"Jadi pada dasarnya, visual bukanlah gambaran yang kita lihat dengan mata kita, melainkan suatu gambaran pemahaman otak kita. Asumsikan saja, kita melihat sebuah bintang jatuh menggunakan teleskop. Itulah mata kita, dan diri kitalah yang bekerja sebagai otak. Dengan begitu, untuk mereka yang "buta", sebenarnya mereka juga melihat, karena visualnya sendiri merupakan gambaran pemahaman otak manusia, meski agaknya, apa yang mereka lihat cukup berbeda. Termasuk dengan mimpi, itu juga sebuah visual."
Ia berhenti, kemudian menutup jaraknya denganku.
"Termasuk pula apa yang dinamakan persepsi. Sering halnya, manusia mengutarakan sebuah kesalahan persepsi, atau lebih pantas untuk dikatakan, mereka mengalami penyimpangan kognisi. Mereka hanya tidak melihat semuanya, sebaliknya mereka terlalu yakin dengan apa yang mereka lakukan dan mempersempit ruang pemahamannya. Dan ketika mereka mendapatkan sebuah kesimpulan, kesimpulan tersebut merupakan sebuah hasil cacat.
Contohnya, sebuah post-hoc fallacy. Dengan alasan sebuah kejadian B terjadi setelah kejadian A, banyak orang mengatakan bahwa A merupakan penyebab B terjadi, meski sebenarnya B terjadi bukan karena A melainkan karena A'. Contoh nyatanya adalah kasus pelemparan koin. Ketika diadakan sepuluh kali pelemparan koin, dan sembilan di antaranya memunculkan sisi angka, maka orang-orang normalnya akan memilih angka pada pelemparan ke-sepuluh, meski sebenarnya di pelemparan terakhir sendiri kemungkinan keluar angka tetap setengah. Atau mari kita katakan, seorang peramal dikatakan sebagai peramal karena semua tebakannya benar. Padahal sejatinya, ia tidak menebak, ia hanya mengutarakan sebuah win-win solution. Entah keputusan apa yang kau ambil, apa yang ia katakan tetap menjadi sebuah kenyataan. Tentu kau pernah mendengarnya bukan?"
Ia tertawa kecil.
"Dan begitulah. Manusia mempercayai apa yang mereka lihat, tapi pada saat yang sama mereka hanya memahami apa yang mereka lihat. Cukup jarang menemui seseorang yang memiliki kemampuan untuk membaca sesuatu yang berada di sisi lain dunia, entah itu kau, entah itu dia, entah itu mereka, maupun diriku sendiri. Katakan padaku, apa kau mempercayai dunia ini sejalan dengan apa yang kau lihat?
Karena ada banyak hal yang tersembunyi dari permukaan dunia ini. Termasuk kenyataan mengenaimu, termasuk kenyataan banyaknya hal abnormal yang berada di dunia, termasuk pula para manusia yang mencoba menggapai singgasana Tuhan, semuanya begitu tersembunyi dengan baik sampai akhir-akhir ini. Tidak sih, mungkin lebih tepatnya dirimulah yang membawa semuanya ke permukaan, karena dirimu berada di luar jangkauan manusia biasa.
Tapi dia juga mencapai sesuatu yang tidak biasa bagi manusia. Dia sepertimu, atau kupikir, ia salah satu fragmen dari beberapa bagian dari dirimu. Ia bukan tandinganmu, tetapi kau juga bukan tandingannya, kalian berada di laga yang berbeda sih sebenarnya.
Sebuah pohon menurunkan buah, uniknya pohon tersebut menghasilkan dua jenis buah yang berbeda, meski sejatinya mereka sama dalam satu kesatuan. Lalu satu buah diperuntukkan kepada mereka, dan satu yang lain diperuntukkan bagi kita. Tetapi manusia adalah makhluk yang tak mampu untuk berpuas diri, mereka mencuri beberapa buah "mereka" dan menggunakannya untuk diri mereka sendiri. Kaulah salah satu hasil dari kasus tersebut, termasuk dia, termasuk sekutumu, termasuk sepuluh orang lain yang menunggu pembebasan mereka.
Takdir mereka terikat, dan semuanya mengikat pada Sophia dan dirimu. Tetapi semenjak kematiannya, entah secara tidak sengaja atau secara sengaja, Sophia meninggalkan semua beban yang dibawanya kepadamu. Beban dari aspek manusia, kau harus membebaskan mereka, entah dalam bentuk menolong atau membiarkan mereka pergi. Ingat itu, bahwa semua dari kalian terikat dalam suatu jalinan yang rumit."
Anima Mundi.
"Dia? Kau seharusnya memahami perkataanku, semenjak 'dia' itu adikmu sendiri. Tetapi semenjak kau pergi, dia menjadi sedikit kesepian kupikir. Karena itulah kupikir datang ke kota ini merupakan pilihan yang tepat, karena kau akan bertemu dengannya, yah aku tak akan mengatakan di mana keberadaan dirinya. Tugasku di sini hanyalah sebagai penyeimbang dunia, tidak lebih.
Kau bertanya siapa aku? Hmm... Aku tidak terlalu ingin mengatakannya sih, tetapi di suatu saat nanti, kita pasti bersua lagi, entah sebagai sekutu maupun sebagai lawan, dan aku menunggu hari itu. Oh, namaku Grigori, panggil saja Guri."
Hari itu, pada salju terakhir di musim dingin, aku bertemu dengan seorang wanita yang mampu melihat segalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Memorandum Monokrom
Storie breviKuharap, tulisan ini mencapainya, dan memberinya rasaku.