01.

161 8 4
                                    

Jam dinding menunjukan pukul 23.40 Ini hampir tengah malam dan aku masih terjaga. Entah apa yang ada di pikiranku sehingga aku tidak bisa memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuh. Padahal sejujurnya aku sudah sangat lelah. Weekend ini sama seperti sebelumnya, biasa dan tidak ada yang spesial. Pagi tadi aku pergi ke pasar tradisional untuk membeli kebutuhan bulanan. Berjalan beberapa meter, menaiki angkot yang membuat sesak napas, berhimpitan dan berjalan lagi mengelilingi pasar untuk mencari sesuatu yang aku butuhkan untuk sebulan ini. Melelahkan bukan?

Ketika berbelanja di pasar tradisional, aku tidak suka menawar dagangan pedagang kecil seperti yang sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga, mulut mereka yang pedas seperti cabai itu membuat pedang kecil memberikan dagangannya dengan harga murah yang mereka tawar. Apa mereka tidak berpikir kalau kegiatan tawar menawar yang sering mereka lakukan terhadap pedagang kecil seperti penjual sayur, penjual ikan, dan penjual-penjual kecil lainnya adalah tindakan yang sangat tidak manusiawi dan cenderung rasial. Sedangkan pada saat yang sama mereka rela mengeluarkan uang banyak untuk membeli barang-barang yang kadang tidak penting-penting amat. Membayar mahal harga makanan di restoran mewah yang kadang hanya setengahnya yang mampu mereka habiskan. Aku kasihan melihat pedagang kecil itu, padahal harga dagangannya sudah sangat murah dibanding beli di supermarket atau mall modern. Tapi masih saja di tawar dengan harga yang lebih rendah lagi.

Aku tiba di rumah pukul 11.00 sangat siang memang. Karena barang yang aku belanjakan juga tidak sedikit. Belum lagi angkot yang kunaiki berhenti sangat lama karena macet jalanan yang ramai dipenuhi kendaraan pribadi yang hendak berpergian keluar kota menikmati weekend. Suasana di angkot sangat sesak dan membuatku ingin segera tiba dirumah, menyalakan kipas angin dan beristirahat. Tapi, setibanya aku di rumah aku melihat setumpuk pakaian kotor yang belum sempat di cuci. Aku malas dan ingin bermalas-malasan tapi tidak bisa karena seragam ku yang harus ku pakai senin besok masih ada di tumpukan cucian kotor itu. Sangat menyebalkan! Seharusnya weekend itu waktunya untuk bermalas malasan dan beristirahat. Rumahku juga belum di bersihkan tadi pagi. Membuat pekerjaan rumah makin menumpuk. Ini lebih menyebalkan dari pekerjaan rumah yang di berikan guru matematika di sekolah.

Ba'da isya tadi aku masih sibuk merajut beberapa syal untuk dijual. Aku sudah selesai membersihkan rumah sejak sore tadi. Aku punya toko online yang menjual beberapa craft menarik. Uang hasil penjualannya pun sangat lumayan untuk tambahan uang jajan anak SMA sepertiku.

Dan sekarang jam dinding sudah menunjukkan pukul 02.10 dini hari. Aku masih belum tertidur juga. Padahal besok Upacara Bendera yang rutin dilakukan hari Senin. Aku berpikir untuk lebih baik tidak tidur sama sekali daripada harus telat kesekolah karena baru tidur pagi-pagi. Aku tidak mau di jemur di tengah lapangan, menjadi pusat perhatian semua murid dalam kondisi kaki yang mengangkat satu dan tangan yang menjewer kuping sendiri. Sial! Ini menyebalkan kenapa disaat ayam mulai berkokok membangun kan semua orang, aku malah mengantuk. Ingin tidur.

To be Continue.

Aku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang