"Lagi belajar Sya?" sapa Hakim sambil duduk di pinggir tempat tidur Ansya.
Seperti biasa Ansya tidak menyahut. Gadis itu sedang konsentrasi belajar. Kalau sudah begitu mau diajak mengobrol oleh siapapun, dia tidak akan merespon. Bukannya berniat tidak sopan atau apa. Tapi saat belajar dan bener-bener sedang berkonsentasi, nilai ambang dengar telinganya kadang tiba-tiba menghilang. Jadi ya jangan salahkan, kalau saat belajar dan ada yang mengajak mengobrol, kemungkinan besar tidak diperhatikan!
Maklum saja sebagai mahasiswa kedokteran dengan jurusan Pendidikan Dokter belajar adalah kewajiban karena suatu saat nanti ada saat baginya setiap saat selalu berhadapan dengan pasien. Pada saat seperti itu setiap tindakan tidak bisa dilakukan dengan asal dan sembarangan. Semua harus sempurna dan dipastikan aman untuk pasien dan dirinya sendiri. Aspek Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di sini harus selalu diperhatikan. Bukan saja agar pasien bisa mendapatkan pengobatan yang terbaik tetapi juga mencegah timbulnya penularan penyakit dari pasien ke tenaga kesehatan, seperti dokter.
Hal ini selalu dikatakan oleh dosen mata kuliah Anatomi pada semester 1, Dr. Bambang, "Kita sebagai tenaga kesehatan harus lebih mementingkan keselamatan pasien tapi juga jangan mengabaikan keselamatan diri sendiri. Pekerjaan kita berhubungan dengan nyawa manusia jadi harus benar-benar dilaksanakan dengan sebaik mungkin."
Pernah, suatu ketika saat masih semester satu akhir, ada kuliah praktikum pengambilan darah di vena antekubiti di daerah sekitar pergelangan siku. Sebab Ansya belum sampai satu tahun mengenyam perkuliahan dan masih sangat asing dengan dunia kesehatan, dia dan Nindya masih belum bisa menerapkan apa yang dibaca dengan praktek di lapangan. Melihat jarum suntik saja kadang Ansya masih gemetaran. Apalagi harus secara tega menusukkannya ke pergelangan siku manusia. Tapi mau nggak mau, tega nggak tega dia dan Nindya harus melalui kuliah praktikum.
Maka dengan ragu-ragu Ansya duduk di samping Nindya yang terbaring di tempat tidur. Dengan pelan dia melipat lengan baju Nindya sampai ke siku. Setelah menemukan letak denyut nadi vena antelkubitis, maka dengan terlebih dahulu membaca basmalah, dan dengan hati dag-dig-dug Ansya mulai menusukkan ujung runcing jarum suntik yang sudah disiapkan sebelumnya ke kulit tangan Nindya. Nindyapun langsung meringis. Wajahnya pucat basi. Tangannya gemetaran. Sedang Ansya hanya mampu tersenyum getir.
Saat jarum suntik itu dirasa sudah cukup menembus ke vena antekubitis Ansya segera menarik pegangan jarum suntik untuk memicu darah keluar. Tapi sayang, karena hal itu masih pertama dilakukannya darah Nindya tak lantas keluar. Nindya semakin meringis menahan perih di tangannya. Dosen yang mengawasi kuliah praktikumpun langsung menyuruh Ansya menarik jarum suntik dari pergelangan tangan Nindya. Bekas suntikan itu terlihat membiru. Nindya masih meringis.
Sejak saat itu Ansya merasa dirinya harus lebih cermat dan tidak boleh gegabah dalam melakukan segala macam tindakan. Kekeliruan sedikit saja bisa berakibat fatal.
Ansya masih memusatkan perhatiannya ke buku tebal yang dia baca. Hakim juga masih diam. Laki-laki itu menunggu saat yang tepat untuk mengobrol bersama adik yang sangat dirindukannya itu. Beberapa saat kemudian Ansya menutup buku tebal itu. Ditatapnya wajah Hakim. Laki-laki itu tersenyum manis padanya.
"Asyik banget Sya belajarnya? Sampai-sampai kakak kamu cuekin. Padahal kita lama nggak ketemu loh."
Ansya hanya membalas perkataan Hakim dengan senyumnya yang semakin lebar. Laki-laki itu, walau bukan kakak kandung baginya, tapi tak berlebihan kiranya jika Ansya merasa Hakim adalah seorang kakak sepupu yang kasih sayangnya melebihi seorang kakak kandung. Hakimlah yang selalu menjadi seorang yang siap mendengarkan kapanpun Ansya berkeluh kesah. Hakim pula seseorang yang selalu memberikan nasehat setiap dia menghadapi masalah.
Sejak delapan tahun yang lalu tepatnya. Sejak Hakim yang baru saja lulus dari SMP di Jakarta tiba-tiba memutuskan untuk memutuskan ke Bandung dan meneruskan menuntut ilmu di Pondok Modern Ar Rasyid. Sejak saat itu pula rumah Ansya adalah satu-satunya tempat bersinggahnya. Tempat di mana Hakim remaja bisa mendapatkan kasih sayang seorang ibu, ayah dan saudara. Bagi Ansyapun, gadis itu mendadak mendapatkan seorang malaikat penjaga yang begitu baik hati.
"Kok malah ngeliatin kakak sambil senyum-senyum kaya gitu?"
"Kakak lama nggak pulang. Udah lebih dari dua bulan kan?"
"Kakak banyak kerjaan Sya. Kakak harus kuliah, mengajar, membantu pondok. Belum lagi kalau ada acara ke pondok-pondok lain. Kakak juga harus jadi guru privat bahasa inggris. Jadi susah banget membagi waktunya. Maaf ya."
Ansya masih tersenyum. Memang tak mudah mempunyai seorang kakak yang menyenangkan tapi sibuk bukan main.
<<aulya>>
Vena Antelkubitis : pembuluh darah yang terletak di disekitar cekungan kubiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intidzar For Love (Penantian Cinta)
Документальная прозаPenantian untuk beberapa orang diartikan sebagai suatu hal yang begitu gamang, tapi untuk beberapa orang dirasa sebagai suatu yang mengasyikkan, mendebarkan bahkan kadang menyakitkan jika dijalani tanpa kepastian akar. Ketika sebuah cerita cinta sel...