I was naive

24 2 0
                                    


Pagi yang sejuk. Ku seruput coklat hangat yang sengaja nenek-ku sajikan untuk menghangatkan tubuh yang baru menerima mimpi baruku tadi malam.
Sudah lama aku tidak menginjak tempat ini. Rasa dan suasananya masih sama, klasik dan elegan.
Tiba tiba nenek menghampiriku yang sedang melamun di kursi teras sambil mengunyah wafer kesukaanku.

"Acha, kapan mau pulang ke Bekasi?"

"Belum tahu nek, sebenernya masih betah,"

"Tinggal disini aja padahal,"

"Hehe, sekolah,"

"Pindah kesini lah, lagian disini juga kan kamu banyak temen. Kalo bisa pulangnya minggu depan aja, kan kamu baru lima hari disini,"

"Minggu depan aku ada acara, jadi paling tiga harian lagi aku disini, nanti minggu pulangnya, hehe,"

"Ah kamu mah. Oh iya, kemarin malam ada yang telpon kamu tuh. Katanya besok ada acara perpisahan, nenek  bingung deh, kamu kan baru kelas dua,"

"Hah? Serius nek? Katanya minggu depan?" Aku panik,

"Iya, yang telpon kamu juga kayak yang buru buru banget,"

"Ah, aduh gimana ya?"

Kali ini perpisahan angkatan kakak kelas ku di sekolah, yang salah satunya orang yang ku sebut 'gebetan' Ah, aku tidak bisa mendekripsikan bagaimana dirinya. Kulitnya putih, dia juga bisa bahasa Jepang, namanya Arya. Usianya lebih tua satu tahun dibanding denganku. Aku menyukainya saat aku menduduki kelas empat SD. Awalnya aku pikir ini hanyalah cinta monyet yang dibahas keluargaku sebagai gurauan, namun rasa cintaku tidak hilang. Masih sama, tak ada bedanya perasaanku dari kecil sampai sekarang kepadanya. Aku tidak mengerti kemustahilan ini. Memang, aku sudah menduduki bangku SMA, namun apapun pengaruhnya, aku tak bisa menyukai orang lain selain Arya. Padahal aku tidak pernah mengenalinya. Mungkin beberapa saat saja kita saling berkomunikasi, dan mungkin saja dia tidak mengenali siapa aku.

"Nek, nek, aku harus pulang sekarang,"

"Eh, naik apa? Udah disini aja dulu, hari liburnya kan masih panjang?"

"Tapi sekarang acara yang harusnya minggu depan itu nek. Aku jadi panitia inti buat acara sekolahnya, please ya nek, please,"

"Ah, masa panitia inti gak tau acaranya kapan. Ngaco kamu," Nenek masuk ke dalam,

"Tapi nek..,"

Dengan bujukkan bujukkan basi ini, nenek mengizinkanku pulang sendiri meskipun berat hati.
Terpaksa, aku pulang ke Bekasi. Aku mereka reka dan berhatap waktu yang di perlukan untuk menempuh perjalanan dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini hanyalah sedikit.

kaleidoscope of memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang