Part 2

42.1K 2.6K 99
                                    

Vote sebelum baca

_____

Di suatu ruangan yang minim pencahayaan, terlihat seorang pria bertubuh kekar dengan pisau perak yang mengkilap di tangannya. Mata merahnya menyala terang, menatap sang mangsa yang telah lemas dengan sangat tajam.

"Cepat katakan siapa yang menyuruhmu menyerang kerajaan kami!!" tanyanya dengan nada rendah yang mematikan.

Pria itu adalah Pangeran Vampir, Alvi Audie Dirgantara. Anak satu-satunya dari Raja Dirga dan calon pewaris tahta.

Pangeran tampan itu semakin murka ketika korbannya tidak mau menjawab. Hanya diam dan menatapnya dengan tatapan lemah.

Sekujur tubuh pria itu tampak mengenaskan. Tubuh yang tersayat-sayat dan mata sebagian wajah yang terluka.

Alvi menyiksanya tanpa ampun dengan pisau peraknya, yang tentunya akan memberikan efek besar ke pria yang berbangsa werewolf itu.

"Masih belum mau ngaku??"

Alvi menancapkan pisau peraknya ke mata kanan pria itu. Mencongkel bola mata yang menurutnya jelek itu dengan cepat tanpa menghiraukan teriakan kesakitan korbannya.

"Ini lah akibatnya kalau menjadi penghianat di kerajaan kami." decih Alvi sinis dan mengcengkram rahang pria itu. Merobek mulutnya dan mengeluarkan lidah pria tersebut.

"Bangsa kalian memang menjijikkan."

Alvi menggorok leher pria tersebut dengan sadis sampai kepala terkulai dengan darah yang memuncrat kemana-mana.

"ARGHHHHH!!!"

Teriakan kesakitan pria itu terdengar untuk yang terakhir kalinya ketika pisau perak Alvi menancap tepat di jantungnya dan menarik jantung pria tersebut dengan kuat.

"Cih, makhluk menjijikkan." Alvi menendang kursi yang ditempati mayat korbannya dan berlalu pergi ke luar ruangan.

"Kalian bereskan mayat yang di dalam!" perintah Alvi ke prajurit yang berjaga di depan ruangan.

"Baik, pangeran."

Alvi melenggang pergi ke kamarnya untuk membersihkan dirinya dari darah menjijikkan werewolf.

Ketika telah selesai bersih-bersih, Alvi keluar dari dalam kamar. Menuju tempat ayah dan ibundanya. Meski pria itu terlihat kejam dan tak berhati, ia adalah sosok anak yang sangat menghormati kedua orangtuanya.

"Mau kemana?"

Tanpa melirik sekali pun ke orang yang telah memanggilnya, Alvi menjawab. "Ke tempat ayah dan ibu."

"Aku ikut!"

Dilon nama orang yang menegurnya itu. Sahabat Alvi sejak kecil sekaligus salah satu orang kepercayaan Raja dan Ratu.

"Ada apa, sayang? Apa ada yang ingin kamu sampaikan?" Nyatanya ibu Alvi__Ify__ begitu peka dengan maksud kedatangan Alvi.

Sedangkan Raja tampak acuh. Ia sibuk mengelus puncak kepala istrinya dengan penuh kasih sayang. Sudah bukan hal yang asing lagi melihat mereka bermesraan. Kedua orangtua Alvi memang begitu sangat mencintai dan menyayangi. Tak segan-segan mereka mengumbar kemesraan mereka di setiap waktu, bahkan di waktu yang tidak tepat sekali pun.

"Alvi izin keluar."

Alvi memang selalu seperti itu. Meski sudah berumur 19 tahun, ia tetap meminta izin ke dua orangtuanya jika hendak bepergian.

"Ngapain, sayang?"

"Cari angin saja, bu."

"Uhm, baiklah. Tapi hati-hati."

"Cepat kembali." imbuh Raja__Dirga.

"Aku ikut!!" seru Dilon.

"Aku ingin sendiri."

"Yah, aku ikut ya ya ya." bujuk Dilon dengan wajah sok imutnya.

Alvi memutar bola mata malas dan meninggalkan ruangan tanpa mengubris Dilon. Menggunakan kekuatan teleportasinya agar sahabat masa kecilnya tidak mengintilinya lagi. Dia hanya ingin menghabiskan waktu sendiri di luar tanpa gangguan sahabatnya yang lumayan berisik.

****

Dengan hotpants dan baju kaos kebesarannya Raisya pergi ke cafe dekat rumahnya dengan berjalan kaki.

Meski di rumah ada pembantu yang siap sedia memasakkannya makanan, ia lebih memilih ke cafe. Bosan dengan keadaan rumahnya yang selalu sepi akibat orangtuanya yang sibuk bekerja dan baru akan pulang jam 6 sore.

"Eh, Neng Raisya. Mau kemana, neng??"

Raisya menoleh ke penjual bakso yang bertanya padanya. Memberikan senyuman manis yang dapat membuat siapa pun terpesona. "Cafe, bang. Biasa hehe."

"Oh, hati-hati nyebrangnya, Neng."

"Iya, bang. Tenang aja."

Raisya mengedipkan mata kanannya seraya tertawa. Kembali melanjutkan jalannya. Menyebrangi jalan raya dengan hati-hati.

Aroma lavender langsung menusuk indra penciumannya ketika membuka pintu cafe. Suasana cafe yang tidak begitu ramai membuatnya mengembangkan senyum. Memesan makanan dan duduk di dekat jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan kendaraan berlalu lalang.

Sembari melahap pesanannya, Raisya sibuk dengan ponsel kesayangannya. Tertawa kecil ketika membaca komen yang masuk ke dalam instagramnya.

"Hai, cantik."

Raisya terkejut ketika seseorang menjetikkan jari di depan wajahnya. Dia yang tadinya sibuk dengan ponselnya mengangkat pandangan. Mengerutkan dahi ketika melihat pria tampan sudah duduk manis di depannya. "Siapa?"

"Perkenalkan, namaku Matthew. Dan siapa namamu, cantik??" Pria tersebut memberikan senyum termanisnya.

"Raisya."

"Wow, nama yang cantik. Sama seperti nama orangnya." puji pria tampan itu.

"Makasih." sahut Raisya datar dan kembali sibuk dengan makanan dan ponselnya.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang menatap mereka berdua dengan tangan yang terkepal erat. Menatap tajam dan penuh kebencian pria yang duduk di hadapan Raisya.

Bersambung...

Live With The Vampire PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang