Chapter 3

118 20 4
                                    

~Tak ada lagi rasa yang dirasakan setelah mengucapkan syukur kepada ALLAH, selain kebahagiaan~
-Cahya Rumai-

Cahya POV
Sudah sekitar 6 bulan yang lalu, setelah kejadian pingsannya aku waktu itu di sekolah. Dan sampai sekarang, aku tetap saja masih sering merasakan sakit dikepala. Yaa walaupun sakitnya, sudah tidak seperti dulu atau sudah mulai berkurang. Dan waktu itu, aku juga sempat pergi ke dokter untuk periksa. Dan aku nggak nyangka

Flashback On
"Apa Dok!! Gejala kanker?" tanyaku dengan nada yang tak percaya

"Iya" jeda "Tapi, kamu tenang saja. Gejala ini belum masuk pada tahap kritis. Atau, bisa dibilang belum masuk ke stadium pertama. Jadi, peluang kamu untuk sembuh masih 80℅" jelas sang dokter

Aku masih terdiam mendengarkan penuturan seorang dokter didepanku ini. Dan terus berusaha untuk menahan air mataku agar tidak jatuh. Ya ALLAH....;(

"Ini, saya akan berikan kamu beberapa resep obat untuk tahap penyembuhannya, nanti kalau obatnya habis, kamu bisa datang kesini lagi." jeda sang dokter, sambil menuliskan beberapa macam jenis obat di atas kertas, yang tak kuketahui bacaanya"Karena gejalamu ini belum masuk pada stadium pertama, jadi kita belum perlu untuk melakukan tahap cemoteraphy atau pengobatan lain, yang biasa dilakukan oleh penderita-penderita kanker. Dan, kamu juga tenang saja obat-obat ini, harganya masih bisa dijangkau sama kantong kecil apalagi sama anak sekolah seperti kamu. Jadi, tetap semangat dan jangan pernah lelah untuk berobat." kata sang dokter itu dengan tersenyum sambil menyemangatiku. Mungkin, dia lihat dari tadi aku hanya diam saja.
Flashback Off

Dan, masalah penyakit ini, Ummi, Abi, dan Teteh nggak tau sama sekali. Aku nggak mau, hanya karena gara-gara penyakitku ini, Ummi sama Abi akan merasa terbeban. Begitu juga sama teteh, aku nggak mau teteh sampe lalai dalam bekerja hanya karena dia tahu aku sedang mengalami gejala kanker.
"Ai, kamu kenapa nak?" Itu suara Ummi yang tiba-tiba, masuk ke dalam kamarku dan menyadarkan lamunanku. Ohya, Ummi sengaja memanggilku Ai, yang diambil dari namaku Cahya (AY).

"Eh Ummi, nggak Ummi, nggak apa-apa!"

"Oh, minta sama ALLAH, apa yang kamu mau. Diskusikan sama DIA, karena DIA lah sebaik-baik pembuat rencana :)" jeda "Nih, tetehmu mau ngomong" ucap Ummiku sambil menyodorkan Handphone di depanku.

"Ohiya Ummi." ucapku. "Halo, Assalamualaikum Teh"

"...."

"Oh Alhamdulillah Teh, masih dalam lindungan Allah. Teteh gimana? Kerjanya lancar?"

"...."

"Yah seperti biasa lah Teh." jeda "ohya Teh, Ai mau sholat Isya dulu ya, soalnya belum sholat tadi hehe." aku yerpaksa berbohong sama teteh, karena kepalaku tiba-tiba sakit lagi, padahal sudah selama 6 bulan nggak sakit.

"...."

"Waalaikumussalam Warohmatullah Teh. Teteh juga disana hati-hati ya teh" ucapku menutup panggilan dengan teteh.
****
Jam sudah menunjukkan pukul 22.30, tapi mataku masih enggan untuk terpejam. Mungkin, bagi orang lain jam segini belum larut. Tapi, itu tidak berlaku pada diriku sendiri. Akhirnya, aku memutuskan untuk melaksanakan sholat sunnah Witir biar bisa lebih tenang. Aku melangkahkan kakiku keluar kamar untuk berwudhu. Setelah itu, balik lagi ke kamar.

"Ya ALLAH hamba bersyukur, tak ada lagi rasa yang hamba rasakan setelah mengucap syukur kepada-Mu atas segala karunia yang KAU berikan kepadaku selain kebahagiaan. Hamba pasrah ya ALLAH, jika memang dengan penyakit ini dosa-dosa hamba bisa berkurang, hamba ikhlas untuk menjalaninya ya Rabbi. Tapi, berikan hamba kesempatan sebentar saja untuk tetap bertahan di atas bumi-Mu ini sampai impian-impian hamba bisa tercapai. Dan berikan hamba kekuatan dan kesabaran atas penyakit yang KAU berikan ini Ya Rabbi. Sehatkan selalu kedua orang tuaku, Teteh, dan semua saudara-saudara seimanku yang berada di seluruh dunia. Aamiin" 

Impian Sang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang