12 Oktober 2001, lahir seorang bayi laki-laki kecil di kota yang kini aku tinggali, bayi laki-laki itu sekarang telah menjelma menjadi seorang laki-laki, berperawakan tinggi, berkumis tipis, berambut pendek, sedikit berotot, dan mendekati ideal, ditambah lagi dengan wajahnya yang, seperti familier bagi beberapa orang, termasuk aku, namanya Barra Putra Pratama.
Pratama berarti paling ulung, dia memang ulung di beberapa mata pelajaran akademik dan non akademik, dia bukan anak pertama, tapi dia paling diandalkan karena dia anak laki-laki satu-satunya. Dia anak emas bagi beberapa guru, termasuk pelajaran Fisika, pelajaran yang terkadang kurang diminati siswa, tapi tidak untuk Barra, memang terkadang Barra pun jenuh untuk belajar Fisika karena setiap manusia pun pasti akan mengalami titik jenuh, begitu juga aku, dan Barra tentunya.
Barra bukan selayaknya anak laki-laki pada biasanya, dia baik, pintar, rapi, dan sedikit perfeksionis walaupun memang sebaik-baiknya laki-laki pasti tetap ada masa nakalnya juga, dia jarang bolos atau biasa disebut mabal, tapi jika telah memasuki titik jenuhnya, bisa saja dia tak menghiraukan apa pun.
Barra, laki-laki yang berparas biasa saja, tak terlalu tampan, tapi entah mengapa setiap melihatnya, rasanya pernah bertemu, rasanya pernah bersama, dan semoga saja akan selalu bersama, tak apa tak bersatu sekarang, tapi nanti? Siapa yang tahu? Meskipun Barra disukai banyak orang, termasuk teman ekstrakurikulernya, aku bisa apa sekarang? Tak ada yang dapat kulakukan, kita pun hanya sebatas teman, tapi nanti? Siapa yang tahu? Tunggu saja karena memang, menyukai seseorang yang disukai banyak orang itu menyakitkan, perasaan yang teriris, ingin menjauh pun sulit karena telanjur menyukai, lebih tepatnya telanjur mengagumi, untukku.
Banyak hal yang membuat kukagum dengan dia, yang utama adalah karena dia berbeda dengan laki-laki yang kutahu dan kukenal dulu, kukira dia sama saja, tapi ternyata dia berbeda, yang ke dua, kita memiliki kesukaan games yang sama, jarang ada laki-laki menyukai games yang aku mainkan, tapi Barra? Dia menyukainya, memang hanya Barra satu-satunya laki-laki yang berbeda dari setiap laki-laki yang pernah kukenal, dan dari setiap teman laki-laki yang pernah kutahu. Selain itu, dia jarang sekali berbicara kasar, bukan mirip laki-laki lainnya yang rata-rata sering berbicara kasar. Masih banyak kesamaan aku dan dia yang aku rasakan, entah hanya perasaan atau kenyataan karena terkadang perasaan itu tidak sejalan dengan kenyataan.
***
"Barra," panggilku, "Iya, ada apa?" Jawab Barra seraya mengambil tasnya yang terletak di bangkunya.
"Biologi presentasi kita Selasa, kan? Mau kerja kelompok kapan? Sekalian ajakin yang lainnya," ujarku pada Barra, Barra menjawab, "Iya Selasa, gimana kalau besok? Tapi di mana ya?"
"Jangan terlalu jauh, aku dijemput, takut gak tau tempatnya yang jemput aku," jawabku, Barra langsung menjawab, "Ohh iya, gimana kalau di rumah Keyra? Kan rumahnya deket dari sini."
"Boleh aja, yang penting infoin dulu ya," balasku, "Oke siap," ujar Barra.Barra langsung memberitahu Keyra dan Keyra pun mengiyakan. Hanya dapat berbicara singkat dengannya saja sudah cukup, mungkin nanti pembicaraan aku dan dia tak singkat lagi, ya mungkin, aku tunggu saja.
***
Sinar matahari menyingsing dari ufuk Timur yang menandakan pagi telah tiba, aku langsung bergegas untuk mandi, setelah kurang lebih 15 menit mandi, aku bersegera keluar kamar untuk sarapan, langsung dilanjutkan dengan berangkat ke sekolah.
"Kayak ada yang belum, tapi gak tau apa," gumamku sambil berpikir, tiba-tiba terpikirkan barang yang belum itu, yaitu laptop, ya karena aku, Barra, dan teman sekelompokku akan membuat tugas presentasi, aku ditugaskan untuk membawa laptop.
***
Sepulang sekolah kami langsung berkumpul, Barra berkata, "Key, bisa di rumah kamu, kan?"
"Iya boleh," ujar Keyra.
Kami pun bergegas menuju rumah Keyra karena kondisinya sudah sore, sekolahku ini menerapkan sistem full day school yang mengakibatkan murid-murid pulang sore hari, tentunya sangat menyusahkan murid karena untuk mengatur waktu kerja kelompok atau hal lainnya lebih sulit, tapi di sisi lain sistem ini juga memiliki dampak positif.Sesampainya di rumah Keyra, kami pun diperbolehkan masuk dan mengerjakan tugas kelompok di suatu ruangan. Sambil mengerjakan tugas sesekali Barra melihat ke arahku yang sedang mengerjakan dan sesekali Barra menanyakan apa ada yang perlu dibantu, memang benar, di setiap kerja kelompok, ada dua golongan, yaitu kerja dan kelompok, yang kerja mungkin hanya beberapa orang, dan sisanya membuat kelompok entah itu menggosip atau mabar mobile legend untuk anak laki-laki, tapi tidak untuk Barra. Barra dan aku bergantian mengerjakan, setelah aku dan Barra mengerjakan, barulah kami meminta saran kepada teman-teman yang lain, dan setelah disetujui oleh semua, tugas yang kami buat langsung dikirimkan ke e-mail guru kami, menyelesaikan tugas dengan waktu kurang lebih 2 jam, lama, tapi terasa sebentar jika bersama dia, bersama orang yang kukagumi, yaitu Barra.
***
Bukan hal sulit untuk dapat dekat dengan Barra, tapi sebagai teman karena Barra itu orang yang baik, ramah, dan sangat friendly. Mungkin karena sikapnya yang ramah pada siapa saja, itu yang membuat banyak wanita menyukainya, termasuk aku, aku yang hanya dapat mengaguminya dari dekat tanpa dia ketahui, mungkin potongan lagu Dekat di hati yang dipopulerkan oleh RAN itu tidak pas untukku.
Bukan 'Jauh di mata, namun dekat di hati', tapi 'Jauh di hati, namun dekat di mata'.Aku dan Barra dekat, tapi hanya di mata, bukan di hati. Aku dan dia sama-sama mengagumi, tapi aku menyukainya dan dia menyukai orang lain. Memang sulit menyukai orang yang disukai banyak orang, terlebih lagi, seperti Barra yang notabenenya seseorang yang lumayan hits di sekolah, tapi walaupun termasuk hits Barra berbeda dari yang lain, berbeda dari anak-anak hits yang lain, Barra tetap Barra yang kukenal, sejak awal aku dan dia berpapasan di pintu kelas, dia tersenyum tipis dengan wajahnya yang membuatku teringat pada seseorang dalam bayanganku.
Bagaimana ya menjelaskannya, sebenarnya entah aku hanya mengaguminya, menyukainya, atau mencintainya, perasaannya berubah-ubah, perasaan itu bagaikan seni, abstrak, dan tak ada yang bisa menirukan seni itu selain pembuatnya, mungkin bisa saja mirip, tapi mirip bukan berarti sama.
Barra, satu kata, tetapi setiap kudengar namanya, firasat yang membawaku ke masa lain, entah pernah bertemu di masa lalu atau itu hanya de javu untuk masa depan, semoga saja begitu. Barra, seseorang yang kuingin untuk pasanganku nanti, tapi siapa yang sangka? Jika bukan jodoh, aku bisa apa?
***
1005 kata, tapi sangat menggambarkan sebagian Barra, tunggu kelanjutannya, jangan lupa vote dan komen, makasih 🙃🙃
-Jeanymagination, sang pemimpi di atas tulisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barra #2017
Fiksi RemajaTatap-penasaran-mencari tahu-rasa, hanya dua akhirnya, rasa yang terbalaskan atau rasa yang tak terbalas. Berawal dari tatap, berlanjut penasaran, dan ingin mencari tahu, muncullah perasaan yang seharusnya tidak ada yang berakhirkan rasa yang berbal...