b. Guardian

6.7K 856 182
                                    

Seungwan terbangun ketika jam bekernya berbunyi. Pukul lima pagi tepat, ia bangun dan langsung masuk ke kamar mandi. Ia membersihkan dirinya dengan waktu lima belas menit. Padahal, biasanya gadis normal membutuhkan waktu lebih dari lima belas menit di dalam kamar mandi. Hari ini, adalah hari pertamanya di sekolah baru. Rasanya gugup untuk Seungwan. Ya, bertemu teman baru dan mengalami pengalaman menyenangkan, mungkin?

Seungwan hidup sederhana. Ia membuka jasa laundry bersama sang ibu. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan. Namun, meski begitu, keluarga mereka tidak pernah mengalami masa-masa buruk. Mereka hidup bahagia dan saling menyayangi. Kedua orang tua Seungwan begitu menyayangi putrinya. Dan, sebagai balasan, Seungwan harus masuk ke salah satu sekolah ternama di Seoul, dengan jalur beasiswa. Well, jangan meragukan kepintaran gadis Son itu. Sungguh. Seungwan lulus dengan predikat terbaik saat sekolah menengah pertama.

Memasak, memeriksa baju laundry, membersihkan rumah, semua dilakukan Seungwan setiap pagi tanpa mengeluh. Ia sadar jika orang tuanya hanya memiliki seorang anak. Dan Seungwan harus bisa membantu mereka.

"Eomma, sarapannya sudah siap!" seru Seungwan sembari melirik arloji kecil berwarna hitam miliknya.

Setelah menaruh sop di atas meja, Seungwan mengambil sepatunya dan memakainya sedikit terburu-buru. Tanpa sadar, waktu menunjukkan pukul setengah tujuh. Waktu masuk sekolah pukul tujuh lewat lima belas. Belum lagi harus menunggu bus. Ah, Seungwan tidak ingin terlambat di hari pertamanya.

"Eoh, sudah mau berangkat?" tanya sang ibu yang sudah selesai mandi.

"Ne."

"Sudah bawa bekal?"

"Eomma, di sana ada kantin. Makanannya pun sudah disediakan. Seungwan bisa makan di sana." Seungwan tersenyum sembari mencium pipi sang ibu dengan lembut.

"Maaf, eomma tidak bisa memberikan apa-apa untukmu di hari pertama sekolah. Ah, bukankah tasmu sudah rusak?"

"Emm, aku sudah jahit. Sudah tidak apa-apa."

"Benar, tidak apa-apa?"

"Iya, eomma. Sudah, ya. Aku berangkat."

Seungwan berjalan keluar dengan mendengar sebuah lagu melalui ear phone miliknya. Seungwan suka dengan musik. Bahkan, ia jatuh cinta bisa dibilang. Dulu, saat Seungwan kecil, ayahnya pernah membelikan sebuah biola untuknya. Dan biola itu selalu Seungwan rawat sampai sekarang. Dan, Seungwan masih aktif memainkannya. Jangan tanya Seungwan belajar dari mana, semua itu adalah dari sang ayah yang juga pandai bermain biola saat jamannya.

Sembari menunggu di halte, Seungwan menatap beberapa mobil yang lalu lalang di depannya. Terkadang, Seungwan berpikir, apa ia ingin kaya atau tidak? Dan, Seungwan bingung. Di sisi lain, ia biasa merasa cemburu kala melihat banyak orang yang hidup mewah. Mereka terlihat sangat nyaman dan tidak pernah kesusahan. Dan di sisi lain, ia takut, jika terlahir kaya, maka ia akan sombong dan arogan.

Mungkin, Seungwan lebih memilih hidupnya yang sekarang. Sederhana, namun membawa kebahagiaan.

Seungwan tersenyum, saat bus yang ia tunggu datang. Dengan cepat, ia menaiki bus tersebut bersama orang-orang yang lain. Hatinya tidak sabar untuk menuju sekolah barunya.

Ah, pertanyaannya. Apakah di sana, hidupnya akan baik-baik saja? Akankah ia mendapat teman baru? Entahlah. Biar waktu yang menjawabnya.

●︿●

Teriakan dari murid-murid sekolah Hyang Gi terdengar bergemuruh. Mereka sibuk meneriaki nama kedua orang pria yang sedang berkelahi itu. Di sisi yang satu, pria dengan sebuah tindikan kecil di telinga kanannya hampir tumbang, karena pria dengan postur tubuh yang tinggi itu terus menghujani rivalnya dengan bogeman mentah. Wajah keduanya sudah babak belur. Penuh lebam dan luka. Namun, perkelahian itu rasanya tidak bisa berhenti begitu saja.

• Perfect Princess | Wenyeol  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang