Chapter 09

2.9K 246 22
                                    

"Pagi!" seru Luhan dengan senyumnya saat melihat Sehun berjalan ke arah dapur—mendekatinya.

Sehun berjalan ke arah Luhan yang sedang menyiapkan makanan dimeja makan. "Pagi," balasnya yang sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya.

Sehun memeluk Luhan dari belakang sambil mengusel-ngusel kepalanya diceruk leher Luhan. Luhan terpaksa menghentikan kegiatannya karena diganggu oleh Sehun.

"Kau ini kenapa, hm?" tanya Luhan.

Sehun tidak menjawab. Sekarang dia bahkan sudah mulai menciumi leher putih Luhan, dengan tangan kanannya yang juga mulai bergerilya didada Luhan.

Desahan-desahan kecil keluar dengan indah dari bibir Luhan, membuat Sehun semakin gencar memberikan tanda kepemilikannya dileher Luhan.

Owh! Aku harus menghentikannya sekarang! batin Luhan.

Jujur, dia juga ingin menikmati sentuhan-sentuhan Sehun. Namun, ini masih terlalu pagi untuk melakukan hal itu. Ditambah dengan kehamilannya yang sudah besar, itu sebabnya Luhan ingin menghentikan ini segera.

"Sehun berhenti..." Luhan menggenggam tangan kanan Sehun, membuat permainan tangan pria itu terhenti.

Luhan membalikkan tubuhnya menghadap Sehun. "Sudah jam segini, sebentar lagi kau ada rapat penting, kan?" tanya Luhan sambil tersenyum dan mengelus lembut wajah Sehun.

"Ah, benar juga! Aku harus berangkat!" seru Sehun yang sepertinya baru saja mengingat hal penting itu.

"Sarapan dulu," Luhan mengingatkan.

"Aku tidak ingin terlambat, Lu,"

"Baiklah, kalau begitu kau bawa bekal saja, ya? Nanti kau makan di kantor,"

Sehun tersenyum dengan perhatian istrinya ini. "Baik," jawabnya.

Setelah selesai menyiapkan bekal, Luhan bergegas ke ruang tengah, tempat Sehun sedang menikmati kopi paginya.

"Ini bekalmu!" Luhan meletakkan kotak bekal itu di atas meja.

Luhan memperhatikan Sehun sejenak. Seperti ada yang kurang, pikirnya.

"Baik, ak—"

"Sehunie," Luhan mengintrupsi gerakan Sehun yang hendak pergi dengan membawa bekalnya.

Sehun memandang Luhan dengan pandangan bertanyanya. "Berkas-berkasmu yang semalam kau kerjakan mana?" tanya Luhan.

Sehun terdiam sejenak, lalu sedetik kemudian dia berlari ke dalam kamar. Tak lama, dia kembali dengan setumpuk berkas yang sudah difoto kopinya semalam.

"Untung kau ingatkan," kata Sehun setelah berhadapan kembali dengan Luhan.

Sehun melirik jam tangannya sekilas, lalu kembali menatap manik mata Luhan. "Aku harus berangkat, jaga dirimu," Sehun mencium kening Luhan, lalu berjongkok di depan perut buncit istrinya. "Ayah kerja dulu ya, sayang? Baik-baik sama Ibu di rumah," katanya lalu mencium perut Luhan.

Setelahnya, Sehun berjalan dengan  terburu-buru keluar apartemen. Luhan yang melihat itu hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Namun, saat hendak berbalik ke dapur, matanya justru menangkap sebuah objek yang membuatnya menghela nafas.

Sehun. Laki-laki itu lupa membawa kotak bekalnya.

***

"Luhan?" gumam Suho dengan wajah kagetnya yang tidak bisa disembunyikan.

"Ya, itu Luhan. Ibu kandungnya meninggal akibat serangan jantung, dan Ayahnya juga meninggal dua tahun setelah kematian Ibunya," jawab Irene.

"Aku hanya ingin memberitahukanmu hal ini saja, dan oh! Aku ragu dengan anak yang dikandung Luhan, apakah itu sungguh anak Sehun, atau ... hasil dari beberapa pria di luar sana yang pernah ditidurinya." Kata Seulgi memanasi dengan senyuman iblisnya.

Painful Love [Hunhan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang