Lima belas

4 2 0
                                    

Karin berjalan masuk ke kelasnya setelah terdengar bunyi bel masuk sedari ia memasuki lapangan sekolah. Setelah percakapan terakhirnya bersama Regan, ia tak bersemangat lagi. Padahal sebelumnya hatinya bahkan jiwanya sangat tak bersabar untuk ketemu dengan lelaki itu.

Kini, Regan duduk di bangkunya dengan menatap layar ponsel di tangannya. Bahkan sepertinya ia tak sadar akan kedatangan Karin. Ia seperti sibuk berhadapan dengan benda ponsel.

Kenapa gue merasa Regan beneran sama omongannya waktu itu, ya?, Karin membatin.

Dito berdeham keras dari bangkunya, “Karin? gue liat loh kemarin.”

Sedetik kemudian semua teman sekelasnya berdeham-deham tak jelas. Sebagian menyengir, juga tertawa.

“Gue liat kemarin. Kayak nonton drakor, anjir!”

“Kapan ujan lagi, ya?”

“Gue juga liat.”

“Kapanlah gue digituin ya?”

Itulah komentar teman sekelasnya. Karin hanya tertunduk takut. Ia takut Regan menjadi risih karena kejadan kemarin. Ia takut Regan lebih menjauhinya. Ia hanya tak ingin dijauhi, terlebih dengan Regan.

Tiba-tiba seseorang menghampirinya dengan menengadahkan tangan. Karin mendongakan kepala. Regan.

“Punya gue?”

Karin terdiam. Ia masih menatap ekspresi dari wajah Regan. Regan tersenyum, seperti biasa. Seperti tak ada something.

“Jaket.” Tekan Regan lagi.

Karin mengambilnya dari tas. Jaket yang sudah di cucinya sejak kemarin sore.

Regan mengambilnya dari tangan Karin. Hidungnya menangkap bau parfum. Parfum yang sering di tangkap hidungnya ketika berada di samping Karin. ia tersenyum.

“Lo kasih parfum ya?”
Karin mengangguk.

“Parfum siapa?”

“Parfum gue-lah.”

“Kenapa dikasih?” Regan terhenyak—sengaja.

Karin tertegun, “Kenapa?”

“Gak suka baunya,”

Karin mencibir kesal, “Kenapa? Harum kok,”

“Ntar bikin kangen.” Ujar Regan tersenyum lebar layaknya buaya darat.

Deg.

Sedetik kemudian Dito, Andin, Alfi, juga Adena berdeham keras. Ternyata mereka menyaksikan kedua insan itu.

“Gombal mulu lo, gan.” Dito beranjak dari bangkunya.

Andin menggebrak meja Karin, “Gue enek anjir liat lo berdua,”

Adena hanya tersenyum menggoda Karin, “Karin udah kebal digombalin.”

Karin hanya mendengus kesal mendengar semua komentar itu. kemudian matanya langsung mendelik kesal ke kamera dari seseorang yang sengaja merekam. Alfi, ternyata dia merekam percakapan tadi.

Alfi terkekeh, “Roman picisan kedua!”

Karin berusaha meraih ponsel Alfi yang di pegangnya, “Jangan di-snap, pik!”

Regan hanya menghela napas dan memasang ekspresi termangut, “Inilah dampak buruknya.”

Karin menoleh pada Regan, “Dampak buruk apa?”

Sedetik kemudian Regan menyeringai, “Gue ganteng. Makanya dia ngerekam gue.”

Andin, Adena, Karin bahkan Alfi hanya melongo menyaksikan ucapan Regan yang benar-benar berada di tingkat level tertinggi kepedean.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 28, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

HeartBeat Or HeartBreakWhere stories live. Discover now