I was naive 2

18 1 0
                                    

Dan pada akhirnya, akupun sampai di depan gedung sekolah. Acaranya sudah hampir selesai.
Aku berdoa dalam hati, semoga cendramata yang ku siapkan dari sejak lama ini sempat ku beri pada Arya. Ya ampun, waktu yang melaju dengan cepat ini membuatku kesal.

Akupun masuk kedalam gedung sekolah, berharap bisa menemukan Arya yang sedang memiliki waktu untuk berbincang bincang. Ku pastikan, aku akan menceritakan semuanya pada Arya.

Aku berjalan dengan pelan, menggenggam tas selendangku diantara semerbak wangi yang bukan tujuan dari yang sedang ku cari cari saat ini.

"Acha!" Teriak seseorang dari sebelah kiriku,

"Hey!" Dia memegang lenganku sambil tersenyum. Dia kak Yura, seniorku di eskul tari.

"Eh, kak Yura! Ya ampun, cantik banget pake make up gini. Pangling lho,"

"Haha kamu, dari mana? Kok kucel banget sih? Belum mandi?"

"Ih kakak, enak aja. Aku habis dari rumah nenek nih,"

"Oh, yang di purwakarta itu?"

"Yogyakarta,"

"Kamu jauh jauh dari Yogyakarta kesini, mau apa? Kangen aku ya?"

"Hahaha, iya deh. Tapi by the way, kakak liat kak Arya gak? Yang kelas duabelas MIPA 1. Aku ada pesen nih,"

"Oh si Arya? Dia udah pergi ke rumah tantenya sekitar dua jam yang lalu-lah. Dia mau sekolah di universitas yang ada disana, emang kamu gak tahu?"

Akupun terdiam kaku sejenak. Apakah aku benar benar tidak akan bertemu dengannya lagi? Bisa dibilang aku kecewa, tapi ini sepertinya sudah telanjur.

"Oh, udah pergi ya? Ya sudah, aku pulang dulu ya, hehe, makasih lho kak Yura. Sukses ya! Jangan lupa sama aku. Dah!"

"Iya deh, aamiin. Sama sama, hati hati dijalan ya!"

"Iya! Dah, makasih lho ya sekali lagi,"

Akupun pulang dengan kenangan kosong, tak ada yang bisa ku ceritakan. Begitupun Dhiya, dia selalu saja mengikutiku. Dhiya sengaja menghampiriku ke rumah dan menghiburku agar tak sedih lagi, namun dia mengambil kesempatan ini untuk mengungkapkan perasaanya kepadaku untuk kesekian kalinya. Jujur saja, aku muak dengan semua dramanya. Bukan terhibur, namun aku kesal mendengar kata katanya.

"Acha, Arya itu gak pernah tau siapa kamu. Kan masih ada aku?" Katanya,

"Aku bilang enggak. Aku udah bilang beberapa kali kan sama kamu, aku itu gak mau. Aku cuman mau sama kak Arya. Percuma kamu mau jungkir balik, salto di atas helikopter juga, aku gak akan bahagia,"

"Bisa keras kepala gitu apa sih rahasianya?"

"Gue dibuatnya dari batu. Puas lo? Puas? Udah deh, jangan ganggu terus,"

Dhiya pulang dengan kekecewaan yang sudah sering terulang. Dhera adalah teman kecilku. Ayahnya dan ibuku sudah kenal dekat. Dia sudah menyatakan cintanya berulang ulang, namun kita hanyalah teman, dan akan tetap menjadi teman.

kaleidoscope of memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang