LIS #4

155 6 13
                                    

Tulus sedang mencoret-coret bukunya di kelas ketika jam istirahat. Ia hanya sendirian, teman sekelasnya sedang memanfaatkan waktu istirahat yang hanya sebentar untuk mengisi perut mereka.

"Na, na, na, na." Sepertinya seseorang yang sangat dikenalnya sedang menuju ke sini.

Tulus memang tidak habis fikir dengan kelakuan Sarah yang semakin hari semakin meningkat kepercayaan dirinya.

Dengar saja, sekarang cewek itu sedang bersenandung. Mending kalo suaranya bagus. Ini suara pas-pasan tapi kencang lagi. Masih di luar saja suaranya sudah terdengar sampai ke dalam kelas Tulus.

"Tulus!" Pekiknya ketika kepalanya muncul di pintu.

Tulus mendengus, "Et dah. Gue nggak bonge! Pelanan bisa kali, Sar."

Sarah nyengir, "Idih, Tulus kayak kagak tau Sarah aja." kemudian ia terkekeh.

Tulus hanya meledeknya dengan meniru suara babi. Sarah memukul lengan Tulus sekilas, kesal dengan Tulus.

"Lo pasti mau ngajak gue ke kantin kan?" Tanyanya.

Sarah hanya mengangguk sambil mendudukkan dirinya di bangku samping Tulus.

"Gue lagi nggak mau ke kantin."

"Lah?" Cewek itu menatap tajam Tulus. Lalu, ia bergidik ngeri.

Tulus yang menangkap hal yang dilakukan cewek itu malah merasa aneh, "Napa lo?"  tanyanya.

Sarah memasang mimik ngeri, "Gue takut lo kerasukan jin tomang. Dari kemaren lo aneh, Lus."

"Kayak kenal aja sama jin tomang." Ia kembali sibuk dengan pulpennya, tidak menatap ke arah cewek itu.

"Ih amit-amit. Ngeri gue dengernya." Setelahnya Sarah diam karena tidak ada tanggapan dari cowok yang ada di bangku meja sampingnya.

"Sayang diem mulu ih! Apa mau gue cium?"

Ia langsung merespon.

Tulus mendorong dahi Sarah yang bibirnya sudah monyong hendak menyosor, "Idih, apaan sih Sar! Gue lagi nggak mau diajak becanda." Ia malah kesal dibuatnya.

Sarah terhenyak, "Eh, mangap-mangap. Kirain gue lo lagi bohongan."

"Gue serius."

Sarah bangkit, berpindah ke bangku di depan tulus. Cewek itu menghadapnya. Ia kemudian meraih tangan Tulus yang masih mencoret-coret bukunya. Tulus meluruskan pandangannya ke arah Sarah karena tadi ia sedikit menunduk hanya menatap buku.

"Lus, kayaknya lagi ada sesuatu yang nyita pikiran lo. Gue akui gue emang selalu ikut campur dan selalu kepo sama lo. Karena gue nggak bisa sekalipun liat lo punya beban yang lo pikul sendiri. Gue mau lo selalu berbagi sama gue. Biar lo nggak berat sendiri."

Tulus hanya diam, masih menatap Sarah dengan tatapan kosong.

Di satu sisi, ia ingin memberitahu Sarah apa yang menyita pikirannya. Tetapi, di sisi lain ia menganggap ini bukanlah masalah yang harus cewek itu tahu.

Karena, Tulus juga bingung. Sebenarnya hal ini masalah atau bukan. Baik, ia hanya terlalu memikirkan hal yang seharusnya tidak dipikirkan.

Soal Melodi yang diterima papanya sebagai murid, ayah melodi dan ayahnya yang bersahabat, atau pun tentang ayahnya yang tidak memberitahukannya. Itu bukanlah masalah, right? Ia pikir, seharusnya begitu.

Tulus hanya membuang waktu memikirkan hal itu.

"Lebih baik lo mikirin kesehatan lo aja. Jangan sampe pikiran malah bikin lo down. Lo tau kan gue orang yang paling nggak rela lo pergi." Muka Sarah berubah muram, "gue kan sayang banget sama lo, Lus." ia tertunduk tidak mau menampakkan matanya yang mulai berkaca-kaca.

SETULUS MELODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang