Where is my drug

8 1 0
                                    

Akupun pulang dengan kepala yang rasanya masih berputar putar. Aku diantar Adinda menggunakan mobil hitamnya sambil bercerita tentang kejadian tadi,

"Kamu gak apa apa Cha?"

"Emang tadi gimana sih?"

Adinda menghelakan napas,

"Udah ah,"

"Ih, gimana?" Aku sedikit kesal,

"Ya kamu marah marah aja, mukul si Topan tuh, haha,"

"Terus, terus?"

"Ya terus kamu ngelempar tas kamu,"

"Terus aku bilang apa?"

"Gak tahu tuh kalo itu, kurang jelas,"

"Tapi kok aku bisa pulih lagi ya? Padahal kalo udah kambuh kayak begitu aku tuh harus minum obat. Tapi aku rasa, penyakit aku makin parah deh. Aku bahkan gak inget apa apa, sama sekali. Aku serius lho Din, kok aneh ya?"

"Kalo menurut aku sih, kamu juga tadi bisa histeris sampe tingkat dewa, untungnya ada kita. Tadi banyak lho yang nahan kamu dan mereka kesusahan. Jadi mungkin kamu kalah sama tenaga mereka, sampai akhirnya pingsan deh,"

"Oh ya? Jadi kayaknya kalo aku gak ditahan kayak tadi, aku bisa berubah jadi hulk, ya?"

"Haha, iya iya bener, tapi kok kamu bisa gitu sih?"

"Aku gak tahu Din, aku kalap. Bener bener gak inget apa apa. Tapi..," Pembicaraanku terpotong,

"Tapi?"

"Aku gak mau ceritain ah, aku gak ada obat,"

"Kamu terapi di psikiater itu buat apa sih?"

"Buat sesuatu,"

"Kenapa gak minta bantuan sama kita aja? Kita bisa kan bantu kamu. Kamu juga kan masih sehat sehat aja,"

"Hehe, ini sih rahasia Din,"

"Cerita aja,"

"Oke, tapi, jangan bilang kesiapapun. Selain ke dokter, aku cuma cerita ke kamu,"

"Iya, iya,"

"Jadi, aku tuh lagi rindu sama seseorang,"

"Lah jadi curhat, hahaha,"

"Ih ini serius. Aku tuh suka sama seseorang dan dia pergi. Aku suka sama dia kurang lebih dari tiga belas tahun yang lalu sampai sekarang,"

"Hmm, terus?"

"Terus aku tuh kayak.., yang di guna gunain Din,"

"Hah?"

"Iya, tapi orang pinter bilang aku gak apa apa. Gak ada guna guna di dalem tubuh aku.  Tapi kehidupan aku berubah semenjak dia kuliah di luar kota. Aku gila dan mencoba pergi ke psikiater, tapi hasilnya malah memburuk. Selama lima tahun terakhir ini aku depresi Din, setiap kambuh itu berarti aku gak bisa kontrol emosi dan nafsu aku, dan selebihnya rindu aku sama dia. Aku rasa aku udah gak bisa diobatin lagi," Aku menghapus air mataku,

"Ish, udah Cha. Tapi maaf nih, kalo waktu kamu masih SMP atau SMA, gimana sikap kamu ke dia? Kamu kan masih sering ketemu?" Adinda mengelus pundakku dan memelankan volume suaranya,

"Aku udah suka sama dia sekitar dari kelas 4 SD. Aku rasa itu cinta yang nyata. Dan sampai sekarang, gak ada lagi yang bisa ngobatin rasa rindu aku. Tapi sebenernya dia gak pernah tahu kalau aku suka dia, padahal aku sering cerita tentangya ke siapapun,"

"Jadi kamu perlu banget obat depresi kamu, ya?"

Aku mengangguk,

"Yasudah, kalo gitu, kamu sabar ya. Kamu pasti bisa bertahan kok. Kamu jangan ketergantungan, percayain semua sama tuhan,"

"Aku, aku gak percaya siapa siapa lagi selain Dokter, Din. Cuman Dokter yang bisa tolong aku,"

"Ish, gak boleh gitu. Tuhan jauh lebih tahu daripada Dokter," Dia menepuk pundakku sambil tersenyum,

Akupun membalas senyumannya,

"Udah nyampe nih, makasih ya Din," Aku turun dari mobilnya sambil melambaikan tangan.
Aku masih tidak setuju dengan masukan dari Adinda. Namun aku benar benar harus berjuang dalam satu bulan penuh ini.

kaleidoscope of memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang