Saat Yang Ditunggu

1.2K 56 1
                                    

Semakin hari Fariza semakin gelisah, bahkan tidur pun dia tak pernah nyenyak, dia masih terbayang sosok wanita yang pernah mengusiknya. Haryaka yang dari tadi ingin sekali tertidur malah menjadi terusik karena Fariza yang dari tadi tidak bisa diam saat ingin tidur. Semakin gemas Haryaka pun membalikkan tubuh Fariza yang masih gelisah, dengan mata yang sangat berat Haryaka paksakan untuk mendengarkan kegelisan sang istri.
"Sayang, kenapa dari tadi dirimu tidak tidur, sampai akupun juga tidak bisa tidur karena dirimu, ceritalah pada suamimu yang sedang mengantuk ini, apa yang Iza gelisahkan??" sambil memegang pipi sang istri.
"Maaf mas, kalau Iza membuat mas tidak bisa tidur, Iza terfikir wanita yang sedang mengusik Iza mas!"
Jelas Fariza dengan wajah yang membuat Harwaka tidak tahan untuk mencubit pipinya.
"Sudahlah tidak usah Iza pikirkan, tidur saja, bayangkan saja wajah suamimu yang ganteng ini" candaan Haryaka yang dapat kembali menenangkan hati sang istri. Fariza yang mendengarkan saran suaminya, dia lakukan juga meskipun sedikit malu mendengarnya.

Keesokan harinya saat sampai dikampus Fariza tidak sengaja melihat wanita yang pernah mengusiknya sedang tersenyum licik, Fariza tidak memperdulikannya dan langsung masuk kekelas.
Tanpa ia sadari ternyata wanita itu masuk ke kelasnya dan tiba-tidu duduk dibelakangnya. Terdengar bisikan yang kembali mengusiknya.
"Bagaimana, sudah ada perubahan dengan suami mu?" Fariza hanya menunduk tak merespon bisikan itu.
Pas pula Haryaka masuk dikelas Fariza, saat Haryakan menjelaskan berkali-kali pula Haryaka melirik kearahnya. Namun dipikiran Fariza apakah sang suami meliriknya atau melirik wanita dibelakangnya karena arah mereka berdua sama. Semakin banyak pikiran yang terbeban dikepala Fariza, rasa pusing pun mulai berdenyut. Ingin sekali izin untuk pergi sebentar, nmun saat ingin bangkit dari tempat duduknya Fariza terjatuh tak sadarkan diri, terasa buram semua pandangannya.
Haryaka yang melihat istrinya terjatuh tanpa pikir panjang menggendong sang istri, ia sangat panik ga karuan.
Fariza secepatnya dilarikan kerumah sakit.

Saat Haryaka berada diruang tunggu, sang dokter yang sering memeriksa kesehatan Fariza, keluar dengan wajah tak biasa, kehawatiran semakin menjadi untuk Haryaka.
Saat dokter mendatanginya ia memberitahukan sesuatu.
"Haryaka, istrimu tidak apa-apa, dia hanya lelah. Namun ada satu berita yang harus kamu tau dan harus kamu jaga kesehatannya." Dengan rasa penasaran untuk mendengarkan sang dokter.
"Dia, sedang mengandung anak pertama kalian".
Haryaka terdiam sejena, air mata mulai berjatuhan dipipinya. Ucapan rasa syukur terlontar di bibirnya. Iya langsung pergi melihat keadaan Fariza.

"Mas, Iza dimana?" Dengan ekspresi yang sedikit bingung.
"Iza dirumah sakit, tadi Mas langsung cepat membawamu kesini, kenapa Iza ga bilang kalau lagi ga enak badan, mas jadi khawatir!" Sambil menciumi tangan sang istri.
"Loh, mas nangis? Maaf mas Iza tidak memberitahu mas, tadi niatnya Iza ingin Izin tapi entah kenapa tiba-tiba semua langsung buram, maaf kan Iza yang sudah membuat mas khawatir."
Dengan suara Fariza yang sedikit serak.
"Sudah tidak apa-apa sayang tapi lain kali, ngomong sama Mas ya sayang"
Mendengar nasehat sang suami Fariza pun menganggukkan kepala.
"Za, mas mau kasih tau sesuatu kepadamu! Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua"
Fariza membulatkan matanya, jantung tiba-tiba berdebar.
Air mata mulai terjatuh membasahi cadarnya, betapa terharunya dia ketika mendengar berita yang telah dia dengar barusan.

Tidak lama terdengar ketukan pintu, ternyata sang mama yang terlihat sangat cemas dengan kondisi putrinya.
"Haryaka, bagaimana keadaan Iza?" Dengan rasa hati yang tak tenang.
"Tenang ma, Iza tidak apa-apa. Hanya kelelahan dan juga faktor kehamilan."
Mamanya terdiam mencerna perkataan Haryaka, Haryaka hanya tersenyum jail kepada Mertuanya.
"Hamil? Mksud kamu Fariza hamil. Apa mama sebentar lagi mendapatkan cucu?" Pertanyaan yang sangat banyak terluntar, kedua pasangan hanya tersenyum dan menganggukkan kepala.

Saat Haryaka keluar disamping kebahagiaannya tersebut, ia bertemu seorang wanita yang mungkin ia kenal, dan tidak asing baginya.
Wanita itu berdiri sambil tersenyum sinis.
"Hai lelaki inpian, bagaimana kabarmu? Ternyata kamu sudah menikah untuk melupakan ku ya! Ternyata aku terlambat, padahal niatku ingin menikah dengan mu!"
Dengan lagak yang sedikit menyebalkan.
"Sasya, apa itu kamu? Apa aku tak salah lihat, dulu kamu tertutup, mengapa sekarang terbuka. Ada apa denganmu? Astagfirullah."
Sambil memalingkan pandangan.
"Kenapa kamu terkejut begitu, aku melepaskan semua karena dirimu. Cinta yang tak kamu balas membuatku muak dengan semua ini"
Setelah mengatakannya Sasya pergi dengan hati yang membara.
"Ingat Haryaka, suatu saat rumah tanggamu akan hancur"
Haryaka beristigfar, ia tak sangka wanita yang pernah ia tolah berubah begitu saja, dari watak yang baik, tertutup, dan menjaga perkataan. Berubah menjadi licik, terbuka, dan tidak menjaga perkataan.
Ia takmenyangkan penolakan dapat merubah seseorang. Namu ia juga berfikir tidak mungkin ia menerima wanita yang tidak ia cintai.
Ia pun terduduk lemas.

Tidak lama mertuanya keluar dan terheran dengan sikap Haryaka yang tiba-tiba berubah.
"Nak, kamu kenapa kok terdiam seperti ada beban fikiran saja" sambil mengelus pundak Haryaka.
"Tidak apa ma, Iza bagaimana?"
Mengalih pembicaraan yang sempat membuat sang mertua khawatir.
"Dia tertidur pulas, Alhamdulillah Iza mendapatkan Imam yang baik seperti kamu, terima kasih ya Haryaka!"
"Tidak usah ma, harusnya Saya yang berterima kasih karena Sudah menerima saya" dengan senyuman yang sangat manis.

Di sore harinya Fariza sudah diperbolehkan pulang. Saat ia ingin memasak, dengan sigap Haryaka menahan Fariza.
Dengan gaya seorang pahlawan.
"Wahai Istriku tercinta, biarkan suamimu saja yang memasak"
Dengan suara yang berciri khas seorang pahlawan, Fariza tertawa kecil saat melihat tingkah sang suami yang begitu menggemaskan, diletakkan kedua tangannya ke pipi sang suami.
"Wahai suamiku, aku tidak akan terbunuh hanya karna memasak" balasan sang istri.
"Kalau begitu Suamimu akan membantu" kembali dengan suara yang sama, tidak lama keduanya tertawa kecil melihat tingkah masing-masing yang begitu menggemaskan.
Banyak sekali candaan yang mereka lakukan saat memasak, mulai dari manci yang diletakkan dikepala sehingga menjadi super hero, hingga sendok sup menjadi pedangnya.
Setelah bercanda bersama, mereka juga menghabiskan waktu diruang tamu dengam menonton tv sambil bercanda kembali.

Haryaka berdoa didalam hati agar kebersamaan mereka akan seperti itu selamanya, sambil memandangi sang istri.
"Za, Aku sangan mencintaimu, aku ingin selalu bersama didunia dan akhirat"
Fariza terdiam sambil mencerna kata-kata yang diungkapkan sang suami.
"Ada apa mas, mengapa mas tiba-tiba bilang begitu. Apakah ada masalah mas"
Melihat sikap Farisa yang bingung membuat Haryaka gemas dan mencubil hidung sang istri.
"Tidak apa sayang, ayo kita tidur Iza harus banyak istirahat"
Fariza menganggukkan kepala dan bersiap untuk tidur, namun saat sebelum tidur Fariza memberikan banyak pertanyaan yang cukup membuat Haryaka ingin memeluknya.
"Mas, bagaimana jika Iza terbangun malam dan tiba-tiba meminta yang aneh-aneh"
"Insyaallah akan mas cari, tetapi jika mas tidak sanggup bersabar ya sayang"
"Baiklah insyaallah aku tidak akan meminta yang aneh-aneh"
Sebelum Haryaka tidur ia mencium kening sang istri dan perutnya yang berisi calon Bayi.

Dan Haryaka kembali berdoa
"Terima kasih ya Allah, engkau telah memberiku Istri yang baik dan Calon bayi, aku akan menjaga mereka, dan merawat mereka semampuku."












"Alhamdulillah siap juga part ini😥, untuk para pembaca maaf saya terlambat lagi😳, karena tugas yang begitu banyak dan kegiatan yang begitu padat."
"Saya harap untuk pembaca menyukai part ini😆"
"Oiya jika part selanjutnya juga lama, saya mohom maaf"

ADA CINTA DIBALIK CADARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang