangkatkerja. Sudah cukupkan perbincangan kita?"

"Ya..iya...iyacukup Fit, eh tapi kamu nggak pingin sarapan dulu di sini?Waduh..sampek lupa nih belum pesen apa-apa," ucapnya dengan pikiranlega. Dia lega karena Fitri ternyata juga menolak perjodohan itu.

"Nggakusah Bas, terima kasih. Aku sarapan di rumah saja, aku biasa sarapanbareng Emak dan Bapakku di rumah.

"Ibas!"tiba-tiba sapa seorang cewek yang berpakaian seksi dan sedangberjalan menuju tempat duduk Ibas dan Fitri yang kini hendak bangkitdari duduknya.

"Ehkamu Za? Sedang ngapain kamu di sini?"

"Ah,aku kan kangen sama kamu Bas. Apalagi SMS manismu tadi malam.Hemh...romantis banget."

Ucapnyatanpa memperdulikan keberadaan Fitri yang masih berdiri di situ.

"Eh..Basaku pulang dulu ya!" ucap Fitri sambil bergegas melangkah menujupintu keluar.

"Oh,oke Fit," ucap Sebastian pendek.

"Eh,siapa dia sayang?" tanya Vizza sambil membetulkan posisi rok mininya yang baru dibelinya kemarin sore di "Nafsu Center Boutique".Butik yang menjual barbagai macam kostum seksi ala bintang porno.

Waktu Tak Pernah Menyembuhkan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang