Bagaimana bisa aku melupakan semua kenangan itu dengan mudah jika tokoh utama dalam masa laluku kembali muncul dihadapanku
-Hwang Yeseul-
***
Mungkin gema lonceng di atas daun pintu barusan pertanda bahwa pelanggan terakhir telah pergi. Disekelilingku suasana toko terlihat kosong. Hanya ada rak - rak yang berjejeran rapi dihadapanku sehingga terlihat sunyi. Diluar juga sedang hujan dengan lebatnya karena hawa dinginnya menyeruak ketubuhku yang hanya berbalut apron hitam dan berdiri di balik meja kasir.
Kulirik jam yang melingkari pergelangan tanganku dan menarik napas panjang. Mungkinkah aku akan lembur lagi kali ini?
Tidak tidak..
Aku tidak ingin terus - terusan tinggal disini semalaman. Cukup kemarin saja hari terburuk bagiku setelah itu sudahlah. Kau tahu? Mata pandaku semakin bertambah parah saja karena hukuman menjaga dan membersihkan cafe ini.Aku tahu ini juga sepenuhnya salahku. Harusnya aku meminta izin dulu kepada Choi Ssaem, selaku pemilik cafe ini jika ingin cuti kerja.
Sungguh, saat itu aku dalam posisi genting. Eomma menelepon dari Busan mengatakan bahwa dia sedang sakit keras, namun nyatanya saat aku sampai disana eomma terlihat sehat - sehat saja. Rupanya eomma, paman, dan dua sahabatku disana membuat pesta ulang tahunku yang ke-20.
Aku yang lupa daratan dan terlalu bahagia dengan sambutan itu akhirnya mengambil cuti selama beberapa hari dan imbasnya saat aku kembali ke cafe, Choi ssaem menceramahiku dengan nasehat panjang lebarnya. Berulang kali aku meminta maaf dan menceritakan semua yang terjadi namun Choi ssaem tak mau mengartikan itu.
Hingga pada akhirnya, aku disuruh membereskan semua isi cafe sampai pelanggan terakhir dan baru di bolehkan pulang.Tapi jika cuaca seperti ini terus, bagaimana caraku untuk pulang kerumah?
Haruskah aku membeli segulung tikar dan membentangnya di atas lantai cafe ini?Sejak teman kerjaku, Park Sohee pulang lebih dulu dariku sejak satu jam yang lalu, hujan masih mengguyur kota Seoul. Juga tak lupa dengan Jeongin,teman dekatku yang pulang lebih dulu sejak tadi dari siapapun. Aku penasaran dengannya, bagaimana cara Jeongin melewati hujan sederas ini. Jika soal Sohee aku tahu, dia selalu menyediakan payung dalam hidupnya.
Ku langkahkan kakiku berpijak di sisi pintu utama. Tanganku terangkat menyentuh kaca jendela yang berembun.
"Ck."
Bukan hanya aku yang berdecak saat datangnya hujan.Sepasang kasih yang sedang kencanpun pasti juga sedang berduka cita saat ini.
Namun, tak ada satupun yang melebihi kelelahanku.Jika hujan terus - terusan belakangan ini, maka nasibku pasti akan bertambah buruk. Sohee, teman kerjaku dan Jeongin pasti akan menertawakan kantung mataku yang terlihat semakin membesar setiap harinya. Apalagi saat aku mengernyit atau tertawa, kedua bola mataku tenggelam dalam kantung mata yang tak cukup enak untuk di lihat.
"Kumohon berhentilah, hujan! "
Lirihku pelan. Hampir tak terdengar.Sesaat, aku menunduk. Menatap lantai toko yang kupijak. Mungkinkah aku menerobos hujan saja?
Aku tidak ingin bermalam lagi disini. Bukankah itu sudah kukatakan berulang kali?
Lebih baik aku kebasahan dan kedinginan, namun akhirnya tiba di rumah. Dari pada disini, sendirian dalam keheningan. Aku juga harus memberi makan Oreo dan Smith, dua kucing imutku yang menunggu dirumah.Benar, aku harus pulang..
Kulepas nametag yang tersemat ditubuhku dan mengganti seragam toko dengan jaket tebal yang sebelumnya kupakai saat akan bekerja. Kemudian mengunci laci meja kasir yang menyimpan lembaran won dan menaruh kunci itu ditempat biasanya.
Lantas setelahnya melangkah menuju pintu utama yang dilapisi kaca tembus pandang seraya menghembuskan napas lelah dan berdiri didepan pintu itu tanpa berniat membukanya.