11. Koleksi Peluru Berharga.

135 14 0
                                    

Sampai babak pertama selesai, tim yang dipimpin Budi masih memimpin skor 1-0. Ketika turun minum, teman-teman Budi menyadari ada suatu hal yang membuat kapten mereka risau. "Apakah itu?"

"Bolehkah nanti aku pertama kick off di babak kedua? Maksudnya aku tidak menerima operan, tapi menendang lebih dulu. Selain itu, yang menerima operan perhatikan aku baik-baik," Budi menjelaskan masalahnya. "Ini pesan dari Ali Rasidin, anak penulis itu,"

Sebagai anak buah seorang kapten, teman-teman Budi setuju. Tapi kenapa Budi mengikuti saran seorang penulis cerita, itu masih belum diketahui teman-temannya.

Priit! Peluit babak kedua dibunyikan. Budi mengambil ancang-ancang untuk menendang bola.

"Budi! Ada pointer laser mengarah padam..." striker satu tim di hadapan Budi tidak sempat menuntaskan kalimatnya. Budi lebih dahulu menendang bola, tidak menuju temannya. Melainkan melambung, melenceng ke sembarang arah.

"Semuanya, tiarap!" teriak Budi.

Seisi lapangan merebahkan badan ke tanah. Suasana lapangan tegang.

"Dhuar!" bola sepak pecah di udara, jatuh ke tanah dalam keadaan kempes. Wasit pertandingan segera mengambil bola itu, mendapati lubang misterius di permukaannya.

"Bagaimana ini, kita tidak punya bola cadangan," wasit memutuskan untuk memperpanjang waktu istirahat.

"Pukul empat tepat," Sidin melirik jarum jam dinding di kelas 10 IPA 1. "Sebelum Budi berangkat tanding, aku berpesan padanya untuk kembali ke kelas selepas pertandingan. Kata Budi, sekitar jam segini ia sudah balik. Nyatanya belum,"

Elina ikut menunggu bersama Sidin, sesuai janjinya.

Akhirnya Budi datang. Ketika itu pukul setengah lima sore.

"Terima kasih Sidin," itu ucapan pertamanya. "Kau sudah menyelamatkanku dari peluru maut, meskipun pertandingan terganggu gara-gara bola pecah,"

"Kau bawa bola pecah itu, Budi?" Sidin mengulurkan tangan.

Budi memberi Sidin bola pertama yang sudah pecah, tidak berbentuk lagi. Sidin menyambar pisau cutter di kelas. "Ada sesuatu yang aku cari di dalam bola jelek ini," ujar Sidin sembari membelah kulit bola.

Seperti hari-hari sebelumnya, Sidin mengacungkan sebutir peluru.

"Kenapa sih belakangan ini kau gemar mengoleksi peluru?" Elina bertanya pada Sidin.

"Selama itu logam ada harganya," Budi menjawab asal.

"Bukan,"

Detektif Ichsan 3 : The Sixth Target.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang