Malam minggu, disalah satu ruang VIP dalam restoran mewah milik keluarga nyonya Jeon. Suasana begitu meriah meski dihuni hanya terdiri dari dua keluarga. Ada Tuan dan Nyonya Jeon beserta si anak bungsu, Jeon Jungkook. Lalu Tuan dan Nyonya Kim beserta kedua anak lelakinya, Taehyung dan Namjoon beserta teman karibnya. Bagi kedua keluarga tersebut, acara semacam ini bukan lagi sesuatu yang langka. Bisa dihitung sebulan sekali, mereka selalu meluangkan waktu untuk makan malam bersama sembari bercengkrama dalam rangka pendekatan keluarga.Terlebih ketika kedua anak kesayangan mereka resmi menjadi tunangan.
Masing-masing orang tua disana saling berganti cerita banyak hal, yang kemudian akan dilanjut dengan tawa bersusulan. Ada Kim Namjoon, si anak jenius kebanggaan keluarga Kim yang kerap kali membuat keempat orang tua itu melongo dengan cerita singkat mengenai suka duka yang dialami menuju pencapaian luar biasa diusia mudanya. Lalu, suasana akan selalu kembali relax dan hangat ketika teman Namjoonㅡ Kim Seokjin mengeluarkan lelucon garing yang bahkan mampu membuat mereka semua tergelak dalam tawa.
Semua bersenang-senang, tertawa tulus dan tanpa beban. Benar-benar menunjukkan seberapa bahagia melewati kebersamaan malam itu. Kecuali, dua anak muda yang luput dari perhatian. Duduk saling berhadapan dengan tatap mata yang sama-sama tajam. Seolah ingin menunjukkan siapa yang paling garang.
Keduanya terlampau larut dalam dunia anomali mereka, tanpa mendengar sedikitpun apa yang sedari tadi orang-orang tua itu berbincangkan. Hingga detik ketika Nyonya Jeon menepuk bahu kanannya, Jungkook tersadar bahwa acara selesai dan sudah saatnya mereka pulang.
Tidak berkomentar apapun, selain hanya membungkuk sopan ketika pamit dengan keluarga Kim, sebelum akhirnya mengekori orang tuanya menuju basement restoran tersebut.
Bahkan ketika berada dijok belakang dalam mobilnya, Jungkook tidak bersuara. Memilih menyumpal headset pada kedua telinga sembari menutup mata, menikmati alunan musik pop milik Charlie Puth, salah satu penyanyi western yang menjadi favoritnya.Tidak peduli apapun, bahkan ketika ibunya lagi-lagi menepuk bahu dan memintanya turun dari mobil. Menurut, tentu saja. Toh sudah sampai depan rumahnya, hanya tinggal berjalan beberapa langkah untuk masuk rumah dan tidur. Okay, tidak masalah.
Yea, seindah itu, fikirnya. Khayalannya masih melayang diawang-awang, bahkan ketika sang ayah berucap dengan teramat santai.
"Tidur yang nyenyak, jagoan. Jangan rewel."
Lalu disusul sang ibu yang menyela kemudian,
"Ingat, tidak boleh bertengkar dengan Taehyung."Menjadikan Jungkook mengerutkan dahi heran. What the hell... Jangan rewel, jangan bertengkar, dan Taehyung, wejangan macam apa itu. Tidak bermutu.
Dan yea, Jungkook masih tidak menyadari adanya kejanggalan, bahkan ketika melihat mobil ayahnya dikemudikan kencang melaju meninggalkannya, bukan masuk garasi seperti biasa. Dan lagi-lagi hanya berfikir, mereka akan kemana lagi, bulan madu?
Benar-benar tidak sadar, sebelum bulu kuduknya meremang kala suara husky membisik telinganya dari arah belakang.
"Masuk kamar sekarang, baby boy."Dan Jungkook sadar, jika kedua orang tua durhaka itu sengaja membuang dirinya didepan rumah si keparat Taehyung. Brengsek.
Didetik setelahnya, ketika menolehkan kepala cepat sebagai bentuk gerak reflek, Jungkook merasakan aliran darah bergemuruh diotaknya. Jemari tangan mengepal erat disertai deritan geraham, begitu sorot mata menangkap entitas Taehyung berdiri tepat dihadapannya. Sudah berganti pakaian lebih santai, hanya dengan celana training dan kaos tanpa lengan. Rambut basah berantakan, seperti baru selesai mandi. Serta bibir yang menyeringai tipis tepat didepan wajahnya. Benar-benar sialan, Taehyung memang definisi nyata dari gambaran bajingan, pasukan iblis penggoda dari dasar neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiresome ㅡ kth+jjk
FanfictionHanya "Tiresome" Bukan "Threesome" ㅡLove hate relationship "Pilih sendiri, hukuman apa yang paling pantas untuk sampah sepertimu. Minum air selokan, atau menjilat closet siswa?" "Dibanding itu, aku lebih memilih menyetubimu 24 jam tanpa henti, Jeo...