Part 1-1 : Pertemuan tak Berkesan

72 0 0
                                    

Sore itu hujan gerimis membasahi kota Bandung. Langit yang semula begitu cerah ceria seketika berubah mendung. Lembaran tujuh lapis yang membentang mengelilingi bumi itu tertutup satu lapisan hitam sangat kelam. Tak seperti biasa memang, wajah merona dengan roman kemerah-merahan yang selalu ia tampakkan di setiap sore tidak terlihat ketika itu. Wajahnya muram bertambah buram dan menyeramkan.

Dalam satuan detik desiran hawa sejuk mulai bersimponi. Angin seakan menjadi pendamping yang setia dan tiada berpaling. Pendamping yang akan selalu ada di saat hujan menari dalam udara dan selalu mengiringi tanpa berniat meninggalkan. Deru letupannya sangat bersemangat membuat daun-daun berguguran hilang dari dahannya. Di ujung langit sana, sang petirpun mulai menampakkan lika-liku cahaya indah. Gemerlap tapi menakutkan. Menawan tapi menggelegar.

Pada saat yang sama, diantara rintisan air hujan yang terus jatuh, diantara dinginnya udara yang mulai merambat tulang, terlihat beberapa orang kalang kabut tidak karuan. Para pedagang kaki lima di pinggir trotoar itu sibuk sendiri membenahi dagangannya. Mulut mereka tak henti mengomel. Tidak henti menyumpahi kenapa hujan turun tidak tepat waktu. Kenapa hujan tiba-tiba datang menganggu di saat mereka sedang tekunnya mencari pundi.

Hujan seakan telah menjadi penghambat jalannya rejeki.

Padahal tanpa mereka sadari. Hujan adalah berkah dari langit, anugerah yang sengaja Tuhan kirim untuk kelangsungan hidup manusia. Tanpa hujan petani tidak akan memulai masa tanamnya. Tanpa hujan tidak akan ada siklus air yang biasanya diterangkan oleh guru kita di SD. Tanpa hujan air di samudera akan mengering. Tak akan ada lagi ikan asin, cumi-cumi, kerang dan berbagai macam hidangan laut nyammi itu. Tidak akan lagi ada wisata bahari. Tidak ada!

Tanpa hujan, tanaman, hewan dan manusia tidak dapat hidup. Semua makhluk tidak akan bertahan di dunia tanpa hujan. Hujan adalah pemberi kehidupan. Hujan pemberi kebahagiaan. Andai saja hujan itu mengasingkan diri, diam-diam mengepakkan sayapnya dan pindah menetap di planet lain, apa yang akan terjadi? Bumi kering kerontang bak kulit ikan yang dijemur di bawah terik matahari. Tanpa kehidupan, tanpa kebahagiaan.

Lain skenario di momentum yang sama. Di pelataran sebuah toko buku "ALKA Book Store" terlihat beberapa motor terparkir rapi. Seorang tukang parkir memilih berdiam di kursi dekat pintu keluar. Tangan lelaki berumur enam puluh-an itu saling bersidekap ke dada. Kakinya sibuk bergerak-gerak dan bibirnya mengecap-ecap. Sebuah cangkir tanggung bermotif belang-belang hijau terpajang diam di meja di sampingnya. Entah apa jua isinya? Kopi, wedang jahe, teh hangat, air gula atau malah hanya sekedar air putih saja.

Mengintip lebih ke dalam toko buku, suasana jauh berbeda dengan suasana muram di luar sana. Suasana dalam toko buku itu bersih, tenang dan nyaman. Buku-buku tertata rapi pada raknya masing-masing. Hawa semerbak wangi pengharum tak tertinggal menyeruak ke seantero sudut ruangan. Lagu nasyid sayup-sayup terdengar. Di setiap penjuru mata memandang beberapa pengunjung terlihat begitu serius dengan buku di tangannya. Mereka rata-rata adalah santri dan ustaz dari Pondok Modern Ar Rasyid, salah satu Pondok Modern terbaik di kota Bandung.

Pondok ini merupakan pondok berstandar modern dimana di dalamnya diajarkan tidak hanya pelajaran agama saja, melainkan juga dilengkapi dengan pemberian materi bahasa inggris, pengetahuan alam, pengetahuan umum, pengetahuan sosial, bahkan ilmu berbisnis. Kesempatan untuk masuknya IPTEK di sini juga sangat dibuka lebar. Hebatnya, penggunaan bahasa komunikasi sehari-hari diwajibkan hanya dengan dua bahasa, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris.

AlKA BookStore sendiri adalah salah satu cabang usaha yang sengaja didirikan oleh Pondok Modern Ar Rasyid. Toko buku ini menjual berbagai macam jenis buku. Dari buku sekolah, buku cerita, novel, fiksi maupun non fiksi, baik berbau islam atau tidak, alat-alat sekolahpun ada. Semua lengkap, dan memang sengaja dilengkapi. Para penjaganya sengaja dipilih dari para ustaz. Ustaz di sini adalah santri yang sudah lulus kelas enam atau selevel lulus SMA kemudian mereka menjalani masa kuliah di Pondok sekaligus mengemban pengabdian dengan cara mengajar juniornya yang masih berada di kelas 1-6 sembari menjadi karyawan atau penjaga di setiap cabang usaha milik Pondok.

Intidzar For Love (Penantian Cinta)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang