2: Broken Heart

8 1 0
                                    

Selamat malam pembaca! Maaf yaa udah ngilang lama bangett. Hehee bukannya males nulis, tpi ini lgi musim2 ujiann,, huhuu >_< doakan agar bisa melewati ujian dengan lancar ya! :D

Hari ini sebagai gantinya, aku bakal ngepost 2 atau 3 part. Karena, aku setelahnya bakal hiatus bentar sampe tgl 26 April 2018 :) #maklumujianbokk

Oke deh biar gk lama, selamat membaca yaa^^
••••

"Prabha, aku kembali..."

Dua kata itu mampu menghancurkan pendirian Prabha yang selama 4 tahun belakangan ini ia bangun. Seketika kilasan memori masa lampau terulang kembali dipikirannya. Hatinya mencelos saat mendengar suara itu lagi.

Prabha mengerjapkan matanya berulang kali, bimbang harus merespons seperti apa. Perasaannya campur aduk. Marah, kecewa, rindu, menjadi satu.

"Vey..."

Hanya kata itu yang berhasil diucapkan lidahnya yang kelu.
Gadis yang berada dihadapannya itu terkejut. Matanya berkilat sendu. Prabha sangat ingin pergi dari parkiran ini sesegera mungkin. Jika perlu, menghilang saja dari muka bumi. Karena ia tak bisa menampik, bahwa dirinya masih mengharapkan sosok gadis mungil yang ada dihadapannya ini.

"Sudah lama sekali, aku tidak mendengar suaramu, Bi. Aku sangat merindukanmu..."

Sudah cukup. Prabha tak bisa berlama-lama lagi disini. Prabha berusaha melangkahkan kakinya, namun tak bisa.

Sekarang, yang bisa ia lakukan hanyalah diam terpaku memandang orang yang ada dihadapannya itu. Gadis masa kecilnya. Gadis yang sangat ia rindukan, dan sekaligus juga sangat ia benci.

Gadis itu seketika berlari dengan kakinya yang mungil ke arah Prabha. Dan dalam hitungan detik, gadis itu sudah memeluk erat Prabha. Isakan kecil pun keluar dari bibir gadis itu.

"Bi, maafin aku udah pergi nggak pamit dulu sama kamu... Hiks, aku bingung harus ngomong apa. Aku takut ngelukain hati kamu, Bi..." ucap gadis itu dengan isakan kecil.

Prabha hanya mematung saat mendengar ucapan gadis yang ada didekapannya itu. Jantungnya berdegup semakin kencang.

"Kamu... Udah bikin aku kehilangan arah.." ucap Prabha parau. Hatinya sangat sakit sekarang. Ia marah dengan gadis ini, namun ia juga sangat menyayanginya.

Gadis itu mengurai pelukan mereka, sambil menghapus air matanya yang merembes. "Ijinin aku buat ceritain semuanya. Dan... Ijinin aku untuk kembali memiliki hatimu, Bi."

~~••~~

Suasana kelas XI IPA 1 saat itu sangatlah sunyi. Seluruh murid sedang serius mengerjakan ulangan harian yang diadakan oleh guru terkiler seantero sekolah. Hanya terdengar goresan pena dan suara kertas yang ada.

"Ya waktu habis. Silahkan kumpulkan di bangku deretan terdepan."

Suara berat itu mampu membuat seluruh penghuni kelas mendecak kesal. Ada yang mencak-mencak, dan ada juga yang stay cool.

Nadi tersenyum puas setelah memastikan semua jawabannya. Lalu ia mengumpulkan kertas jawabannya, dan melangkah keluar kelas. Sebelum itu dia pamit kepada guru dan kedua sahabatnya.

Nadi melangkahkan kakinya dengan ringan menuju ruang rapat OSIS. Karena ia harus mengikuti rapat mengenai kegiatan akhir semester.

Saat ia melewati kelas Prabha, iseng ia melirik ke dalam. Saat matanya tak sengaja melihat sesuatu di dalam kelas itu, langkahnya langsung terhenti seketika.

Betapa terkejutnya ia. Di dalam kelas itu, tepat 10 langkah dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang gadis yang sangat ia kenali. Gadis itu tertawa lebar bersama Prabha dan Wira disana.

Kapan...? Sejak kapan ia kembali? Mengapa harus sekarang? Batin Nadi bertanya. Nadi sangatlah terkejut. Ia belum siap dengan semua ini. Mengapa gadis masa kecil Prabha muncul kembali?

Nadi menangkap sorot mata hangat Prabha, saat lelaki itu memandang gadis yang duduk diseberangnya itu. Prabha tersenyum hangat saat mata mereka berdua bertemu.

Nadi tak kuat melihatnya lama-lama. Dengan langkah berat, ia berjalan menuju ruang rapat. Hatinya mendadak mendung. Sorot mata Nadi yang biasanya nampak cerah, sekarang terlihat sayu. Saat rapat berlangsung pun, Nadi tidak banyak berbasa-basi dengan anggota OSIS lainnya. Ia memimpin rapat dengan tak bersemangat.

Rapat pun berakhir. Semuanya meninggalkan ruangan. Sebelum pergi, mereka berpamitan kepada Nadi, yang saat itu memandang kosong laptop yang ada dihadapannya. Pikirannya sudah pergi entah kemana.

Tiba-tiba sebuah tangan menepuk pelan pundak Nadi. Ia seketika tersadar dari lamunannya. "Nad, gue duluan ya. Bentar lagi bel. Lo gak masuk apa?" tanya Calvin–wakil ketua OSIS–sambil menatap Nadi yang hanya menggeleng lemah.

"Oke. Gue masih harus disini sebentar. Lo duluan aja gih." ucap Nadi sambil tersenyum tipis. Calvin mengangguk, lalu keluar dari ruangan itu. Menyisakan Nadi yang lambat laun mulai terisak. Ia berusaha meredam isakkannya dengan menangkupkan tangannya. Namun tak juga berhasil. Putus asa, akhirnya ia membiarkan tangisannya pecah memenuhi ruangan. Ia membiarkan semua pedih dihatinya muncul kepermukaan.

Sudah sekitar lima belas menit ia berada diruangan itu. Setelah tangisannya sedikit mereda, ia merapikan laptop nya, dan segera beranjak dari ruangan itu.

Ya Tuhan, kenapa Veya harus datang lagi? Aku takut, Prabha bakal ngelupain aku... Apa yang harus aku lakuin? Aku menyadarinya, bahwa Prabha masih menunggu kedatangan Veya...

Nadi sibuk melamun, sampai dirinya tak sadar, bahwa ternyata ia sudah duduk di halte bis. Penampilannya nampak berantakan. Dengan sisa air mata yang belum sepenuhnya kering dipelupuknya, lalu seragam yang sedikit kusut, dan kucir kuda yang sudah mengeluarkan anak rambut. Mampu memperburuk keadaannya saat ini.

Bis pun datang. Nadi melangkah masuk kedalam bis, dan duduk disamping jendela. Ia menitikkan air matanya lagi. Namun kali ini tanpa suara. Tatapannya kosong memandang keluar. Tuhan seperti ikut merasakan sedihnya, akhirnya hujan pun turun membasahi bumi. Orang-orang yang mengendarai sepeda motor pun menepi ke bahu jalan, dan dengan cekatan memakai jas hujannya. Nadi menonton semua aktivitas itu dengan diam.

Bis pun berhenti di halte tujuannya. Nadi turun dengan gontai setelah membayar karcis kepada kernet bis. Ia lalu melangkahkan kakinya menuju pemakaman yang berjarak 100 meter didepannya.

Kaki Nadi berhenti, tepat di samping batu nisan yang ada dihadapannya. Ia menjatuhkan tasnya, dan memeluk nisan itu dengan tangis yang meledak keluar.

"Bunda... Kenapa Bun, kenapa? Nadi udah berusaha jadi anak yang baik dan nggak nyusahin Ayah. Tapi kenapa, Bun. Tuhan nggak adil. Hiks... Nadi pengen ikut Bunda..." raung Nadi sambil memeluk nisan Bundanya dengan erat.

Ia tak memerdulikan baju seragamnya yang sudah basah kuyup. Dirinya sekarang sepenuhnya terguyur air hujan yang sedingin es itu.

Hari itu, adalah hari yang sangat menyakitkan baginya. Ia berharap, ini semua hanyalah mimpi buruknya saja.

Let Me Save YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang