05.

63 4 2
                                    

   Hari sudah petang. Sekolah sudah lumayan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang masih di sekolah untuk mengikuti kegiatan organisasi seperti OSIS dan Klub Ekstrakulikuler seperti Futsal, Basket dan sebagainya.
   "Oh pantes aja dia belum pulang. Gua lupa kalo dia ketua osis" kata ku dalam hati.
   Tadi dia memanggil nama ku dan mengajak ku  untuk pulang bersama. Dan aku mengabaikan ajakannya. Sebenarnya ini adalah pertama kalinya dia memanggil nama ku saat SMA. Sejak terakhir kali dia menyebut namaku saat perpisahan SMP.
   "Viny! Senang bekerja sama dengan mu. Terima Kasih sudah menjadi partner setiaku selama 2.5 tahun ini. See you again." Kata dia sambil berjabat tangan denganku di iringi dengan senyumannya yang cerah dan berkharisma.
   "Yaa.. See you!" Kataku. Aku yang masih berjabat tangan dengannya pun membalas senyumannya lalu aku melepaskan jabatan tangannya.
   "What! Udeh gitu doang responnya. Kaga ada yang mau lu sampein gitu? Misalnya 'Lang gua suka lu' gitu?" Ya, Dia memang sudah ribet dari dulu. Dia komplain karena respon singkat ku. Dan saat dia bilang kaya gitu, kharisma dia hilang 99%.
   "Ngaco! Hahaa" Aku meninju pundaknya lalu tertawa, dia pun ikut tertawa.
   Aah. Aku terkenang masa itu lagi. Aku berjalan melewati koridor sambil mengigat masa saat di terakhir kali memanggil namaku dan sekarang aku sudah berada di kelas, mengambil tas lalu bergegas untuk pulang karena hari sepertinya sudah mau gelap.
   "Ayo!" Aku kaget kerena dia tiba-tiba sudah ada di depan pintu kelas ku dan menarik tangan ku untuk ikut dengannya.
   "Ga usah gua bisa pulang sendiri" kataku menolaknya. Dan berusaha melepaskan genggamannya.
   "Ga usah nolak. Lu kaga liat tuh matahari udeh mau tenggelem. Berarti udeh mau malem." Haha di mau coba ngelawak ya
   "Ya siapa bilang matahari tenggelem tanda udah mau siang" kataku merespon lawakannya
   "Hahaa.. Lucu." Katanya sambil tertawa.
   "Ga lucu sumpah dah. Dari dulu selera humor lu ngga berubah yaa. Masih dibawah standar." Kata ku panjang. Dan aku menyesalinya. Seharusnya tadi gua respon secukupnya ajaa..
   "Ya, gua akui humor gua emang masih dibawah standar. Tapi coba lu liat wajah gua. Bukannya wajah gua udah melebihi standar?" Katanya dengan percaya diri. Aku yang mendengarkannya pun langsung mengernyitkan dahi lalu tersenyum malas. Ya sepertinya dia tidak berubah sama sekali.
   "Jiji goblok!" Kata ku kasar tapi dengan suara sedang.
   "'Taakk!' Em kebiasaan!" Dia menyentil bibir ku. Aku tidak kaget. Dia sering melakukannya saat masih SMP sebagai hukuman jika aku berbicara tidak sopan kepada seseorang.
   "Ayo pulang" sambil merangkul bahuku dan berjalan.
   Aku menyetujui untuk pulang bersamanya. Aku berpikir dia hanya akan mengajak ku pulang hari ini saja. Besok mungkin tidak. Jadi ya sekali aja ga apalah.
   "Genie mana?" Tanya ku saat sampai di parkiran.
   "Ada dirumah lagi melewati sakratul maut. Bentar lagi juga mati!" Jawabnya
   "Bwhahaahh anjir" tanpa sadar aku tertawa saat mendengar jawabannya. Saat aku melihat dia tersenyum aku langsung berhenti tertawa.
   Jika kalian ingin tahu. Genie adalah motor Vespa miliknya yang berwarna Emas norak. Aku sering sekali di ajak menaiki genie waktu kami masih jadi partner Ketos-Waketos saat SMP untuk bertugas. Dari menjadi perwakilan untuk menghadiri seminar, rapat kerja sama dengan sekolah lain, mengirim proposal dan lain-lain. Genie adalah saksi bisu kalo kami menyelesaikan tugas ke-organisasian dengan baik. Kata dia genie itu Vespa Cewe yang manja. Aku tau itu, sebab motor vespa itu terkadang suka mogok di tengah perjalanan dan harus menunggu motor itu dimanjakan oleh sang pemilik barulah motor itu mau berjalan kembali seperti sebelumnya dan bahkan yang lebih parah, aku mau tidak mau harus membantu mendorong genie ke bengkel atau pom bensin terdekat.
   Jujur itu menyusahkan tapi di sisi lain itu sangat menyenangkan. Menyenangkan karena pada situasi itu dia sang pemilik motor tidak hanya memanjakan motor vespa miliknya saja. Akupun juga di perhatikannya mulai dari kata 'cape ga? mau minum?' Aku bilang tidak usah tapi dia langsung pergi ke sebrang jalan untuk membelikan ku minum, dan kata 'laper ga? Suka siomay kan?' Sebelum aku menjawab di sudah bilang 'akang! siomay dua porsi ya!'. Selain itu kami juga sering bertukar pikiran saat menaiki ataupun mendorong genie yang berujung pada lawakan yang sangat absurd miliknya. Itu sukses membuat ku tertawa. Dan menurutku itu menyenangkan.
   Kalo kamu bilang aku terbawa perasaan, tidak, aku tidak terbawa perasaan. Aku hanya kagum dengan sifat-nya yang profesional dalam segala situasi. Dia bisa menjadi pemimpin yang baik dan juga berkharisma saat dia sedang menjalankan tugasnya sebagai ketua osis. Saat dia bersama teman tongkrongan-nya dia adalah anak yang nakal dan usil seperti kebanyakan murid cowo lainnya. Saat di kelas dia bisa jadi anak baik yang mendengarkan guru saat pelajaran berlangsung bahkan walau dia sering cabut jam pelajaran dia tetap dapat peringkat 1 di kelasnya saat pembagian rapot. Mungkin itu sebabnya kenapa guru-guru membiarkan dan tidak menghukum-nya walau dia nakal dan sering cabut jam pelajaran ditambah dia adalah ketua osis. Mungkin dalam pikiran guru 'seterah lu mau ngapain aja yg penting nilai lu bagus dan berprestasi' mungkin gitu kali ya? Ya mungkin aja. Dengan sifatnya yang kadang absurd dia bisa menyenangkan banyak orang. Supel, dan bisa mencairkan suasana setegang apapun. Walau kadang dia menyebalkan. Aku tetap kagum padanya.
   "Viny! Inget ga dulu gua pernah bilang kalo gua suatu saat bakal ngelebihin tinggi badan lu. Dan sekarang berkat rahmat tuhan yang maha esa, lu bahkan ga akan bisa ngelebihin tinggi badan gua." Dia memulai percakapan sambil mengendarai motor vespa barunya. Dulu kelas 7 semester 2 dia masih sangat pendek dibanding murid cowo yang lain. Tinggi ku dan tinggi-nya hampir sama tapi aku sedikit lebih tinggi darinya 3 cm. Dan aku sering meledeknya kalau dia pendek. dia bilang 'suatu saat gua akan melebihi tinggi lu vin. Sumpah' aku yang mendengarnya sebenarnya ingin tertawa tapi aku tahan dan membalasnya dengan muka tengil penuh hinaan untuknya. lalu aku baru sadar kalau dia mulai jauh lebih tinggi dari pada ku saat kelas 9 semester 1, saat akhir masa jabatan 2 periode kami sebagai Ketos-Waketos hampir selesai dan kami sudah mulai sibuk TO, UN dll. Sehingga dia tidak bisa memamerkan tinggi badannya kepadaku. Dan ternyata dia memamerkannya sekarang Haha.. lucu..
   "Oh jadi lu ngajak gua pulang bareng cuma mau mamerin tinggi badan lu doang? Wah gilang yang dulu kecil sekarang sudah besar yaa" respon ku padanya.
   "Oh lu pernah liat ya? Lain kali kalo kalo mau jangan ngintip, bilang aja ke gua. Gua kasih kok." Katanya yang terdengar aneh dan sama sekali ga nyambung.
   "Hhah? Apaan?!" Aku bingung dan bertanya
   "Ga jadi" jawabnya. Ooh gua tau maksudnya nih.
   "Mesum!" Aku meninju bahu belakangnya.
   "Kalo ga mesum gua bukan lelaki normal dong. Mending mana?" Apaan sih anjir.
   "Liat sikon dulu kalo mau berpikiran mesum goblok! Terus ngomong nya jangan ke gua, ke cewe lu aja sono!" Responku
   "Nah! Makanya itu, ini gua lagi ngomong ama cewe gua" katanya. Hhah! Apaan sih! Aku hanya diam, bukan baper melainkan malas menanggapinya. "Kok diem? Baper? Haha" yeee dikira gua diem karena baper kali ya.
   "Diem njir! Udah mau adzan!" Jawabku.
   "Ooh.. Abang ada dirumah?" Dia merespon lalu bertanya
   "Ga tau.. semalem ga pulang." Jawab ku seadanya.
   Motor vespanya sudah berhenti di halaman rumah ku. Aku turun dari motornya dan ternyata abang sedang duduk di teras rumah.
   "Assallamu'allaikum bang!" Gilang memberi salam ke abang sambil melambaikan tangan.
   "Eey.. Walaikum salam" abang langsung berdiri dari tempat duduk nya dan menjawab salam darinya. Kami menghampiri abang. Gilang salim pada abang tapi aku tidak.
   "Siapa ni de. Mantep juga lu. Lama nge-jomblo sekalinya punya pacar cakep bangat" kata abang. Padahal dia sudah kenal siapa gilang.
   "Abang mau? Ambil aja. Sengaja gua bawa pulang buat gua kasih ke elu!"
   "Buset!" Kata mereka serempak.
   "Bang yang sabar ya punya ade galak kaya gitu" kata gilang yang membuat ku jengkel.
   "Ada ge elu. Yang sabar ya punya pacar serem kaya dia. Kalo mau putus, putusin aja. Gua punya banyak kontak cewe cuantik nan anggun. Ga kaya pacar lu. Nanti kalo mau minta jan sungkan ya." Kata abang yang membuatku tambah jengkel.
   "Buset bang. Makasih dah untuk saat ini gua belum minat yang model kaya begitu wkwk" terus lu minat model kaya gua gitu. Hhah!?
   "Oh belum.. yaudah berarti nanti ya. Okey." Danta bat ah.
   "Ga begitu juga kali bang. Ade lu tuh limited edition. Model kaya gitu cuma satu di dunia. Makanya kudu jaga bae-bae. Kalo ilang susah nyarinya lagi." Dia ngomong apasih. Ngaco!
   "Lebay banget lu ah. Dasar bucin! Wkwk" kata abang sambil meninju bahu gilang lalu tertawa. "De gua seneng banget karang lu ada yang bucinin"
   "Berisik lu bang!" Bentak ku ke abang.
   "Tuh kan.. hahaa! Ehh ngomong-ngomong tumben pulangnya sore bangat?"
   "Iye bang. Tadi abis nge-date dulu." Jawab gilang dengan cengiran menyebalkannya
   "Tadi mah lu bawa aja ampe malem lang. Ikhlas gua mah" abang gila ya? . Dan mereka langsung tertawa.
   "Yaaa! Gilang! Ka!-eeh! Gilang! Pergi!" Aku juga membentak gilang dengan bahasa korea yang dulu pernah ia ajarkan kepada ku. Ka berarti pergi. Aku betulkan?
   "Silheo!-gak mau!" Balasnya dengan bahasa korea juga.
   "Nugungayo!?-emang lu siapa!?" Aku masih merespon dengan bahasa korea yang ku ingat dikit-dikit.
   "Nan ni namja chingu ya!-gua ini pacar lu!" Makannya apa sih ni orang. Ngomongnya ngaco mulu.
   "Aiishh.. jinjja!" Kataku kesal padanya dan dia merespon dengan cengiran yang menyebal kan membuatku auto kesal.
   Gilang itu keturunan betawi-korea. Ayahnya orang Korea, Ibunya Orang Indonesia. Nama aslinya Jung Jaehyun. Gilang itu hanya sekedar nama panggilan yang di kasih kakek-nya agar nyebut namanya tuh ga ribet dan ga aneh jika di dengar orang indonesia. Percakapan berbahasa korea yang tadi aku pakai untuk mengusir gilang adalah beberapa kata informal yang dulu pernah diajarkan gilang. Aku juga sempat belajar huruf hangul darinya.
   "Ngomong bahasa apa si lu pada?!" Protes abang. Karena dia tidak tahu apa yang barusan aku dan gilang bicarakan tadi.
   "Hanguk!" Kata gilang. "Korea!" Kata ku. Secara bersamaan.
   "Hish.. auah gelap." Aku masuk kedalam rumah dan meninggalkan mereka berdua. Tidak lama kemudian terdengar adzan magrib. Aku masuk kedalam kamar dan abang mempersilahkan gilang masuk kedalam rumah. Terdengar dari dalam kamar suara gilang meminjam sarung milik abang dan sepertinya mereka sholat magrib berjamaah di masjid dekat rumah ku. Aku mandi lalu sholat. Setelah itu aku merebahkan diri di kasur. Haah hari yang melelahkan.

To be continue.

Read, Vote and Comment Yo.
Thank You.

Aku.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang