Chapter 6

141 18 4
                                    

~ Jalan yang sulit, pasti akan mengantarkan ke suatu tempat yang sangat indah. Dan aku sangat meyakininya~
-Cahya Rumai-

Jangan lupa klik ⭐ nya yaa...
Happy reading guyss..

Cahya POV.
Setelah mengatakan semuanya, air mataku sudah tak mampu lagi untuk dikeluarkan. Dan tiba-tiba ada seseorang yang datang menghampiriku disini.

"Assalamualaikum Cah." sapa seseorang dengan tiba-tiba di belakangku. Perlahan, aku memutar kepalaku ke belakang. Dan hasilnya....

"Waalaikumussalam.. Te-teh?" ucapku sangat kaget "k-kenapa teteh bisa a-ada di sini?"
Teteh tak langsung menjawab, dia malah datang, dan langsung duduk di sebelahku. Ada berjuta pertanyaan yang muncul di benakku. Salah satunya, apakah Teteh mendengar perkataanku tadi?

"Kamu kenapa nggak cerita sama teteh?" pas dugaanku kena. Teteh mendengar semuanya. Astagfirullah...apa yang harus aku katakan sama teteh?

"A-aku nggak mau menyusahkan kalian." ucapku dengan nada sendu

"Ai, lihat teteh. Kamu, nggak pernah menyusahkan kita. Walaupun Teteh bukan saudara kandung kamu, tapi Teteh bersyukur bisa hadir di tengah-tengah keluarga kecil kalian. Teteh bahkan sudah anggap kamu sebagai adik kandungnya teteh. Teteh nggak pernah anggap kamu sebagai orang lain Ai. Teteh nggak mau kamu kenapa-napa. Dan...teteh sudah mendengar semuanya," ucap Teteh sambil berderai air mata. Dan, aku paling nggak bisa menahan semuanya ketika orang di depanku sudah menangis seperti ini, "sekarang, ceritakan semuanya sama Teteh. Teteh nggak suka kamu nutup-nutupin hal serius sama Teteh." lanjut Teteh

"Aku janji, bakalan kasih tau Teteh, Ummi, sama Abi. Tapi, aku mohon Teh, jangan sekarang." ucapku dengan memelas yang kuyakin pasti Teteh nggak bakalan setuju sama permintaanku ini.

"Nggak Ai. Kamu harus menceritakannya. SEKARANG!!." ucap Teteh dengan tegas.

"Ta-tapi Teteh harus janji. Jangan dulu kasih tahu sama Ummi dan Abi." tawarku lagi.

"Iya, InsyaaAllah. Yang penting sekarang, kamu harus menceritakannya dulu sama Teteh."

Dan aku menceritakan semuanya sama Teteh. Aku sedikit merasa lega.

"Kamu yang sabar ya.. Nggak ada yang nggak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Kalau ada apa-apa sama kamu, tolong ya segera beritahu Teteh" ucap Teteh sambil memelukku.

"Iya Teh. InsyaaAllah." ucapku.

"Trus, kamu udah berapa kali pergi cek ke dokter?"

"Kurang lebih, sudah sekitar 3 kali Teh. Dan selama 3 kali berturut-turut, aku selalu pergi sendiri. Dan kata Dokter, gejala atau sumber kankernya sedikit demi sedikit mulai mengecil."

"Syukurlah kalau begitu," ucap Teteh dengan raut muka yang lega "trus kalau kamu pergi ke dokter, itu siapa yang bayarin?"

"Alhamdulillah Teh, sekarang aku berusaha untuk cari duit sendiri. Dan, walaupun untungnya nggak seberapa tapi lumayanlah buat di tabung dan digunakan berobat. Aku juga punya asuransi kesehatan. Jadi, biayanya nggak terlalu mahal kok Teh." ucapku dengan sedikit tersenyum

"Teteh bangga sama kamu sayang. Semoga kamu bisa menang dalam pertarungan ini."

"Iya Teh. Semoga saja. Oh ya, Teteh belum cerita ke aku, kenapa Teteh bisa tiba-tiba ada disini?"

"Oh iya. Kemarin Teteh tuh nggak ada rencana buat dateng. Tapi, tiba-tiba aja bos nya Teteh Bu Aisy tuh berkunjung ke butiknya yang di Jakarta tempat Teteh kerja. Kebetulan juga beliau ternyata orang di daerah sini, jadi beliau ngajak Teteh pulang bareng. Awalnya sih, Teteh nolak karena masih banyak kerjaan. Kan, sayang juga kalau Teteh ikut, butiknya harus ditutup."

Impian Sang CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang