18. He Become Mad

264 25 0
                                    

     "Saya rasa kita harus bicara." Reza menatap Rena, kemudian masuk ke dalam bengkel, dan keluar lagi dengan jaket hitam menutupi baju kumal-nya.

Rena tak menjawab, dia langsung mengekori Reza ketika Reza berjalan melewatinya keluar dari bengkel. Kalimat yang Reza katakan cukup membuat Rena gugup. Sangat gugup. Karena Rena tahu, tingkahnya yang selalu memergoki Reza itu 'salah'. Walaupun tidak sengaja.

Reza berhenti tiba-tiba dan membuat Rena mengerem kaki-nya dengan cepat. Reza membawanya pada tepi jalan. Sisi kanan jalan raya, sedangkan sisi kiri adalah sekapling tanah dengan rumput dan beberapa jenis pohon yang berbeda, hutan.

"Kamu..."

Rena memandang Reza, menantikan kalimat yang ia gantung, suaranya sedikit tertelah oleh bising suara kendaraan.

"Saya gak ngerti harus marah, ngancem, atau nanya alasan."

Reza berulang kali menghemuskan nafasnya dengan kasar.

"Menurut mu, Saya harus bagaimana?"

Rena hanya diam, dia tak tahu harus membalas perkataan Reza. Matanya nyalang menatap Reza seakan menantang, mengatakan bahwa ia tidak salah.

"Petama di perpustakaan. Setelahnya di taman. Kemudian di jalan, dan sekarang..." Reza menggeram, tangannya bahkan mengepal.

"Mau mu apa?! Ha?!" Reza membentak, suaranya tertahan karena takut menjadi perhatian orang lalu lalang. "Mau jadi mata-mata?"

Rena menarik bagian bawah bajunya. Menggenggamnya dengan erat. Dia gugup. Bahkan takut.

"Kenapa diam?" suaranya terdengar datar, wajah lelaki itu terlihat sangat jengkel.

"Sudah selesai bicara?" Rena berhasil mengatakan kalimat itu, dia sekarang berusaha tersenyum untuk menetralisir emosinya dan Reza menatap Rena dengan syok.

"Kamu marah. Itu sudah membuktikan bahwa ada sesuatu yang sebenarnya ingin kamu tutupi. Tapi, kamu malah ngerasa itu terbongkar. Hanya karena aku.. maksudku, kita gak sengaja ketemu."

"Wah..." Reza berdecak dengan senyum yang tak pernah Rena lihat sebelumnya, lelaki itu menyeringai dengan seram "Pintar banget bicara mu."

"Biar saya perjelas."

"Iya. Saya memang bekerja di bengkel untuk bertahan hidup. Untuk mencari makan sehari-hari. Sampai subuh. Perkataan saya ini sudah menjawab, pertama dan yang keempat."

Rena terdiam bingung, setelahnya baru mengerti maksud Reza pertemuan mereka ketika di perputakaan dan di bengkel.

"Untuk yang kedua dan ketiga. Percuma juga Saya sembunyikan. Karena nantinya kau juga akan tahu."

"Itu kakak kandung Saya. Saya harap kau tidak salah kira dengan memperkirakan bahwa Saya lelaki simpanan tante-tante."

Rena melongo tak percaya, dia tak mengira Reza membeberkan rahasianya sendiri, hanya karena Rrna takut salah kira. Itu tak masuk akal.

"Dia tinggal di satu komplek yang sama dengan mu." jelas Reza.

"Saya harap kamu sekarang dapat mengerti. Semoga kita tidak bertemu lagi, walaupun sangat mustahil karena kita satu sekolah."

"Jangan pernah tunjukkan wajahmu lagi didepan Saya!" Reza berlalu, dia pergi meninggalkan Rena yang sekarang sedang ternganga karena kaget.

Sejujurnya tadi Rena hanya berniat membela diri, tapi Reza malah membeberkan kehidupannya sendiri tanpa Rena tanya. Rena berbalik dan melihat punggung Reza yang telah menjauh. Rena menggeleng tak percaya, Reza menceritakan tentang kehidupannya dengan Rena entah untuk apa. Tiba-tiba pikiran tak masuk akal itu muncul untuk menjawab kebingungannya.

Mungkin saja. Ya. Mungkin saja Reza percaya padanya dan menceritakan itu? Rena mengacak rambutnya frustasi, merasa aneh dengan akal sehatnya sendiri. Yang Rena bisa pastikan hanya satu hal, Reza adalah lelaki labil. Pertama, Rena sempat melihat lelaki itu ingin menjauhinya. Kedua, Reza malah terlihat berusaha mendekatinya dengan meminta pulang bersama. Dan ketiga, Reza ingin menjauh lagi. Pasti. Keempat kalinya nanti Reza mendekatinya lagi, atau..

Rena tersenyum simpul, Rena sendiri yang harus berusaha mendekatinya.

❄❄❄

Senior Of High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang