13. Perpisahan

7.5K 337 34
                                    

EBOOK SUDAH TERSEDIA DI PLAYSTORE🤗

Beli juga versi cetaknya, ya😚Bisa hubungi penerbit langsung atau bisa melalui aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beli juga versi cetaknya, ya😚Bisa hubungi penerbit langsung atau bisa melalui aku.

Instagram : Shxxdda

[]

Pikiran Damian masih tertuju pada apa yang Ayah serta Papanya jelaskan tentang masa lalunya. Kini ia mengerti akan ucapan sang Mama dalam mimpinya.

"Jangan menyalahkan seseorang atas apa yang tidak dilakukannya. Kamu akan menyesali diakhir nanti jika kamu mengetahui yang sebenarnya."

Kehancuran perusahaan keluarganya bukan disebabkan oleh Rega. Dan juga kematian sang kekasih bukan Resya pelakunya. Di sini, Resyalah yang tak bersalah. Perempuan itu hanya dijadikan kambing hitam oleh Ayah sang sahabat.

"Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Damian pada Wisnu, Ayah sang kekasih. Mata Damian melirik Resya yang hanya diam tak berbicara.

"Tadi Nadine dan Resya bertengkar di balkon. Aku mendengar jika Resya mengatakan bahwa ia membenci Nadine karena Nadine telah mengambilmu darinya. Resya mencintai kamu Damian. Maka dari itulah dia mendorong Nadine," jelas Wisnu yang terlihat sedih kala itu.

"Putriku tidak seperti itu, Wisnu?!" bantah Rega menatap sengit Wisnu.

"Itu memang kenyataannya, Rega. Putrimu telah dibutakan oleh cintanya hingga dia tega membunuh putriku!"

Damian diam. Dirinya tahu jika Resya menyukainya. Namun Damian menyukai Nadine. Bahkan hubungan ketiganya baik-baik saja walaupun Nadine dan Damian sudah menjadi pasangan kekasih.

"Katakan pada semua orang jika kamu yang mendorong putriku!" Wisnu mengguncang tubuh Resya, memaksa agar gadis itu mengatakan hal yang seharusnya tak ia katakan kala itu.

"Rere... Rere yang dorong Nana..." tangis Resya pecah sebelum ia menjelaskan lebih rinci apa yang terjadi. Ia tak kuasa menahan tangisnya, hingga orang-orang yang berada di sana mengambil kesimpulan bahwa memang Resyalah sang pelaku utama.

"Kalian dengar, kan?" Wisnu tersenyum penuh kemenangan.

"Tidak, putriku tidak mungkin melakukan itu!" sentak Asya yang kini sudah menangis.

Tika, Ibu dari Nadine itu hanya diam. Tak berusaha mengatakan yang sebenarnya. Ia terlalu syok atas kejadian ini.

"Sebaiknya kalian urus putri kalian yang gila itu," cetus Wisnu yang membuat Rega berang.

"Ayo, Tika. Kita urus pemakaman Nadine. Tinggalkan orang yang sudah membunuh putri kita." Tika mengikuti ucapan suaminya. Sebelum meninggalkan semua orang itu, Tika menatap Resya lebih dulu.

"Damian?"

Suara itu berhasil membuat Damian kembali pada kenyataan saat ini. Damian menatap orang itu.

"Papa tahu kamu sebenarnya orang baik. Bahkan Papa tahu kamu menyayangi Resya. Namun rasa sayang kamu itu tertutupi oleh rasa benci kamu sama dia. Papa ingin kamu menebus dosa yang telah kamu lakukan pada Resya. Sekarang kamu sudah tahu kebenarannya, dan Papa yakin kamu cukup dewasa dalam menyikapi hal ini."

"Damian..." Suara Damian tercekat di tengah tenggorokan. Ia tak mampu berkata-kata lagi.

"Awalnya Papa akan menjodohkan kamu dengan Resya. Tapi ternyata kamu bergerak lebih cepat. Papa kira kamu sudah menerima kembali Resya dan melupakan kejadian itu, nyatanya kamu memiliki niat lain. Papa bahkan tidak menyangka kamu yang menyebabkan perusahaan Rega bermasalah. Demi apapun, Papa tidak mengenal kamu yang sekarang. Kamu seperti bukan anak Papa yang dulu. Kamu sudah berbeda sejak kejadian itu."

Damian diam mendengar ucapan sang Papa. Ucapan Haikal benar-benar menamparnya pada kenyataan. Ia sudah menjadi iblis sejak kejadian itu. Dirinya sudah terlalu jahat.

"Tapi Papa yakin Resya akan menerima kamu kembali setelah apa yang kamu lakukan padanya. Dia cinta sama kamu Damian. Yakinkan Rega, jika kamu saat ini sudah melupakan dendam itu. Dendam yang tak seharusnya kamu balas pada Resya, orang yang sebenarnya adalah korban."

"Resya ingin ketemu kamu," ucap seseorang membuat Haikal dan Damian menolehkan kepalanya cepat ke asal suara.

Damian bangkit dari duduknya lantas masuk ke dalam ruang rawat setelah mengucapkan terima kasih pada Ayah mertuanya.

"Dane?" panggil Resya ketika menyadari kehadiran Damian. Panggilan itu mengalun indah di telinga Damian. Panggilan yang sudah bertahun-tahun ia rindukan.

Damian tersenyum canggung. Jujur, ia malu bahkan sebenarnya sangat tak ingin menunjukkan wajahnya di hadapan Resya.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanya Damian setelah mendudukkan bokongnya disalah satu kursi yang ada di samping ranjang pasien.

"Lebih baik dari sebelumnya," jawab Resya seadanya.

Setelah itu hanya keheningan yang ada di antara keduanya. Resya bingung akan mengatakan apa, ia tak mau Damian menjadi marah padanya.

"Maaf."

Ucapan itu membuat Resya yang sedang melamun menjadi terperanjat kaget. Ia tak salah dengar kan?

Resya menatap Damian yang menunduk. "Maaf atas semua yang sudah aku lakukan. Aku sudah salah paham. A-aku gak berniat membuat kamu terguncang atas kejadian itu. Aku juga gak tau kamu sampai harus ke psikolog gara-gara kematian Nadine."

Tangan Resya menggenggam tangan besar milik Damian. "Rere tahu, Dane. Kamu gak tahu apa-apa di sini. Kita semua korban Om Wisnu. Sekalipun kamu bersikap kasar sama Rere, tak mengurangi rasa cinta Rere sama kamu."

"Maaf atas semua kebodohanku, Re." Mata Damian sudah berkaca-kaca.

Resya tahu Damian bersungguh-sungguh menyesali perbuatannya.

"Jangan menyalahkan diri sendiri, Dane." Resya memang tak menyukai Damian yang egois. Namun ia lebih tak menyukai Damian yang terus menyalahkan dirinya sendiri.

"Kita mulai semuanya dari awal lagi, Re. Benar-benar dari awal. Tanpa dendam dan tanpa kebohongan."

Mendengar itu Resya tersenyum seraya melepaskan genggamannya pada tangan Damian yang membuat Damian mengernyit heran.

"Rere gak bisa, Dane."

Sebuah penolakan yang baru saja Damian dengar. Tak pernah dalam sejarahnya seorang Damian mendapat penolakan.

"Ke-napa?" tanya Damian tercekat tak percaya.

"Rere gak mau jadi penebusan dosa kamu. Rere gak mau jadi beban kamu karena kamu ngerasa bersalah sama Rere. Semuanya udah terjadi. Rere udah lupain dan maafin semuanya. Jadi kamu gak perlu tanggung jawab."

"Gak, Re. Kamu bukan beban bagi aku. Aku sayang sama kamu. Kita mulai semuanya dari awal, Re. Kamu, aku, dan keluarga kita."

Terlihat Resya menggeleng. "Kamu cuma sayang aja sama Rere, Dane. Rere tanya kamu dulu. Kamu cinta gak sama Rere?"

Damian terdiam. Dia tak tahu harus menjawab apa. Apakah membangun kehidupan yang baru harus didasari dengan perasaan cinta?

"Kamu gak bisa jawab, kan? Jadi lebih baik sekarang kita hidup masing-masing."

Damian kehilangan suaranya untuk membantah ucapan Resya. Ia ingin membantah keinginan Resya. Namun ia sendiri pun tak tahu, apakah perasaan yang ia miliki untuk Resya itu sejenis cinta? Atau hanya sebatas sayang seorang sahabat yang tak ingin berpisah?

MLS [1] : Devil Husband [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang