Lima

13K 1.3K 63
                                    

Hanya bahagia yang bagas rasakan saat ini, bagaimana tidak. Hari-harinya selalu ditemani orang-orang terkasih. Bukan hanya Nessa, tapi Alexa, papanya, Mei Ling dan keluarganya yang lain ikut serta menyempurnakan kebahagian Bagas.

Namun sebagai manusia, kita tentu tidak akan berada dalam sebuah keadaan yang kekal di dunia ini. Roda kehidupan tetaplah berputar, yang mana disaat bahagia maka kesedihan tidak boleh terlupakan. Karena sebagai manusia hidup, pasti tidak hanya bahagia saja yang dirasakan dalam hidup ini. Sewaktu-waktu kesedihan pastilah datang sebagai ujian.

Seperti yang dirasakan Bagas saat itu. Satu minggu setelah resepsi pernikahan digelar, dia harus merasakan kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak, Alexa ibu yang selama beberapa minggu ini menjadi pelengkap kebahagiaannya harus kembali dirawat intensif di ruang ICU.

Selama ini keadaan Alexa memang tidak membaik, dan semakin hari pengobatan yang ia lakukan tidak lagi menetralisir penyakit Aids yang ia derita.

Namun walau demikian, senyum bahagia tetap menghiasi wajah pucat Alexa. Sedikit pun dia tidak menunjukan rasa sakitnya pada Bagas.

"Sedikit pun Mama tidak keberatan seandainya Tuhan mengambil nyawa Mama saat ini. Bahkan, Mama akan merasa senang karena Mama meninggal dalam keadaan bahagia tanpa kebencian darimu." kata Alexa sehari setelah ia dirawat di rumah sakit pada Bagas yang saat itu membesuknya bersama Nessa.

"Mama akan hidup lebih lama lagi bersama aku dan Nessa. Jangan putus asa seperti itu." balas Bagas, air matanya sudah berlinang, dia ingin Alexa bertahan dan menikmati kebersamaan mereka lebih lama lagi.

"Please Mam. Bertahanlah." lanjut Bagas sambil terisak. "Aku akan mendatangkan dokter terbaik dan obat termahal untuk membuat Mama bertahan. Untuk itu jangan putus asa."

Alexa hanya tersenyum, sepertinya dia sudah tahu keadaan dirinya dan tidak ingin memberi Bagas harapan.

"Tuhan pasti akan memberi kita yang terbaik." kata Alexa. "Sekarang, pulanglah istirahat di rumah. Supaya besok kamu bisa menjalani aktivitas seperti biasa. Mama tidak ingin kamu bolos dinas lagi karena mengkhawatirkan Mama. Bekerjalah seperti biasa, dan mampirlah kesini sebelum kamu berangkat berdinas besok," lanjutnya.

"Aku akan di sini menemanimu, Mam."

"Jangan, Mama tidak bisa istirahat dengan tenang jika kamu tidur di rumah sakit. Mama pasti merasa takut kamu akan kelelahan. Sekarang pulanglah, biar kita sama-sama beristirahat dengan cukup. Lagi pula, ada suster Erika jika Mama butuh sesuatu." kata Alexa sambil melirik ke arah Erika perawat pribadinya yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Baiklah jika itu permintaan Mama. Tapi ingat, keadaan Mama harus lebih baik dari sekarang saat pagi menjelang." balas Bagas.

"Ya," hanya itu jawaban Alexa. Dan setelah mengecup kening ibunya itu, Bagas dan Nessa pun beranjak untuk pulang.

Di perjalanan Bagas hanya diam membisu, tentu itu bukan sikap yang biasa. Tapi, Nessa yang duduk di sampingnya sangat paham dengan kesedihan yang dialaminya.

Tidak ada kata yang diucapkan Nessa, dia hanya memberi Bagas remasan tangan di jemari suaminya itu dan berharap kalau Bagas bisa menerima semua keadaan.

*
Keesokan harinya Bagas kembali ke rumah sakit sebelum berdinas sesuai dengan keinginan Alexa. Namun, sepertinya itulah terakhir kalinya ibu dan anak itu saling bertemu pandang. Karena saat siang tiba, Bagas harus mendapat telepon dari Nessa kalau keadaan Alexa semakin memburuk.

Akhirnya, Bagas pun harus berdinas setengah hari, dan cepat-cepat ke rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit rupanya Alexa sudah tiada, hanya jasadnya saja yang terbujur kaku dengan senyum yang tersungging di bibirnya.

Kekuatan Cinta (Mini Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang