Tùjüh

187 24 1
                                    

Malam ini, Haknyeon mengajak Hyungseob kesebuah restauran mewah yang sepertinya belum pernah Hyungseob datangi selama di Seoul, mungkin. Ia berniat untuk mengungkapkan seluruh perasaan yang ia milik pada pria mungil itu malam ini. Rasanya ia tak bisa memendamnya lagi, Haknyeon takut jika tidak segera mengungkapkan perasaannya, ia malah tak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi selamanya. Untuk itu lah Haknyeon berniat mengutarakan isi hatinya malam ini juga.

Hyungseob sudah duduk dihadapan Haknyeon dengan memasang wajah polosnya saat ini. Pria bermata bulat itu tentu masih bingung kenapa Haknyeon membawanya ke restauran itu. Biasanya mereka hanya makan disebuah café yang lebih santai. Kali ini ia dibawa kesebuah restauran, dengan alunan musik sendu yang romantis.

"Aku lapar." Saut Hyungseob sambil memegang perutnya.

Haknyeon terkekeh sedikit, "Baiklah. Ayo makan, akan aku suapin."

Awalnya Hyungseob menolaknya, akan sangat memalukan jika ditempat seperti ini ia harus disuapi oleh Haknyeon. Tapi ia tidak mungkin juga membuat keributan dengan piring makannya karena ia tak dapat melihat dimana letak makanannya.

Haknyeon menyuapi Hyungseob sambil memperhatikan setiap lekuk wajahnya.

"Sudah. Aku sudah kenyang. Kau makanlah, Haknyeon-ah."

"Aku tidak lapar." Jawab Haknyeonbsingkat.

"Kalau kau tidak lapar untuk apa kita kesini? Aku bisa makan dirumah."

"Karena ada sesuatu yang harus aku katakan padamu."

"Heum? Harus ditempat seperti ini? Kau bisa mengatakannya dirumah. Baik, katakanlah."

Haknyeon mengambil dua tangan Hyungseob dan menggenggam tangan mulus itu membiarkan pria mungil dihadapannya semakin bingung. Ia mengerutkan keningnya masih menunggu kalimat terlontar dari mulut laki-laki yang tengah memegang tangannya.

"Hyungseo-ah, aku...." Haknyeon menghentikan ucapannya saat deringan ponsel milik Hyungseob berbunyi.

Hyungseob meraba sakunya dan mengambil ponselnya segera. Ia menujukkan layar ponselnya pada Haknyeon karena ia tak tahu siapa yang menelpon.

"Siapa yang menelpon?"

"P for Paboya?" Jawab bingung dengan nama contact yang tertera di ponsel Hyungseob."

"Woojinie??? Angkatkan untukku, Haknyeon-ah." Pinta Hyungseob semangat.

Hyungseob menyapa Woojin di telpon dengan hati yang begitu senang. Laki-laki yang sangat amat ia rindukan kini ada diseberang sana.

"Hallo. Woojin-ah"

"Hei, Seobie~" sapa Woojin dari seberang sana.

"Kau kemana saja, eoh? menyebalkan!"

"Haha.. maafkan aku baru memberimu kabar. Belakangan aku sibuk dengan tugas tugasku. Siapa yang mengangkat telpon ini? Kau pasti sedang bersama seseorang kan? Kenapa kau langsung tau aku yang menelponmu?"

"Eihh.. kenapa tidak memberitahuku kalau kau sibuk. Aku sedang bersama Haknyeon."

"Oh. apa kita bisa bertemu besok? Aku merindukanmu."

"Tentu saja. Aku juga..... merindukanmu. datanglah kerumahku besok."

Haknyeon yang menyaksikan betapa bahagianya Hyungseob menerima telpon dari Woojin merasakan sakit yang amat sangat dihatinya. Apa Hyungseob menyukai Woojin? Pertanyaan itulah yang kini menggerogoti batinnya. Jika memang Hyungseob bahagia bersama Woojin, untuk apa ia merenggut kebahagiaanya? Jika memang benar adanya, lebih baik ia mengurungkan niatnya untuk mengungkapkan perasaannya malam ini. Lagipula apa yang menjadi kebahagiaan Hyungseon, sudah pasti itu menjadi kebahagiaanya juga. Walaupun artinya ia harus mengorbankan perasaannya. Itu tidak begitu penting. Yang terpenting baginya hanyalah kebahagiaan Hyung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Angel without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang