Prologue

47.3K 3.2K 338
                                    

••







Selama nyaris delapan belas tahun masa hidup, Jungkook tidak pernah sekalipun membenci seseorang sebelumnya. Hidupnya tidak pernah kekurangan. Terlampau bahagia sebab tidak pernah beranggapan jika masalah itu berat. Pemuda Jeon terbiasa menjalani hidup secara santai. Melemaskan seluruh akal untuk mengikuti jalan yang ada didepan mata.

Jalani apa yang ingin kau jalani, dan tinggalkan apapun yang membuatmu terbebani.


Sebajingan apapun dirinya, seburuk apapun tingkah lakunya, tetapi tidak sekalipun Jungkook memiliki cetakan buruk dalam ingatan seseorang. Nyaris tidak pernah bermasalah dengan siapapun. Pemuda itu terlampau tenang dengan prinsip berkelahi bukanlah gayanya.

Seingatnya seperti itu.


Akan tetapi, segala kesempurnaan prinsip yang selalu digenggam erat itu akan selalu ambyar dalam sekejap. Terbang keangkasa, mengabur bersama udara, setiap kali dunia harus mempertemukannya dengan siswa terbajingan pemilik kadar bajingan yang melebihi dirinya.


Membuat jemari begitu hafal untuk segera mengepal dengan sendirinya. Rahang mengatup disertai gigi bergemurutuk menahan angkara yang nyaris meledak, siap untuk meluluh lantahkan dunia.
Bibirnya mendesis berbahaya, disertai kilat mata berkobar penuh amarah. Begitu tatap mata tertuju pada sosok bajingan yang baru saja dibicarakan terlihat berlari tergopoh kearahnya.


"Ckk, bajingan itu lagi."


Tanpa membuang waktu, pemuda Jeon segera memposisikan diri ditengah koridor. Memutus akses jalan bagi siapapun yang berniat melewati, termasuk bajingan tengik yang masih berlari kearahnya. Dengan kedua tangan bergerak-gerak, memberi isyarat pada Jungkook supaya bergeser dari tempatnya berdiri.


Sayangnya Jungkook tetaplah Jungkook. Alih-alih menghindar, pemuda itu justru berdiri angkuh dengan menyisipkan kedua tangan kedalam saku celana.


Maka ketika melihat jarak semakin dekat, Jungkook juga semakin melebarkan seringai. Mengangkat dagunya tinggi-tinggi seraya menatap mencomooh kearah pemuda yang berhasil mengerem kakinya dadakan dan segera berdiri tepat dihadapannya.


"Ohh, ayolah Jeon. Jangan sekarang."

"Masalah apa lagi yang kau buat, brengsek."


Pemuda itu memutar bola mata jengah. Menatap Jungkook tanpa minat sebelum menjawab asal.
"Bukan urusanmu."


Dengan jawaban yang begitu kurang ajar, cukup untuk menjadikan akal Jungkook dikuasai angkara. Menggeritkan giginya temperamen, serta tatapan tajam mengerikan
"Semua yang kalian lakukan disekolah adalah urusanku. Karena,"         Jeda, Jungkook mengeratkan jemari tangan. Sekuat tenaga menahan untuk tidak mencabik wajah pemuda dihadapannya.
"Sekolah ini milik ayahku."


Pemuda dihadapannya terkekeh pelan. Mendengus angkuh mencomooh dengan kedua alis menekuk. Raut wajahnya seolah ingin memperlihatkan seberapa menjijikkannya ucapan Jungkook barusan.
"Dan ayahku donatur terbesar sekolah ini, jika kau lupa."


Tidak lagi menjawab. Jungkook kalah telak. Onyx tajamnya menatap siswa itu tidak suka. Benar-benar ujian tersulit, sebab sebenci apapun pada pemuda itu, Jungkook tetap tidak bisa, tidak akan dan tidak boleh melukainya.

"Brengsek, aku muak dengan wajahmu! Kubilang menyingkir!"

"Aku lebih muak denganmu, Kim."
Masih belum bergeser dari posisinya berdiri barang se inchi pun. Jungkook balas mendengus persetan. Tersenyum tipis terkesan sinis begitu mendapati pemuda yang diketahui sebagai ketua kedisiplinan muncul dari belokan koridor dengan raut mencekam. Menjadikan si bajingan kalang kabut mencari cara ampuh menghindari kejaran induk singa, Min Yoongi.

"Lihat belakangmu,"         Jeda, Jungkook balas menyeringai angkuh mendapati pemuda yang dipanggil Kim itu menoleh kebelakang dan tampak kalang kabut setelahnya.      "Mati kau sialan!"       Desisnya penuh kepuasan.


Tetapi sayang, ketika bibirnya belum sempat menyeringai secara utuh, bajingan itu lebih dulu membungkamnya tanpa ampun. Menghisap teramat kurang ajar, bahkan Jungkook sempat merasakan sensasi lidah asing mengoral rongga mulutnya.

Semua terjadi begitu cepat. Jungkook tidak sempat melawan ataupun menghindar. Menjadikannya hanya diam nyaris seperti idiot. Barulah, segala kewarasannya kembali utuh tepat ketika bajingan itu mengusak rambutnya pelan, awalnya. Sebelum kemudian menarik teramat kencang tanpa ampun, yang menjadikan kepalanya turut tertarik hingga mendadak pening. Jungkook bahkan merasakan ada beberapa helai tercabut dari kulit kepalanya. Brengsek.

Tetapi saat dirinya menoleh mencari pelaku penjambakan rambutnya untuk segera dibunuh dan dimutilasi, bajingan itu sudah berlari menjauh. Menoleh sekilas sembari berteriak menjijikkan yang menjadikan Jungkook serasa ingin memuntahkan semua sarapan paginya.

"I'm sorry, baby."

"Brengsek! Kim Taehyung bajingan! Berhenti kau bedebah busuk."


Dan dari kejauhan Taehyung hanya berhenti dan menoleh kebelakang sesaat, sekedar mengacungkan jari tengah kearah Jungkook. Sebelum kembali berlari sambil menggelakkan tawa puas. Karena bagi Taehyung bahagia itu adalah saat dimana bisa membuat emosi Jeon Jungkook meledak ledak.
























"Kudengar, disekolah kalian bertengkar lagi."        Pria paruh baya itu menatap dua pemuda yang duduk berdampingan; dihadapannya. Punggung bersandar dengan kaki kanan menyilang diatas kaki kiri.
"Jadi bisa jelaskan pada Papa, Jungkook ah. Atau Taehyung?"

"Dia yang mulai, papa Jeon."      Mengendik bahu acuh, Taehyung menjawab santai sembari menunjuk Jungkook menggunakan dagunya.


Menjadikan Jungkook menolehkan kepala dengan kecepatan kilat. Menatap tajam kearah Taehyung yang bahkan tidak memperdulikannya sama sekali.
"Brengsek, kau yang mulai bajingan."

Melirik sekilas, Taehyung tersenyum tipis sembari menaikkan sebelah alis.
"Siapa yang lebih dulu memblokade jalanku?"

"Karena aku tau kau membuat masalah, sialan."      Mendesis pelan, disertai sorot mata tajam yang menyala-nyala. Jungkook nyaris kalap akan menghabisi Taehyung, jika saja tuan Jeon tidak lebih dulu menyela.


"Aiiss, kalian ini. Papa akan benar-benar menikahkan kalian secepatnya, kalau setiap hari bertengkar seperti ini."

"Sialan. Aku tidak sudi."         Jungkook menolak dengan nada kelewat tinggi. Terlampau emosi sampai lupa diri siapa yang baru saja diumpati.


"Kau bilang apa, Jungkook."
Ucapan pelan terkesan mengancam dari Tuan Jeon, cukup menjadikan Jungkook menunduk penuh penyesalan.
Sudah menjadi hukum alam, dimana ada Taehyung maka ada kesialan menimpanya.

Setidaknya itulah yang selama ini Jungkook percayai.


"Ide bagus, papa Jeon. Kalau begitu beritau juga ayahku supaya menyiapkan pesta mewah dan meriah."















•°•°•°•







Ada berapa ff ku yang masih on going.. XD

Tiresome ㅡ kth+jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang